Sukses

21 Persen Orang Indonesia Alami Kehilangan Gigi, Ini Penjelasannya

Sementara itu, gigi palsu yang tepat sangat penting tidak hanya sebagai kebutuhan gigi, tetapi juga untuk menjaga kesehatan jangka panjang dan kesejahteraan pribadi.

Liputan6.com, Yogyakarta - Masalah gigi, termasuk kehilangan gigi, merupakan masalah yang meluas di Indonesia. Faktanya, 21 persen orang Indonesia mengalami kehilangan gigi.

Jika dianalisis berdasarkan kelompok usia, terlihat bahwa meskipun individu berusia di atas 65 tahun memiliki tingkat kejadian tertinggi, yaitu 46,5 persen populasi yang lebih muda juga terdampak secara signifikan. Secara khusus, 8,5 persen orang yang berusia 15-24 tahun, 12,3 persen yang berusia 25-34 tahun, 18 persen yang berusia 35-44 tahun, dan 26,4 persen yang berusia 45-54 tahun mengalami kehilangan gigi.

Situasi ini menjadi perhatian Polident yang kemudian meluncurkan kampanye bertajuk Balikin Senyum karena yang jelas adalah tidak ada yang bebas dari risiko kehilangan gigi. Hal tersebut disampaikan Dhanica Mae Dumo Tiu, General Manager Haleon Indonesia, saat bertemu media dalam launching kampanye Balikin Senyum di Phoneix Hotel, Kamis (14/11/2024).

"Meskipun angka-angka tersebut tinggi, 91,9 persen orang Indonesia melaporkan tidak mengunjungi dokter gigi dalam setahun terakhir, dan prevalensi penggunaan gigi palsu di Indonesia hanya mencapai 3,1 persen. Ini menunjukkan adanya kesenjangan besar dalam kesadaran perawatan gigi dan hambatan akses ke layanan tersebut," ungkap Dhanica.

Sementara itu, gigi palsu yang tepat sangat penting tidak hanya sebagai kebutuhan gigi, tetapi juga untuk menjaga kesehatan jangka panjang dan kesejahteraan pribadi.

Kehilangan gigi yang berlangsung lama dapat sangat memengaruhi kualitas hidupseseorang, membuatnya sulit untuk menikmati hal-hal sederhana, termasukmenghabiskan waktu berkualitas dengan orang terkasih dan menikmati makanan favorit mereka.

"Ini mengapa kami keluarkan kampanye #BalikinSenyum yang baru, yang sejalan dengan prioritas transformasi layanan kesehatan dari Kementerian Kesehatan. Kami perkenalkan hari ini di Jogja, berkolaborasi dengan stakeholder terkait untuk menggelorakan semangat ini," lanjutnya.

Polident menggandeng UGM, Kimia Farma, KitaBisa, Ikatan Prostodonsia Indonesia (IPROSI) Yogyakarta, Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Yogyakarta dan Dinas Kesehatan DIY untuk mewujudkan senyum cerah masyarakat yang mengalami gigi ompong. Mereka juga mengenalkan POLINA, chatbot pertama berbasis AI di Indonesia yang didedikasikan untuk menjawab pertanyaan pengguna terkait kehilangan gigi dan perawatan gigi palsu dengan menggunakan bahasa alami, yang tersedia melalui WhatsApp.

"Kami juga memberikan produk gigi palsu gratis bagi mereka yang membutuhkan dan membuat serangkaian video edukasi untuk meningkatkan literasi tentangperawatan gigi dan penggunaan gigi palsu," tandasnya.

Sementara, Junus Koswara, Plt Direktur Utama dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Kimia Farma Apotek, mengapresiasi kampanye Balikin Senyum yang menunjukkan komitmen meningkatkan kesadaran masyarakat merawat gigi dan mulut. Pihaknya berkomitmen ikut berperan aktif dengan ikut mensosialisasikan di 1245 apotek seluruh Indonesia.

"Kita tak hanya bicara pengobatan, bagaimana kita menjadi tua namun dengan kualitas hidup yang baik. Kampanye Balikin Senyum menjadi gerakan sosial yang secara bersama menghadirkan solusi nyata untuk masyarakat yang membutuhkan. Semoga ini menjadi langkah awal mendukung kesehatan mulut dan gigi di Indonesia. Apoteker kami ada 6500 dan ini menjadi ruang yang baik untuk mensosialisasikan," tandasnya.

Dukungan senada disampaikan drg Trianna Wahyu Utami, Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat dan Kerjasama Fakultas Kedokteran Gigi UGM, yang menilai persoalan gigi dan mulut di Indonesia masih sangat besar. Kolaborasi pemerintah, perguruan tinggi, swasta dan media menjadi kunci bagaimana meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

"Kegiatan ini kami yakin bisa memberi dampak pada masyatakat meski terkesan kecil. Jumlah lansia perlahan akan makin banyak, tugas kita memastikan mereka mendapatkan kualitas hidup yang baik. Harapannya kolaborasi tak berhenti di sini dan kami akan terus berusaha memberikan sumbangsih pemikiran tentang problem yang dihadapi," pungkasnya.