Liputan6.com, Kendari - Pengadilan Negeri Konawe Selatan menangguhkan penahanan guru honorer Supriyani (38), guru SD di Konawe Selatan. Penangguhan penahanan, ditandatangani Hakim Pengadilan Negeri Andoolo Konawe Selatan, Selasa (22/10/2024).Â
Sebelumnya, kasus Supriyani guru di SDN 4 Baito viral usia dituduh menganiaya seorang murid SD kelas I pada April 2024. Bocah tersebut mengalami luka memanjang pada paha bagian belakang.
Beredar informasi, orang tua korban yang merupakan anggota polisi yang bertugas di Polsek Baito Konawe Selatan diduga meminta sejumlah uang Rp50 juta terkait kasus ini. Permintaan uang ini, disampaikan melalui kepala desa setempat.Â
Advertisement
Usai bebas, Supriyani mendatangi Kantor LBH Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sultra. Saat wartawan mewawancarai ibu dua anak ini, dia tetap keukeuh mengatakan tidak pernah mengani bocah SD hingga mengalami luka dan kasusnya menjadi viral.
"Saya tidak pernah lakukan pemukulan, tidak pernah," ujar Supriani.Â
Terkait permintaan uang Rp 50 juta, Supriani mengatakan, permintaan itu bukan datang langsung dari orang tua korban. Namun, berasal dari orang lain.Â
Orang yang dimaksud yakni, kepala Desa setempat. Guru honorer yang sudah 16 tahun mengajar di SD Baito ini mengungkap, kepala desa menawarkan perdamaian antara Supriani dan orang tua korban.Â
Namun, kata Supriani, orang tua bocah SD di Konawe Selatan yang mengaku dipukul, tidak terima jika uang damai dibawah Rp50 juta. Hal ini disampaikan kepala desa kepada Supriani menirukan perkataan orang tua korban.
"Tapi saya tidak mau bayar, selain saya tak memukul murid itu, saya juga tak mampu dan tak punya uang sebanyak itu," ujar guru yang memiliki gaji sebesar Rp300 ribu per bulan ini.Â
Supriani menambahkan, dia merupakan wali kelas IB SDN 4 Baito. Sedangkan bocah SD yang mengaku menjadi korban pemukulan guru, kelas I A. Wali kelas IA itu, diketahui bernama Lilis.Â
Ketua LBH HAMI Sultra Andre Darmawan mengatakan, pihaknya turun langsung ke lapangan karena prihatin dengan kondisi Supriyani. Kata dia, LBH akan mencari kebenaran yang sesungguhnya dari kasus ini.Â
"Banyak kejanggalan dalam kasus ini, kalau melihat dakwaan dari jaksa, anak ini dipukul satu kali," bener Andre Darmawan.Â
Namun, kata Andre, luka ini bukan seperti luka pukulan gagang sapu jika seperti dalam dakwaan. Hal ini dikuatkan dari keterangan salah seorang guru sekolah bernama Nur Aisah pada tanggal 24 April.
"Guru itu melihat langsung luka ini, lukanya seperti melepuh," Kata Andre.
Hal lainnya, menurut Andre, keterangan dari guru sekolah bernama Lilis terkait jam belajar sekolah. Dalam Dakwaan JPU, Ibu Supriyani dilaporkan memukul sekitar jam 10 di ruangan ibu guru Lilis kelas IA. Saat itu, Lilis yang menjadi wali kelas sedang izin keluar karena ada keluarga sakit.
"Sedangkan pada kenyataannya, Ibu Supriyani mengajar di kelas sebelah Kelas IB. Kemudian, jam 10 itu adalah jadwal pulang anak anak kelas Satu. Pada jam itu, Kebiasaan guru sehari hari yakni membersihkan ruangan," ujar Andre.Â
Sebelumnya, penyidik polisi mengatakan, bocah SD tersebut dipukul saat sedang bercerita dengan rekan-rekannya. Sedangkan, pada kenyataannya jam 10, guru kelas sudah memulangkan anak anak SD kelas I.Â
Supriyani menyebut polisi beberapa kali melakukan mediasi. Dia mengungkap, saat mediasi, Supriyani diminta agar mengaku sebanyak dua kali oleh penyidik Polsek bernama Jepri.
Supriyani guru di Konawe Selatan yang dituduh menganiaya Konawe Selatan juga membenarkan pernah datang ke kepala desa. Namun, bukan untuk mengakui perbuatan tetapi meminta maaf jika ada kesalahannya sebagai guru dalam mendidik murid selama sekolah di SDN 4 Baito.Â
Â
Polisi Gunakan Anak Kecil Sebagai Saksi
Ketua LBH HAMI Kendari Andre Darmawan juga menyoroti penyidik yang menggunakan anak kecil sebagai saksi di TKP. Menurutnya, hal ini tidak dibenarkan dalam undang-undang jika benar kenyataannya.Â
"Sebab, mereka tidak dbawah sumpah dan belum cukup umur," ujar Andre.Â
Dia menambahkan, jika anak kecil hanya sebagai petunjuk, polisi bisa menyinkronkan dengan alat bukti. Kemudian, apakah petunjuk ini sesuai dakwaan JPU atau tidak. Terkait hal ini, pihaknya akan mengetahui saat persidangan.Â
"Yang jelas, yang melihat kejadian hanya 2 orang anak kecil rekan kelas bocah yang mengaku dipukul," ujar Andre.
Terkait upaya damai yang Terus dibangun sampai hari ini, Andre juga menyoal sikap orang tua bocah.Â
"Kalau damai, kami berharap sejak dari awal. Tidak perlu lanjut sampai heboh begini. Terkait permintaan Rp 50 juta ke Ibu Supriani, kami pikir itu berlebihan, Gaji supriyani hanya honorer Rp 300 ribu perbulan," ujar Andre.
Advertisement
Kasus Supriani Guru di Konawe Selatan
Sebelumnya diberitakan, Supriani (38) seorang guru di Konawe Selatan harus mendekam di Rutan Kejaksaan Konawe Selatan usai dipaksa mengakui telah menganiaya seorang bocah SD kelas 2. Sejak Rabu (16/10/2024), guru honorer di SDN 4 Baito Desa Wonua Raya Konawe Selatan itu, mendekam di balik jeruji besi.
Pada April 2024, setelah kasus bergulir di polisi, Supriani berupaya berdamai dengan keluarga. Alasannya, dia membantah menganiaya bocah SD tersebut.
Namun, pihak orang tua murid, tidak mau mengamini permintaan guru honorer yang mengajar sejak 2009 itu. Kata pihak keluarga Supriani, orang tua bocah SD yang mengaku sempat meminta uang damai hingga Rp50 juta. Namun, Supriani tidak menyanggupi karena tak memiliki duit. Selain itu, Supriani juga tidak memukul korban.Â
Supriyani hanyalah seorang guru honorer yang menerima insentif tiap tiga bulan sekali. Gajinya tiap bulan sebesar Rp300 ribu. Belum lagi, dia harus menghidupi dua orang anaknya. Sedangkan suaminya, hanyalah seorang petani di kampung.
Â