Liputan6.com, Jakarta - Tradisi Nyorog merupakan salah satu tradisi khas masyarakat Betawi yang masih lestari hingga kini, meskipun pengaruh modernisasi terus berkembang.
Tradisi ini dilakukan menjelang bulan suci Ramadan sebagai bentuk penghormatan kepada anggota keluarga yang lebih tua. Dalam tradisi nyorog, keluarga yang lebih muda membawa berbagai bingkisan, biasanya berupa makanan, ke rumah orang tua, kakek-nenek, atau kerabat dekat.
Nyorog bukan hanya tentang memberi hadiah, tetapi juga simbol dari rasa hormat, kasih sayang, dan upaya mempererat tali silaturahmi dalam keluarga besar.
Advertisement
Baca Juga
Bingkisan yang diberikan saat Nyorog memiliki makna mendalam. Biasanya, bingkisan ini berisi bahan makanan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, kue-kue tradisional, atau lauk-pauk khas Betawi seperti semur daging atau gabus pucung.
Jenis makanan ini menunjukkan kepedulian dan niat baik dari si pemberi untuk memastikan bahwa kerabat mereka memiliki kebutuhan cukup selama bulan Ramadan.
Proses pemberian bingkisan juga biasanya diiringi dengan obrolan hangat, doa, dan saling memaafkan untuk menyambut bulan penuh berkah.
Secara historis, tradisi Nyorog lahir dari budaya agraris masyarakat Betawi yang sangat menghargai kebersamaan keluarga. Dalam pandangan mereka, Ramadan adalah momentum yang sakral dan harus disambut dengan hati yang bersih serta hubungan keluarga yang harmonis.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Upaya Pelestarian
Nyorog dianggap sebagai sarana untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut. Meski sederhana, tradisi ini mencerminkan filosofi hidup orang Betawi yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan gotong royong.
Namun, seiring perkembangan zaman, bentuk dan pelaksanaan Nyorog mengalami penyesuaian. Di era modern, bingkisan Nyorog mungkin tidak lagi berupa makanan tradisional, melainkan makanan siap saji, parcel, atau barang lainnya yang lebih praktis.
Meskipun demikian, esensi dari tradisi ini tetap sama, yaitu mempererat hubungan kekeluargaan dan saling berbagi kebahagiaan. Bahkan, di beberapa keluarga Betawi urban, Nyorog juga menjadi ajang reuni kecil untuk berkumpul bersama sebelum Ramadan tiba.
Tradisi Nyorog tidak hanya menjadi simbol budaya, tetapi juga warisan yang memperkaya keberagaman tradisi Nusantara. Melalui Nyorog, masyarakat Betawi menunjukkan bagaimana nilai-nilai kebersamaan, hormat kepada orang tua, dan persiapan spiritual dapat dijalankan dalam bentuk yang sederhana namun penuh makna.
Upaya pelestarian tradisi ini perlu terus dilakukan agar generasi mendatang tetap memahami pentingnya menjaga warisan budaya sebagai bagian dari identitas mereka.
Penulis: Belvana Fasya Saad
Advertisement