Sukses

Masyarakat Adat NTT Gelar Ritual Sakral 'Tito Bado Odong Gahu' Minta Perlindungan Leluhur dari Amuk Murka Gunung Lewotobi

Masyarakat adat di dusun Boganatar, Desa Kringa Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, NTT, menggelar ritual adat 'Tito Bado Odong Gahu' meminta perlindungan leluhur dari amuk murka Gunung Lewotobi.

Liputan6.com, Sikka - Masyarakat adat di dusun Boganatar, Desa Kringa Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka NTT, menggelar ritual adat 'Tito Bado Odong Gahu', sebagai upaya menolak bala dan meminta perlindungan leluhur dari amuk murka Gunung Lewotobi Laki-Laki, yang sampai hari ini masih terus erupsi. Ritual itu digelar di rumah sesepuh adat, Yang Lewar, Senin siang (11/11/2024) kemarin.

Yan Lewar merupakan salah satu sesepuh sentral di Boganatar. Ia bergelar 'Marang' atau pelantun mantra saat seremonial adat bersama tetuah suku Lewar lainnya.

Di atas meja sudah disediakan sejumlah telur ayam, daun sirih, dan tembakau. Sesajen ini disimpan pada wadah yang berbahan daun lontar, kecuali telur ayam kampung diletakkan di atas potongan tempurung kelapa.

Yan duduk berdekatan dengan Petrus Wahan Lewar, Tuan Tanah Boganatar. Mereka adalah garis turunan tulen yang mendiami kampung itu sejak turun temurun. Keduanya memakai sarung dan kain selempang yang melingkari lehernya.

Setelah semuanya disiapkan, Petrus dan Yan berjalan kaki ke arah bukit. Jaraknya sekira 1 kilometer dari Boganatar. Mereka menggelar ritual sakral yang dikenal dengan nama 'Tito Bado Odong Gahu'.

Tokoh Adat Boganatar, Paulus Nong Sina, mengatakan ritual 'Tito Bado Odong Gahu' bertujuan mengusir segala hal negatif akibat erupsi besar Gunung Lewotobi Laki-laki yang dampaknya semakin terasa ke masyarakat Boganatar.

"Seremonial untuk usir semua dampak buruk dari Gunung Lewotobi Laki-laki seingga tidak menyusahkan masyarakat. Supaya material panas, gempa, dan segala bentuk penyakit tidak masuk ke sini, kami usir jauh-jauh," ujar Paulus.

Selain untuk warga Bogantar di Desa Kringa, ritual itu juga demi kebaikan masyarakat Desa Kringa seluruhnya, termasuk empat desa lain, Timu Tawa, Hikong, Udek Duen, dan Ojang.

"Lima desa ini sudah terdampak. Kami gelar di Dusun Boganatar, para tetuah adat di wilayah masing-masing juga biasa buat upacara yang sama, semuanya untuk menghalau hal buruk," ungkapnya.

Paulus menambahkan, ritual Tito Bado Odong Gahu juga bertujuan memohonan perlindungan luluhur agar melindungi para pengungsi yang masih ada di tempat itu.

Saat ritual berlangsung, 'Maring' atau pelantun mantra meminta bumi agar tetap kuat lewat kalimat 'Nian Giit Tana Mangan'. Termasuk lanjutan mantra susulan yang teramat rumit dan panjang.

"Sekurang-kurangnya untuk semua kita yang ada di lima desa ini, memohon perlindungan agar selalu sehat dan selamat," tuturnya.

Dusun Boganatar di Desa Kringa adalah salah satu dari lima desa di Kecamatan Talibura yang terdampak abu vulkanik Gunung Lewotobi Laki-laki.

Pengungsi asal Desa Nawokote dan Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur bertahan di tempat ini sejak, Minggu, 3 November 2024 atau saat letusan besar terjadi.

Namun, sebagian besar dari mereka sudah dipindahkan Pemerintah Daerah Flores Timur ke Posko Desa Kobasoma dan Posko Gerong, Kecamatan Titehena, Minggu sore (10/11/2024).

2 dari 2 halaman

Evakuasi Terus Dilakukan

Sementara itu, tim pencarian dan penyelamatan (SAR) gabungan terus melakukan evakuasi korban terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kepala Kantor Basarnas Maumere Supriyanto Ridwan dalam keterangan yang diterima di Labuan Bajo, Senin mengatakan hingga pukul 12.00 Wita Tim SAR gabungan telah melakukan evakuasi sebanyak 66 orang warga Desa Boganatar, Kecamatan Talibura yang sebelumnya mengungsi di sekolah menuju Posko Pengungsian Kobasoma.

"Kemarin sore juga tim mengevakuasi ratusan warga desa Hikong menuju Posko Pengungsian Kobasoma," katanya.

Ia menambahkan Tim SAR gabungan akan terus mengambil aksi cepat apabila menerima permintaan evakuasi karena sesuai fakta di lapangan erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki masih tergolong fluktuatif.

Supriyanto juga mengatakan, berdasarkan koordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Flores Timur, hingga 10 November 2024 pukul 20.00 Wita terdapat sebanyak 12.288 warga yang mengungsi akibat erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki.

Belasan ribu pengungsi tersebut tersebar di beberapa wilayah seperti di Kecamatan Titehena sebanyak 6.375 Jiwa, Kecamatan Wulanggitang 1.236 Jiwa, Kecamatan Ile Bura 127 Jiwa, Kecamatan Demon Pagong 302 Jiwa, Kecamatan Larantuka 365 Jiwa, Kecamatan Ile Mandiri dan Lewolema 46 Jiwa, Pulau Adonara 12 Jiwa, dan di Kabupaten Sikka sebanyak 3.835 Jiwa.