Sukses

Rekomendasi Wisata Sejarah di Surabaya

Beberapa situs bersejarah di Surabaya menyimpan makna dan sejarah mendalam, sehingga mampu menambah wawasan para wisatawan.

Liputan6.com, Surabaya - Kota Surabaya menjadi salah satu destinasi tepat bagi wisatawan yang ingin berwisata sejarah. Sebagai kota yang memegang peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Kota Pahlawan ini memiliki banyak spot wisata sejarah yang wajib dikunjungi.

Beberapa situs bersejarah di Surabaya menyimpan makna dan sejarah mendalam, sehingga mampu menambah wawasan para wisatawan. Mengutip dari kemenparekraf.go.id, berikut rekomendasi wisata sejarah Surabaya:

1. Gedung Internatio

Gedung Internatio berlokasi di Krembangan Selatan, Kota Surabaya. Lokasinya tak jauh dari Jembatan Merah.  

Dahulu, gedung ini bernama Internationale Crediet-en Handels-Vereeniging. Tempat ini merupakan tempat pengelolaan perdagangan di era kolonial Belanda.

Gedung Internatio juga pernah menjadi markas tentara sekutu saat awal datang ke Surabaya. Pada 30 Oktober 1945, gedung ini menjadi lokasi baku tembak dengan rakyat Surabaya yang menjadi awal peristiwa besar 10 November 1945.

2. Gedung Siola

Gedung Siola berlokasi di Jalan Tunjungan, Kecamatan Genteng, Surabaya. Pada 2015, gedung ini resmi ditetapkan sebagai museum di Surabaya.

Gedung Siola merupakan salah satu saksi sejarah pertempuran 10 November 1945. Awalnya, bangunan ini digunakan sebagai lokasi perusahaan tekstil terkenal milik investor Inggris yang dibangun pada 1877.

Selanjutnya, gedung ini sempat diambil alih oleh pihak Jepang dan berganti nama menjadi Toko Chiyoda. Pada 10 November 1945, gedung ini dijadikan markas pertahanan arek-arek Surabaya.

Setelah perang berakhir, gedung ini sempat terbengkalai. Kemudian pada 1950, Presiden Soekarno menjadikan gedung ini sebagai salah satu aset Pemerintah Kota Surabaya.

3. Hotel Majapahit

Hotel Majapahit berlokasi di Jalan Tunjungan No.65, Genteng, Surabaya. Bangunan hotel ini menjadi saksi sejarah penting.

Pada 19 September 1945, hotel ini menjadi tempat perobekan warna biru di bendera Belanda menjadi bendera Merah Putih. Awalnya, hotel ini bernama L.M.S Hotel yang didirikan pada 1910 oleh Sarkies bersaudara.

Hotel ini mengalami pergantian nama beberapa kali, mulai dari Hotel Oranje, Hotel Yamato, Hotel Hoteru, hingga kini menjadi Hotel Majapahit. Saat ini, Hotel Majapahit telah ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya Nasional oleh Kemendikbud.

4. Jembatan Merah

Jembatan Merah bukanlah jembatan wisata biasa. Jembatan ini menjadi saksi perjuangan rakyat Surabaya saat berperang melawan musuh dalam peristiwa 10 November 1945.

Jembatan Merah berada tepat di atas Kali Mas. Jembatan ini menjadi penghubung daerah Surabaya bagian timur dan barat yang dibuat pada era Jenderal Daendels.

 

2 dari 2 halaman

Monumen Tugu Pahlawan

5. Monumen Tugu Pahlawan

Monumen Tugu Pahlawan merupakan salah satu bangunan bersejarah sekaligus ikon Kota Surabaya. Monumen ini sengaja dibangun untuk memperingati peristiwa Pertempuran 10 November 1945 yang terjadi di Surabaya.

Tugu Pahlawan memiliki 10 lengkungan dengan 11 ruas di bagian tiangnya yang melambangkan tanggal terjadinya peristiwa 10 November. Secara filosofis, bangunan Tugu Pahlawan melambangkan simbol perjuangan masyarakat Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan RI.

6. Museum 10 November 

Masih berada di kawasan yang sama dengan Tugu Pahlawan, terdapat Museum 10 November. Museum ini menyimpan sisa peninggalan perjuangan rakyat Surabaya, termasuk transkrip suara ikonik Bung Tomo saat memberi semangat kepada arek Surabaya yang sedang berjuang kala itu.

Museum ini didirikan pada 10 November 1991 dan diresmikan pada 19 Februari 2000. Museum 10 November memiliki bentuk arsitektur bangunan yang unik, yakni berbentuk piramida. 

7. Penjara Kalisosok

Penjara Kalisosok berlokasi di Jalan Kasuari No.5, Krembangan Selatan, Krembangan, Surabaya. Destinasi wisata ini merupakan bangunan bekas penjara pada zaman kolonial.

Bangunan yang dibangun pada era Gubernur Jenderal Herman Williams Daendels ini dulunya digunakan untuk menahan para tawanan militer Belanda yang bersalah dan penduduk asli yang membangkang. Pada zaman Hindia Belanda, penduduk asli ini dijuluki sebagai orang Bumiputra.

 

Penulis: Resla

Video Terkini