Liputan6.com, Jakarta - Sayur Putungo merupakan salah satu makanan khas Sulawesi Tengah yang memiliki cita rasa unik dan kaya akan tradisi lokal. Hidangan ini berasal dari bahan utama berupa putungo, yaitu rebung (tunas muda bambu) yang menjadi bahan pokok dalam masakan ini.
Dalam budaya masyarakat setempat, putungo bukan sekadar bahan makanan, tetapi juga simbol kesederhanaan dan kedekatan dengan alam. Salah satu kuliner nusantara ini sering dijumpai dalam berbagai acara adat dan keseharian masyarakat, mencerminkan keakraban mereka dengan hasil bumi yang melimpah.
Cita rasa Sayur Putungo sangat khas karena perpaduan bumbu rempah-rempah lokal seperti kunyit, lengkuas, serai, dan daun jeruk yang memberikan aroma harum dan rasa segar. Rebung sebagai bahan utama dimasak dengan santan sehingga menghasilkan tekstur lembut yang berpadu sempurna dengan kuah kentalnya.
Advertisement
Baca Juga
Tidak hanya itu, penambahan bahan lain seperti ikan asap atau udang sering dilakukan untuk menambah kelezatan. Di beberapa daerah, masyarakat juga menambahkan sayur lain seperti kacang panjang atau daun kelor, menciptakan variasi rasa yang lebih kaya.
Proses pembuatan Sayur Putungo memerlukan kesabaran, terutama dalam mempersiapkan rebung yang harus dibersihkan dengan baik untuk menghilangkan rasa pahitnya. Setelah itu, rebung biasanya direbus hingga empuk sebelum dimasak bersama bumbu dan santan.
Keahlian dalam mengatur bumbu menjadi kunci keberhasilan masakan ini, karena rasa yang seimbang antara gurih, sedikit pedas, dan segar adalah ciri khas dari Sayur Putungo yang otentik.
Kearifan Lokal
Sayur Putungo bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga warisan budaya yang terus dijaga oleh masyarakat Sulawesi Tengah. Keberadaannya menggambarkan kearifan lokal dalam memanfaatkan hasil alam sekaligus melestarikan tradisi kuliner.
Dengan mengenal dan mencicipi hidangan ini, kita tidak hanya menikmati kelezatan yang menggugah selera, tetapi juga belajar menghargai kekayaan budaya yang tersimpan di setiap sendoknya.
Sayur Putungo adalah bukti bahwa masakan tradisional dapat menjadi jembatan untuk memahami sejarah, alam, dan kebersamaan masyarakat di suatu daerah.
Â
Penulis: Belvana Fasya Saad
Advertisement