Liputan6.com, Purwakarta - Warga Desa Campaka, Kecamatan Campaka, Kabupaten Purwakarta, Jawab Barat, bingung dengan rencana eksekusi lahan yang akan dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Purwakarta terhadap lahan milik warganya seluas 53 hektar.
Kepala Desa Campaka Yayan Sahrodi, mengatakan rencana eksekusi lahan itu, cukup meresahkan masyarakat. Terlebih selama proses persidangan hingga putusan berlangsung, tidak pernah sekali pun dirinya bersama warga dihadirkan untuk memberikan keterangan di depan persidangan.
"Tiba-tiba saya diundang dua kali oleh pengadilan dan pihak terkait, tentang rencana eksekusi lahan seluas 53 hektar di wilayah hukum saya," ujar dia, Rabu (4/12/2024).
Advertisement
Baca Juga
Menurutnya, rencana eksekusi yang akan dilakukan pihak PN Purwakarta dinilai tidak tepat tanpa memiliki dasar dokumen pendukung yang lengkap. Hingga kini, status dan keabsahan tanah yang akan dieksekusi tidak jelas.
"Lahan yang akan dieksekusi itu semuanya milik warga kami dan data leter C-nya ada di pihak desa, penjelasan kami saat rapat koordinasi dengan para muspida Kab. Purwakarta pun, juga tidak didengar PN Purwakarta," kata dia.
Selama ini dalil yang digunakan pihak PN Purwakarta hanya menerima kewenangan delegasi dari PN Jakarta Pusat, tanpa menunjukan dasar dan bukti surat sah kepemilikan tanah milik warganya.
"Pihak Pengadilan Purwakarta sudah tidak melihat lagi kebenaran, dan rasa keadilan masyarakat, apalagi memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk warganya," ujar dia.
Untuk itu, Yayan menilai putusan pengadilan yang akan mengeksekusi lahan warga di wilayahnya dinilai tidak tepat dan salah objek, yang berpotensi cacat hukum.
"Putusan pengadilan tentang eksekusi lahan yang akan dilaksanankan di lahan berdasarkan no induk Desa C. 247 - C.497 itu di catatan buku induk desanya, tidak benar atau tidak ditemukan," ungkap dia.
Â
Pemerintah Desa Tidak Dilibatkan
Yayan menyatakan, awal mula eksekusi itu berasal dari gugatan Agustinus, terhadap ayahnya bernama Wanoah yang sudah meninggal.
"Secara historis semua mayarakat desa tahu, jika kedua orang tersebut bukan pemilik atau ahli waris pemilik lahan, melainkan dulunya hanya mandor yang bekerja di tanah yang sekarang diperkarakan," papar dia.
Kemudian, berdasarkan dokumen leter C desa, lahan yang akan dieksekusi itu milik orang lain atas nama sejumlah warga masyarakat.
"Tapi anehnya pengadilan tetap melanjutkan perkara ini, kan aneh?," ungkapnya.
Untuk itu, Yayan meminta rencana ekseskusi lahan yang akan dilakukan PN Purwakarta dibatalkan karena cacat hukum.
"Rencana eksekusi itu akan menjadi gejolak dengan warga dan perlawanan besar-besaran di tempat eksekusi oleh masyarakat sebagai pemilik lahan yang sah berdasarkan buku induk desa," kata dia.
Tidak hanya itu, hingga kini masyarakat dan pemerintahan desa tidak pernah dilibatkan di perkara tersebut, termasuk berulang kali meminta putusan pengadilan, sampai saat ini tidak pernah ditunjukkan.
"Pengacaranya Agustinus yaitu Pak Hasibuan hanya janji- janji saja akan memberi copy-an putusan pengadilan tapi saat ini tidak ada, jadi tanda tanya ada apa ini?," keluhnya.
Â
Advertisement
Rencana Audiensi dengan DPR RI
Ramli Saleh, salah satu pemilik lahan menegaskan akan melakukan perlawanan secara hukum dengan menggugat putusan pengadilan tersebut.
"Kami meminta pengadilan membatalkan dan menghentikan permufakatan jahat yang diduga dengan para mafia tanah tersebut," ujarnya.
Rencananya dirinya bersama sejumlah warga akan turun ke lokasi menolak rencana eksekusi yang akan dilaksanakan pada 11 Desember mendatang tersebut.
"Kami tidak akan diam, kami akan melawan sesuai hukum yang berlaku di negara ini, intinya menolak putusan pengadilan," ujar dia.
Tidak hanya itu, ia bersama warga berencana melakukan audensi dengan DPR- RI untuk mengetahui persoalan sebenarnya polemik lahan itu.
"Kami tahu ada siapa saja di balik ini semua, akan kami buka nanti di DPR-RI, mereka diduga mafia tanah yang sudah biasa mencaplok tanah masyarakat," papar dia.