Liputan6.com, Serang - Cagub Banten 2024 Andra Soni yang unggul melalui sejumlah lembaga hitung cepat mengaku tak ingin jumawa, dirinya masih menunggu proses berjenjang yang dilakukan oleh penyelenggara Pilkada Serentak 2024.
"Tentu kita harus menunggu hasil perhitungan berjenjang dari tingkat TPS sampai pleno di tingkat provinsi," ujar Andra Soni, di gedung DPDÂ Gerindra Banten, Kota Serang, Rabu, (27/11/2024).
Baca Juga
Andra Soni mengaku berterima kasih atas kerja banyak pihak, di antaranya relawan hingga partai koalisi yang telah membantu dirinya di Pilgub Banten 2024, sehingga unggul di quick count.
Advertisement
Dirinya mengaku dibantu banyak orang, termasuk relawan yang tidak paham politik, tetapi mereka percaya akan perubahan di Banten.
"Kawan-kawan yang di luar itu yang percaya bahwa ini semua mungkin, mereka orang yang bukan berpengalaman di politik, tapi mereka punya semangat dan selalu memotivasi saya, saya ucapkan terima kasih kepada semuanya, relawan, terkhusus ketua umum saya, ketua harian Gerindra dan seluruh rekan-rekan koalisi," terangnya.
Belum Komunikasi dengan Airin Rachmi Diany
Andra mengaku belum berkomunikasi dengan Airin Rachmi Diany maupun Ade Sumardi, yang secara quick count kalah.
"Belum, belum (komunikasi), ini kan belum selesai dan ini kan quick count, quick count kan salah satu parameter, namun yang jadi panduan kita adalah perhitungan berjenjang yang dilakukan KPU, kami mengikuti quick count ini, tapi kami tidak mau mendahului proses pilkada ini," jelasnya.
Advertisement
Perjalanan Hidup Andra Soni
Calon gubernur Banten Andra Soni menceritakan bagaimana hidupnya yang bukan berasal dari keluarga kaya dan harus dialuinya dengan kerja keras. Lahir dari keluarga petani, Andra mengaku masa kecilnya harus dilaluinya dengan berat, karena pendapatan keluarganya hanya cukup memenuhi kebutuhan makan satu keluarga di hari itu saja.
Dia bercerita, pernah suatu saat, orangtuanya kehabisan uang, mereka sekeluarga memutuskan pergi merantau ke Pekanbaru, Riau. Sang bapak menjadi kuli bangunan, Andra Soni balita pun ikut dibawa merantau.
Penghasilan jadi kuli bangunan pun tak cukup, menyebabkan mereka sekeluarga harus merantau jauh ke Malaysia, dengan menyeberangi Selat Malaka. Dengan segala keterbatasan, Andra kecil diberi kesempatan sekolah oleh Negeri Jiran.
Meski lulus Sekolah Dasar (SD), namun dia tidak bisa melanjutkan ke SMP, terbentur dengan dokumen. Untuk melanjutkan sekolah, Andra mengikuti kakaknya di Ciledug, Kota Tangerang. Segala keterbatasan sang kakak, Andra Soni tetap melanjutkan sekolah dengan semangat yang dia miliki.
"Sekolah saya tinggal bersama kakak saya, tapi saya enggak sekolah di Ciledug, saya sekolah di Jakarta, berarti dari Ciledug berangkatnya. Saya pernah enggak bisa pulang, kehabisan ongkos, ditawarin nginep. Namanya ditawarin nginep, mau, kamarnya ada, kasurnya, sarapannya," ujar Andra Soni, Jumat, (04/10/2024).
Dia menginap di rumah teman yang orangtuanya merupakan petinggi negeri, sehingga Andra Soni diangkat sebagai anak. Orangtua angkatnya yakni Raden Muhidin Wiranata Kusuma, putra dari Raden Aria Adipati Wiranata Kusuma, Menteri Dalam Negeri Indonesia pertama.Â
Karena melihat ketekunan dan semangat Andra kecil yang ingin mengenyam pendidikan, meski kerap kehabisan ongkos, keduanya pun membiayai sekolah hingga lulus SMA. Sebuah pendidikan yang dianggap Andra Soni sesuatu yang mewah.
"Itu bapak angkat saya. Dia yang melanjutkan saya sekolah sampai saya lulus SMA," jelasnya.
Memasuki bangku kuliah, Andra Soni mengambil Diplomat 3, sembari bekerja. Uang kuliah dibayarnya dengan mencicil.
Perusahaan tempatnya bekerja harus tutup karena krisis moneter 1997-1998. Sehingga dia pindah kerja sebagai pengantar dokumen. Karena sibuk sebagai kurir, menyebabkan kuliahnya terganggu, bahkan ada mahasiswa kuliah yang tidak lulus.
"Saya bayar sambil nyicil. Di situ saya bekerja lagi, saya dapat uang lagi. Tapi saya pindah (kelas) malam. Mata kuliah itu keahlian saya, manajemen pemasaran," tuturnya.
Merasakan sulitnya mengenyam pendidikan semasa kecil, membuat Andra Soni, Cagub Banten 2024, mencita-citakan sekolah gratis SMA, SMK dan Madrasah Aliyah (MA) negeri maupun swasta. Terlebih menurutnya, rata-rata lama pendidikan pelajar di Banten hanya sembilan tahun atau hingga kelas 3 SMP saja.
Tentunya harus di dorong dengan ketersediaan ruang hingga fasilitas sekolah yang memadai. Hingga vokasi sekolah agar para pelajar sudah siap masuk dunia kerja atau menjadi pengusaha muda yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan.
"Dengan sekolah gratis, setiap anak memiliki hak yang sama untuk belajar dan berkembang tanpa terkendala oleh kondisi ekonomi keluarga, mulai jenjang setara SMA, SMK, MA negeri dan swasta di Banten," ucapnya.
Â