Liputan6.com, Banten - Sebelum proses pemilihan Gubernur Banten, nama Andra Soni sangat di bawah ekspektasi, sementara lawannya Airin Rachmi Diany justru mendapatkan popularitas dan elektabilitas hingga 70%. Lalu apa yang membuat semua menjadi terbalik usai Pilkada?
Anggota Komisi I DPRD Banten Ade Awaludin dari Partai Gerindra menyebutkan bahwa kepintaran mengolah isu menjadi kunci. Dijelaskan bahwa sosok Airin sangat lekat dengan Gubernur Banten terdahulu, Ratu Atut. "Hal ini diingat benar oleh masyarakat. Kemudian praktek berpolitik yang menafikan meritokrasi dalam pengelolaan pemerintahan juga sangat diingat. Jangan harap bisa naik jabatan jika hanya bermodal prestasi, kedekatan dengan pemimpin justru menjadi pertimbangan utama," kata Ade.
Baca Juga
Isu ini kemudian banyak didiskusikan oleh tim pemenangan Andra Soni dengan para pemuka agama. Pemuka agama dan tokoh masyarakat yang dilibatkan dalam diskusi rutin itu yang bergerak. "Strategi silent operation ini mendapatkan dukungan masyarakat. Salah satunya dengan ikut diam dan tidak bersuara apapun. Namun mereka teguh ingin Banten dibangun dengan sistem meritokrasi yang jelas dan transparan," kata Ade.
Advertisement
Mengakomodir kegelisahan publik yang kemudian dikapitalisasi menjadi sikap bersama yang dilakukan secara senyap. Ade juga menyebut bahwa Banten berbeda dengan provinsi lain yang didukung koalisi KIM Plus. Bahkan Golkar yang awalnya mendukung akhirnya juga berbalik arah. Menurutnya itu justru menguntungkan. "Masyarakat Banten itu sangat percaya hukum alam, di mana jika seseorang mendapatkan eksposure luar biasa, maka alam akan berkata sebaliknya," kata Ade.
Ade Awaludin juga menyoroti perolehan suara Airin yang hanya kuat di dua dari delapan kabupaten. Isu agama tentang pemimpin laki-laki masih diyakini berpengaruh dalam masyarakat. "Kalau soal ini, tim pemenangan tidak memainkan isu ini. Namun fakta bahwa beredar jargon 'kalau ada laki-laki, mengapa harus perempuan' tuh harus diakui itu ada. Gerindra tidak misoginis. Gerindra bahkan mempraktikkan kesetaraan gender. Namun isu ini tetap muncul di masyarakat, cerminan bahwa masyarakat memang secara mandiri menggunakan segala instrumen untuk menerima Andra Soni," kata Ade.