Sukses

Gus Yahya Sebut Minimal Separuh Kabinet Prabowo-Gibran Berisi Wakil dari NU

Untuk posisi menteri mana saja, Gus Yahya menyatakan itu terserah Presiden terpilih Prabowo. Tapi yang pasti, seluruh kader NU jika diberi mandat menjadi menteri selalu siap.

Liputan6.com, Yogyakarta - Ketua Pengurus Besar  Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf menyebut jika diukur dari skala geografis, seharusnya susunan kabinet yang akan disusun Presiden terpilih Prabowo Subianto minimal separuh adalah orang NU.Di bawah Presiden Prabowo, PBNU berharap berbagai warisan yang baik semasa Presiden Joko Widodo terus dikembangkan dengan lebih baik.

“Seperti saya bilang, fakta maupun realitas demografinya, menurut survei lebih dari separuh orang Indonesia adalah NU. Jadi kalau diukur secara demografi, kabinet nanti minimal separuh berisikan orang NU,” kata Gus Yahya di Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (8/10/2024).

Untuk posisi menteri mana saja, Gus Yahya menyatakan itu terserah Presiden terpilih Prabowo. Tapi yang pasti, seluruh kader NU jika diberi mandat menjadi menteri selalu siap. Tetapi PBNU sangat berharap di bawah presiden terpilih Prabowo, nantinya seluruh program yang dikembangkan dan diwariskan semasa dua periode Presiden Jokowi haruslah tetap dijalankan atau dijadikan lebih baik.

PBNU mencatat, selama dua periode pemerintahannya, Presiden Jokowi telah melakukan banyak hal baik. Kedekatan Prabowo-Jokowi dinyatakan baik sekali karena akan mendorong berkesinambungan inisiatif-inisiatif strategis yang dimulai Presiden Jokowi. “Kalaupun harus ada perubahan juga harus dibicarakan bersama. Supaya inisiatif yang diambil tidak sia-sia, supaya tidak hilang begitu saja. Sebelum apa yang menjadi visinya tercapai,” lanjutnya.

Di Fisipol UGM, Gus Yahya menjadi pembicara utama di ‘Simposium Pesantren 2024: Strategi Penguatan Pesantren Sebagai Pilar Masa Depan Indonesia’. Selama lebih dari satu jam, Gus Yahya menyebut banyak tantangan yang akan dihadapi pesantren di masa depan untuk bisa menjadi pilar pembangunan bangsa.

Salah satu tantangannya adalah bagaimana seharusnya pemerintah itu hadir di 40 ribu pesantren untuk bisa mengatur kehidupan yang lebih dari 12 juta menetap di pesantren. Pesantren tidak boleh dibiarkan hidup sendiri, jadi semuanya harus diatur. “Jadi kemunculan berbagai kasus karena memang tidak ada pemerintah. Tidak ada kontrol, tidak ada alat untuk membuat standar dan lain sebagainya,” jelasnya.

PBNU setahun terakhir, disebut Gus Yahya telah membangun sebuah tim yang mengurusi masalah ini sehingga bisa mengusulkan berbagai inisiatif dan memberi ruang bagi pemerintah terlibat membangun pesantren. Diharapkan kehidupan pesantren itu seharusnya ditata dan diatur seperti lembaga pendidikan formal lainnya seperti sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, dimana semuanya ada keterlibatan pemerintah. “Pesantren membutuhkan itu, tidak boleh kita biarkan. Jika realita ini dibiarkan maka, kedepannya pesantren akan menjadi pilar di bagian mana dalam membangun bangsa ini,” terangnya.