Liputan6.com, Bandung - Pusat Riset Teknologi Tepat Guna (PRTTG) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjajaki kerja sama membangun mesin plasma ramah lingkungan yang diajukan oleh Politeknik Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STTT) Bandung.
Menurut salah satu dosen STTT Bandung, Mohamad Widodo, yang datang ke BRIN pada bulan lalu (Kamis, 17/10/2024) menyebutkan penjajakan ini merupakan bagian dari riset yang sedang dikerjakan di STTT Bandung dengan pembiayaan program SPIRIT dari Kementerian Perindustrian dengan judul 'Rancang Bangun Mesin Plasma Lucutan Berpenghalang Dielektrik (Dielectric Barrier Discharge) Bertekanan Atmosfir untuk Proses Penyempurnaan Tekstil Fungsional Ramah Lingkungan Tanpa Air'.
"Kunjungan ini juga untuk mendiskusikan pembuatan rangka alat/mesin plasma untuk proses penyempurnaan/modifikasi kain tekstil dan menjajaki kemungkinan kerjasama penelitian bersama terkait proses plasma maupun proses tekstil lainnya," jelas Widodo dalam siaran medianya, ditulis Bandung, Sabtu (2/11/2024).
Advertisement
Widodo mengatakan penjajakan kerja sama tersebut diharapkan dapat untuk mendesain dan menggambarkan dalam pembuatan peralatan teknologi tepat guna (TTG) untuk diterapkan pada tekstil dengan menggunakan teknologi plasma.
Baca Juga
Widodo menambahkan pengembangan alat yang diharapkan adalah plasma generator berbasis Dielectric Barrier Discharge yang bermanfaat untuk proses penyempurnaan atau modifikasi kain tekstil.
"Karenanya dari hasil pertemuan ini ada tindaklanjut untuk finalisasi desain rangka alat plasma dan pembuatan alat sesuai desain," tambah Widodo.
Sementara itu Kepala PRTTG-BRIN, Achmat Sarifudin menyebut PRTTG memiliki peran dalam pengembangan teknologi peralatan pangan yang mendukung pertanian dan pangan, sementara terkait di bidang riset teknologi tekstil yang basisnya adalah bahan organik berada dan dapat dilakukan kolaborasi di Pusat Riset Agroindustri (PRA)-BRIN.
Achmat katakan, secara historis progres TTG yang dilakukan di PRTTG pada tahun 2021-2022 yaitu dimana PRTTG membuat TTG sesuai kebutuhan pengguna (user) seperti teknologi lingkungan, teknologi pangan, dan teknologi energi.
"Periset harus membuat peralatan yang dibutuhkan dan membentuk kelompok-kelompok riset yang pada waktu itu ada 5 kelompok riset terkait peralatan mesin prapanen dan pascapanen, pengemasan penyimpanan, pascapanen termal, pasca panen non termal, dan mesin dinamis," ungkap Achmat.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Teknologi Plasma Pada Bahan Tekstil
Dilansir Buletin Tekstil, Magister Rekayasa Tekstil dan Apparel, Andrian Wijayono menjelaskan perlakuan plasma telah secara ekstensif diminati pada berbagai bidang aplikasi industri seperti misalnya dalam industri medis, biomedis, otomotif, elektronik, dan termasuk juga tekstil.
Hingga Maret 2022, Andrian menyebutkan terdapat banyak penelitian dasar mengenai aplikasi plasma yang secara intensif telah dilakukan dalam dekade terakhir di bidang tekstil.
"Penelitian tersebut telah meningkatkan pengetahuan tentang kemungkinan penerapan kebermanfaatan proses plasma dalam memenuhi berbagai kebutuhan industri tekstil," tulis Andrian.
Berdasarkan tren riset terkini telah ditemukan beberapa contoh pengaplikasian proses plasma dalam meningkatkan sifat wettability pada bahan tekstil yang bersifat hidrofob, peningkatan sifat dyeability bahan tekstil, peningkatan sifat printability bahan tekstil, peningkatkan sifat tahan susut pada kain yang terbuat dari serat wol, maupun hingga pada pengaplikasian tekstil teknis untuk memperoleh sifat antibakteri, serta aplikasi lainnya yang cukup luas.
"Secara populer, masyarakat secara luas hanya mengenal terdapat tiga jenis fasa di alam semesta ini, yaitu padat, cair dan gas," kata Andrian.
Andrian menerangkan ketika suatu materi padat diberikan sejumlah energi hingga melampaui titik lelehnya, maka materi tersebut akan berubah menjadi cair.
Selanjutnya apabila materi cair tersebut diberikan sejumlah energi lagi hingga melampaui titik didihnya, maka materi tersebut akan berubah menjadi fasa gas.
"Sehingga secara umum yang secara luas dikenal hanya ada tiga jenis fasa, yaitu padat, cair dan gas. Selain ketiga fasa tersebut sebenarnya terdapat fasa ke-4, yaitu plasma," ujar Adrian.
Â
Advertisement
Penjelasan soal Plasma
Ketika suatu materi gas diberikan sejumlah energi hingga melampaui titik ionisasinya, maka gas tersebut akan berubah menjadi plasma.
Secara umum di laboratorium para peneliti membangkitkan plasma dengan memberikan sejumlah energi medan listrik berfrekuensi tinggi hingga pada tingkat radio maupun microwave) pada sebuah gas pengion, sehingga gas tersebut berubah menjadi plasma.
"Lebih lanjut mengenai teknik dan pembangkitan plasma dipelajari secara ekstensif dalam bidang ilmu fisika plasma," ungkap Andrian.
Plasma merupakan gas terionisasi yang dapat dibangkitkan dengan medan listrik non homogen yang terkontrol dengan media gas pengion. Plasma terdiri atas ion positif, elektron, atom atau molekul gas netral, sinar UV dan juga atom-molekul gas tereksitasi, yang dapat membawa sejumlah besar energi.
"Semua spesies ini dapat berinteraksi dengan permukaan apa pun yang bersentuhan dengan plasma, termasuk bahan tekstil," tutur Andrian.
Khusus untuk bahan tekstil, jenis plasma yang digunakan merupakan jenis plasma dingin, yaitu plasma yang tidak menghasilkan suhu destruktif pada bahan tekstil namun dapat memberikan efek tertentu pada permukaan bahan.
Ketika plasma bersentuhan pada permukaan bahan tekstil, maka plasma secara probabilistik dapat menghasilkan perubahan gugus fungsi permukaan pada bahan tekstil (surface activation), pengikisan permukaan (surface etching), deposisi zat kimia pada permukaan (surface deposition), serta perubahan-perubahan lainnya.
"Industri proses basah tekstil konvensional sangat boros dalam penggunaan air dan energi serta menyumbang beban cemaran tinggi terhadap lingkungan yang berasal dari penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya," ucap Andrian.
Fokus pengembangan teknologi untuk industri kini dititikberatkan pada teknologi yang mampu melakukan efisiensi penggunaan air, energi dan bahan kimia. Teknologi plasma diharapkan dapat menjadi salah satu solusi permasalahan pada industri proses basah tekstil ini.
"Perlakuan plasma pada bahan tekstil dianggap sebagai teknologi ramah lingkungan, karena kemampuannya dalam memberikan sifat tertentu pada sebuah bahan yang berbeda dalam keadaan kering (dry process state – proses tanpa menggunakan air) dan tanpa atau dengan tambahan bahan kimia minimum dalam waktu yang relatif singkat," jelas Andrian.
Tidak seperti pengolahan basah (wet process) dan kimia konvensional, pengolahan plasma tidak memerlukan penggunaan pelarut atau air, dan hal tersebut merupakan salah satu keunggulan yang diusung melalui teknologi ini.