Sukses

Pakar UGM Beri Saran Judi Online yang Marak di Kalangan Anak Muda

Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat jumlah transaksi judi online mencapai sebesar Rp327 triliun pada akhir tahun 2023. Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring juga mencatat sebanyak 2,37 juta orang terjebak judi online, yang 80 persennya merupakan kelompok ekonomi menengah ke bawah.

Liputan6.com, Yogyakarta - Sebanyak 960.000 mahasiswa dan pelajar menjadi salah satu yang terjebak dalam judi online. Studi membuktikan bahwa 82% orang yang mengakses internet pernah melihat iklan judi online mulai dari sosial media, situs film ilegal hingga game online.

Pengamat Investasi, Keuangan, dan Perbankan sekaligus akademisi Program Studi Manajemen UGM, I Wayan Nuka Lantara, merespon fenomena ini menyebut teknologi dan kemudahan akses menjadi penyebab maraknya judi online ini di kalangan generasi muda. Ditambah, kemudahan pembayaran ini semakin menarik mahasiswa menyetorkan uang deposit secara terus menerus dan pembiaran lingkungan yang seolah-olah mewajarkan tindakan larangan perjudian.

“Judol (judi online) ini banyak digemari karena modalnya kecil, tapi untungnya berlipat,” ujar Wayan, Senin 15 November 2024.

Wayan mengatakan bukti nyata judi online dapat mengakibatkan efek negatif, baik dari sisi ekonomi, psikologis, sosial, dan kesehatan. Wayan menyebutkan istilah gambling disorder yang muncul ketika seseorang menghadapi kekalahan berkali-kali, tetapi masih tetap menyetorkan uangnya untuk judi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

“Diibaratkan menggali sebuah lubang, makin dia menggali, lubang itu akan makin dalam dan dia akan terjebak di dalamnya,” ungkap Wayan.

Wayan menjelaskan kondisi judi online di Jerman di mana biaya rehabilitasi korban judi lebih besar daripada transaksi itu sendiri. Selain itu tingkat kriminalitas akan meningkat jika kondisi ini berjalan terus dan memungkinkan terburuk dari maraknya judi online adalah resesi yang disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat.

"Hal tersebut disebabkan oleh misalokasi anggaran rumah tangga untuk hal-hal yang tidak produktif, seperti judi online."

Wayan mengatakan berdasarkan kasus ini, negara kehilangan opportunity cost sejumlah uang yang diputarkan untuk judi online. Berdasarkan data, negara merugi sebesar 327 triliun rupiah karena uang tersebut dapat masuk ke alokasi dana lain yang bersifat menguntungkan.

“Harapannya ada kesadaran dari pemerintah untuk menghentikan judi online ini, karena itu sangat merugikan,” tutur Wayan.

Wayan memberikans aran agar ada forum khusus pencegahan judi online di lingkungan akademik untuk membangun kesadaran mahasiswa tentang bahaya judi online. Selain itu, edukasi pengelolaan keuangan juga penting dilakukan agar mahasiswa mampu mengelola uang sesuai kondisi finansial dan terhindar dari misalokasi anggaran.

Simak Video Pilihan Ini: