Sukses

Equalitera Artspace, Ruang Pamer Pertama bagi Seniman Disabilitas Yogyakarta

Galeri Equalitera Artspace didirikan guna menjawab keresahan perupa disabilitas Yogyakarta yang hanya menjadi berperan kecil di dalam ruang-ruang atau galeri besar.

Liputan6.com, Yogyakarta - Belum tersedianya ruang seni yang fokus persoalan seni perupa disabilitas di Yogyakarta menjadi perhatian banyak pihak. Kehadiran Equalitera Artspace, hadir sebagai bentuk kepedulian dan dukungan bagi praktek-praktek seni perupa disabilitas Yogyakarta. Equalitera Artspace berada di Desa Tamantirto, Kasihan, Bantul atau tepatnya seberang pintu masuk Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).Ini ruang pertama pamer bagi perupa disabilitas pertama di Yogyakarta.

Director Equalitera Artspace, Nano Warsono mengatakan kehadiran galeri ini untuk menjawab keresahan perupa disabilitas Yogyakarta yang hanya menjadi berperan kecil di dalam ruang-ruang atau galeri besar. "Kehadiran ruang ini sebagai keberlanjutan kegiatan dan kreativitas rekan-rekan perupa disabilitas. Sering kali mereka menjadi objek dalam pameran-pameran,” katanya Senin (30/9/2024).

Di peran-peran kecil tersebut, Nano melihat tidak ada kelanjutan bagaimana peta jalan (roadmap) untuk seniman dan perupa disabilitas kedepan. Atau setidaknya para rekan-rekan disabilitas yang memilih profesi seni sebagai mata pencaharian. Kehadiran Equalitera Artspace adalah kesetaraan. Dimana ruang pamer ini memberikan ruang pamer yang sama besarnya bagi perupa disabilitas maupun non disabilitas.

Equalitera diambil dari kata Equality yang berarti kesetaraan dan terra yang berarti tanah atau bumi, tempat hidup. Atau juga kata Litera yang diambil dari literasi yang dimaknai sebagai pengetahuan, keterampilan dalam aktivitas tertentu. Equalitera bisa diartikan sebagai tempat hidupnya pengetahuan dan keterampilan yang mengedepankan kesetaraan.

Peran dan tujuan Equalitera Artspace adalah memberi ruang presentasi seni yang layak bagi disabilitas pelaku seni dan sebagai ruang pertemuan, kolaborasi, gagasan dan kreativitas antara disabilitas dan non disabilitas pelaku seni. Selain itu mewujudkan ruang edukasi seni yang inklusif, pengembangan karier disabilitas pelaku seni, berperan serta dalam mewujudkan ekosistem seni yang inklusif dan pewacanaan dan pengarsipan.

Ketua Jogja Disability Arts, Sukri ‘Butong’ Budi Dharma menyebut kehadiran Equalitera seperti menjawab harapan perupa disabilitas akan ruang pamer sendiri. Equalitera akan menjadi panggung untuk menampilkan karya agar lebih dikenal luas. “Perupa disabilitas ingin menggali potensinya tanpa harus dibantu orang lain. Mereka membutuhkan ruang dan peluang, agar karya mereka bisa bersaing dan ditempatkan di ruang publik. Ini akan menyingkirkan stigma negatif tentang difabel,” katanya.

Bersamaan dengan pembukaan Equalitera Artspace, turun dipamerkan 80 lukisan dan patung dari 35 seniman gabungan bagi perupa disabilitas maupun non disabilitas bertajuk ‘Akar Rasa Setara’.

Tenaga Ahli Wakil Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudi Gunawan mengharapkan Equalitera Artspace menjadi media berkesenian supaya lebih mudah terciptanya masyarakat yang inklusif. Lewat seni, budaya inklusif akan lebih soft didekatkan ke masyarakat. “Jadi kita akan merasa teman-teman seniman disabilitas dan non disabilitas akan merasa bisa setara. Dalam berkarya bersama, ini menjadi poin penting. Semoga semangat ini bisa menular se-Indonesia,” tutupnya.

Video Terkini