Sukses

6 Bulan Buron, Terpidana Korupsi asal Papua Barat Ini Diciduk di Makassar

DPO terpidana korupsi asal Kejari Bintuni ditangkap di Makassar.

Liputan6.com, Makassar Tim Tangkap Buronan (Tabur) Gabungan Kejaksaan Tinggi Papua Barat (Kejati Papua Barat) bersama Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) dan Kejaksaan Negeri Makassar (Kejari Makassar) mengamankan seorang DPO terpidana korupsi asal Kejari Bintuni, Papua Barat, Marthinus Senopanda, Jumat 4 Oktober 2024 sekitar Pukul 19.58 Wita.

Martinus diamankan saat berada di sebuah rumah di Jalan Samalona Selatan Nomor 5 Perumahan Samalona Garden Metro Tanjung Bunga, Kelurahan Tanjung Merdeka, Kecamatan Tamalate, Makassar.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Papua Barat, Abun Hasbuloh Syambas menjelaskan, terpidana asal Kejari Bintuni merupakan pimpinan perusahaan PT. Fikri Bangun Persada Bintuni.

Adapun kasusnya, kata Abun, di mana pada tahun 2018 tepatnya Dinas Perindustrian Perdagangan dan Usaha Kecil Menengah (Disperindag dan UKM) Kabupaten Teluk Bintuni mendapatkan alokasi dana dengan tugas perbantuan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan Permendagri Nomor 98 Tentang Perubahan Tempat Peraturan Menteri Nomor 35 Tahun 2018 tanggal 20 September 2018 yang menugaskan pelaksanaan kegiatan pembangunan revitalisasi sarana perdagangan yang didanai melalui dana tugas perbantuan APBN Tahun 2018 sebesar Rp6 miliar untuk pembangunan Pasar Rakyat Babo Tipe C di Distrik Babo, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.

"Nah dalam hal itu terpidana Marthinus bertindak selaku kontraktor pelaksana," ucap Abun dalam keterangan persnya di Kantor Kejari Makassar didampingi Kasi Intel Kejari Makassar, Andi Alamsyah, Sabtu (5/10/2024).

Dalam pekerjaannya tersebut, Marthinus telah menerima 100 persen pencairan dana, sementara volume pekerjaannya tidak sesuai antara fisik di lapangan dengan kontrak pekerjaan pembangunan Pasar Rakyat Babo yang dimaksud.

Akibatnya, sebut Abun, perbuatan Marthinus mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp3.035.000.000 sebagaimana hasil audit kerugian negara oleh BPKP Provinsi Papua Barat.

 

2 dari 2 halaman

Perjalanan Sidang

Dalam persidangan, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bintuni menuntut Marthinus selaku terdakwa selama 4 tahun penjara denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan dan membebani membayar uang pengganti sebesar Rp458.100.000 subsider 1 tahun 6 bulan.

Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Bintuni kemudian menjatuhkan vonis kepada Marthinus selama 4 tahun penjara denda Rp200 juta dan membebani membayar uang pengganti sebesar Rp76.500.000.

"Atas putusan tersebut, Marthinus sempat banding dan hasilnya Pengadilan Tinggi menjatuhkan vonis selama 5 tahun penjara denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp458.100.000 subsider 1 tahun 6 bulan. Putusannya seirama dengan tuntutan JPU Kejari Bintuni," terang Abun.

Tak terima dengan putusan Pengadilan Tinggi di tingkat banding, Marthinus lalu kembali melakukan perlawanan dengan mengajukan kasasi. Dalam perjalanannya, Mahkamah Agung memutuskan menolak kasasi Marthinus dan menyatakan menguatkan putusan Pengadilan Tinggi tingkat banding yakni 5 tahun penjara denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp458.100.000 subsider 1 tahun 6 bulan.

"Pasca putusan kasasi dinyatakan inkrah, yang bersangkutan lalu dipanggil secara patut untuk memenuhi panggilan eksekusi atas putusan kasasi tersebut, namun dia tak datang dan akhirnya ditetapkan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) oleh Kejari Bintuni," ungkap Abun.

Abun menyebutkan, sejak putusan dinyatakan inkrah, Marthinus buron selama 6 bulan dan akhirnya berhasil ditangkap di Makassar, Sulsel.

"Jadi kita imbau bagi seluruh buronan untuk segera menyerahkan diri karena tak ada tempat yang aman bagi buronan untuk kabur," ujar Abun.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: