Sukses

Strategi Pemerintah dalam Penanganan HIV di Indonesia, Menuju Target 95-95-95 pada 2030

Kami menyadari bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan akses layanan, terutama bagi populasi kunci.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia, organisasi sipil hingga para pemimpin dunia di bidang kesehatan, menyusun strategi penanganan HIV di Indonesia, untuk mencapai target ambisius 95-95-95 untuk mengakhiri epidemi AIDS pada 2030.

Seperti diketahui, upaya global untuk mengakhiri epidemi HIV/AIDS pada tahun 2030 telah disepakati dengan target 95-95-95, yang mencakup: Pertama, 95 persen orang yang hidup dengan HIV mengetahui status HIV mereka.

Kedua, 95 persen orang yang hidup dengan HIV mendapatkan pengobatan ARV. Ketiga, 95 persen orang yang hidup dengan HIV yang mendapatkan pengobatan ARV mengalami supresi virus.

UNAIDS Country Director Muhammad Saleem untuk Indonesia mengatakan, saat ini sekitar 30,3 juta dari 39,9 juta orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia menerima terapi antiretroviral (ARV).

“Namun, hanya 48 persen anak-anak yang hidup dengan HIV yang berhasil mencapai viral suppression,” ujar dia, beberapa waktu lalu.

Menurut estimasi epidemiologis UNAIDS 2024, secara global pada tahun 2023 tercatat 1,3 juta infeksi HIV baru dan 630.000 kematian terkait AIDS. “Di Indonesia, meskipun ada kemajuan, tantangan besar tetap ada,” kata dia.

Khusus Indonesia, hingga September 2024 lalu, 71 persen orang yang hidup dengan HIV (ODHIV) mengetahui status mereka, 64 persen sedang dalam pengobatan ARV, dan hanya 49 persen yang memiliki viral load yang tersupresi.

“Kami menyadari bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan akses layanan, terutama bagi populasi kunci,” ujar Direktur P2PM Kemenkes RI Ina Agustina Isturini.

Menurutnya, tantangan utama dalam penanganan HIV di Indonesia meliputi meningkatnya jumlah populasi kunci, serta kurangnya akses ke layanan kesehatan yang memadai.

“Pemberian paket pencegahan, termasuk kondom dan PrEP, belum optimal, dan tidak semua kabupaten/kota memiliki komunitas yang dapat menjangkau kelompok populasi kunci,” kata dia.

2 dari 2 halaman

Hambatan dan Tantangan Penanganan HIV di Indonesia

Untuk menangani kondisi itu di lapangan, pemerintah telah melakukan penjangkauan populasi oleh komunitas di 178 kabupaten/kota, termasuk pemberian paket pencegahan di 95 kabupaten/kota.

“Selain itu, tes HIV mandiri dengan menggunakan Oral Fluid Test juga diperkenalkan untuk meningkatkan deteksi dini,” kata dia menambahkan.

Hal senada disampaikan organisasi penggiat sosial Inti Muda Indonesia. Lembaga itu menyoroti pentingnya pengembangan pedoman teknis untuk tes HIV bagi remaja di bawah 18 tahun, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 23 Tahun 2022.

“Kami percaya bahwa dengan kebijakan yang inklusif, kita dapat memberikan akses yang lebih baik kepada remaja untuk mendapatkan layanan yang mereka butuhkan,” ujar Koordinator Nasional Inti Muda Indonesia Bella Aubree menambahkan.

Menurutnya, stigma dan diskriminasi masih menjadi hambatan besar dalam penanganan HIV di Indonesia saat ini. “Tanpa tindakan yang segera, infeksi HIV baru akan meningkat, dan respons terhadap HIV akan menjadi tidak berkelanjutan secara finansial pada tahun 2030, ujar Saleem mengingatkan.

Oleh karena itu, hadirnya kolaborasi pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat, diharapkan Indonesia dapat mencapai target-target yang ditetapkan dan mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030.

“Ending AIDS is possible—if we act now and take the Rights Path,” pungkas Saleem.

Video Terkini