Sukses

Fakultas Peternakan UGM Kembangkan Ayam Lokal dengan 4 Keunggulan yang Menguntungkan

Di riset ini, Dyah dan timnya menggunakan metode persilangan dan seleksi yang mengawinkan tiga bangsa ayam. Dua ayam ras lokal Kalimantan dan satu ras lokal Jawa Barat.

Liputan6.com, Yogyakarta - Sejak 2020, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM) tengah mengembangkan ayam lokal dengan banyak keunggulan dibanding ayam komersial. Ayam lokal galur ini baru masuk generasi kedua dua, nantinya di generasi keempat diperkenalkan.

Riset Fapet ini masuk proyek Prioritas Riset Nasional (PRN) untuk membantu ketahanan pangan Indonesia. Diketuai Dyah Maharani, riset dilakukan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Ternak. “Untuk namanya saat ini belum bisa kami publish. Riset untuk memenuhi target ketahanan pangan mandiri serta memberikan dampak positif perekonomian lokal dan kesejahteraan masyarakat,” kata Dyah, Kamis (26/9/2024) sore.

Pada riset ini, Dyah dan timnya menggunakan metode persilangan dan seleksi yang mengawinkan tiga bangsa ayam. Dua ayam ras lokal Kalimantan dan satu ras lokal Jawa Barat. Ayam tetua atau donor yang dipilih memiliki karakteristik spesifik dari garis keturunan jantan (male line) yaitu unggul dalam pertumbuhan. Dari garis keturunan berita (female line) dipilih kriteria mampu memproduksi telur dengan baik.

Menggunakan metode seleksi ‘Independent Culling Level’, evaluasi beberapa sifat secara bersamaan dalam satu generasi. Ayam lokal galur baru memiliki empat keunggulan dibandingkan ayam komersial. “Keunggulan pertama bobotnya bisa 0,8 Kg pada 10 minggu pertama, menghasilkan telur banyak, tidak mengeram dan kualitas daging sebaik ayam kampung,” lanjut Dyah.

Dyah menyatakan penelitian ini masih membutuhkan waktu panjang sebelum ayam lokal galur baru ini diperkenalkan. Saat penelitian lanjutan telah sampai pada generasi kedua dari indukan. Ayam-ayam ini ditempatkan di Semanu, Gunungkidul. Nantinya setelah mencapai generasi keempat, performa ayam diharapkan stabil dan siap untuk dinaikan produksinya bersama mitra industri Fapet UGM.

Ayam ini memiliki masa rawat hingga panen 70 hari, sehingga memberikan keuntungan bagi peternak dengan perputaran uang yang lebih pendek dan margin yang lebih tinggi. Dyah menyebut inisiatif ini tidak bertujuan menggantikan ayam broiler, melainkan mensubstitusi produksi daging sebagai sumber protein alternatif bagi masyarakat yang berasal dari produk lokal Indonesia.