Sukses

Gelombang PHK Meningkat, DPR Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Ekonomi

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) hingga akhir Oktober 2024, sebanyak 59.796 terkena PHK. Jumlah ini mengalami peningkatan sebanyak 25.000 dalam tiga bulan terakhir.

Liputan6.com, Jakarta- Jumlah tenaga kerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) terus meningkat. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) hingga Oktober 2024, sebanyak 59.796 terkena PHK, jumlah ini mengalami peningkatan sebanyak 25.000 dalam tiga bulan terakhir.

Fathin, salah satu warga yang terdampak PHK mengaku terpaksa dirumahkan, karena pendapatan tempatnya bekerja menurun. Ia bercerita tak pernah menyangka akan terkena PHK karena efisiensi keuangan perusahaan.

Bahkan, mantan pegawai restoran cepat saji ini juga merasa kesulitan menemukan pekerjaan baru, apalagi di tengah persaingan dunia kerja yang ketat. Ia juga berharap adanya solusi dari pemerintah agar gelombang PHK dapat teratasi, sehingga pengangguran semakin berkurang.

"Saya tidak tahu pasti penyebab sulitnya mencari kerja sekarang. Mungkin karena situasi ekonomi yang memang lagi sulit di mana-mana. Setelah di-PHK, saya bingung mau kerja apa lagi, sementara kebutuhan keluarga terus berjalan," ungkap Fathin, Senin (11/11/2024).

Anggota DPR Fraksi PKB Arzeti Bilbina menyoroti meningkatnya angka gelombang PHK yang menerjang Indonesia. Ia menyatakan bersama pemerintah sedang berupaya untuk memperluas lapangan kerja sektor formal bagi generasi muda.

Menurutnya, upaya tersebut dilakukan dengan mendorong peningkatan kualitas pendidikan hingga pelatihan vokasi. Langkah ini untuk mengantisipasi dampak ekonomi dan PHK.

“Kami berharap agar generasi muda yang termasuk dalam Gen-Z tentunya mereka akan lebih siap memasuki dunia kerja,” kata Arzeti.

Pihaknya juga berupaya akan memberikan lain dukungan lain seperti investasi hingga peningkatan program usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Langkah ini tentunya berguna untuk mendorong perluasan lapangan kerja. 

Ia juga menyerukan peningkatan dukungan pemerintah melalui insentif pajak bagi perusahaan di tengah lesunya ekonomi. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat bertahan mempertahankan tenaga kerja dan mendapatkan stimulus yang baik.

“Selain itu juga pemerintah sangat perlu untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan juga akan memperkuat hasil domestik agar tidak bergantung pada ekspor yang rentan terhadap perubahan geopolitik atau ekonomi global,” jelasnya.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli juga menyatakan akan berupaya menekan angka pengangguran dengan menggandeng pihak swasta. Ia mengatakan kolaborasi perlu didorong, agar muncul inovasi baru untuk UMKM di masa depan.

Yassierli menyerukan agar setiap daerah untuk membangun sistem peringatan dini (early warning system) terhadap potensi PHK di perusahaan-perusahaan. Bahkan ia menilai di tengah kondisi ekonomi yang sulit, harus ada upaya luar biasa yang dilakukan salah satunya dengan menangkap berbagai peluang.

"Pemerintah serius untuk merespons isu terkait kekhawatiran adanya PHK, masih tingginya tentang pengangguran dan lain-lain," ujarnya.

Tak hanya itu, Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menanggapi meningkatnya gelombang PHK dalam belakang ini. Ia menyebutkan ada dua faktor yang mendorong PHK massal yakni pelemahan daya beli masyarakat dan gerakan boikot produk tertentu.

“Jadi, kalau daya beli turun, ini terimbas pada produk-produk industri yang dibeli makin sedikit,” Tauhid menimpali.

Sekedar informasi, pengurangan karyawan juga dialami perusahaan yang menaungi jaringan restoran waralaba KFC Indonesia, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST). Perusahaan tersebut mencatat rugi bersih Rp 557,08 miliar hingga kuartal III-2024.

Imbasnya, perusahaan tersebut menutup 47 gerai dan melakukan efisiensi karyawan sebanyak 2.274 orang. Hal itu tercatat dalam laporan keuangan, ada sebanyak 13.715 karyawan hingga 30 September 2024, dari 15.989 karyawan pada 31 Desember 2023.