Liputan6.com, Jakarta - Act for Farmed Animals (AFFA), Koalisi NGO Sinergia Animal dan Animal Friends Jogja, mendesak pemerintah melakukan penghentian peternakan industri intensif, sebagai salah satu faktor penyebaran penyakit seperti flu burung.
Direktur Pengelola AFFA Among Prakosa mengatakan, sejak pertama kali ditemukan 1996 silam di sebuah peternakan angsa di Tiongkok, penyebaran virus H5N1 atau flu burung terus menyebar secara massif ke seluruh dunia.
Advertisement
Baca Juga
“Selain mempengaruhi spesies burung, wabah ini juga menyerang spesies terancam punah dan menginfeksi mamalia, ada kekhawatiran bahwa virus ini bisa menyebar ke manusia,” ujar dia.
Tidak hanya itu, sejak 2021 lalu penyebaran wabah virus flu burung telah menyebabkan kematian hingga 280 juta burung, termasuk 40 persen pelikan Dalmatian di Eropa Tenggara dan hampir seluruh generasi singa laut serta anjing laut di Amerika Selatan.
“Hingga kini, virus flu burung telah menginfeksi setidaknya 485 spesies burung dan 48 spesies mamalia, yang menimbulkan kerusakan serius terhadap satwa liar dan ancaman terhadap biodiversitas,” papar dia.
Atas kondisi itu, para ahli sepakat bahwa krisis penyebaran virus burung ini memerlukan perhatian masyarakat global, meskipun penularan H5N1 antar manusia masih jarang terjadi.
“Virus ini berpotensi bermutasi dan berkembang lebih berbahaya, sama halnya dengan COVID-19,” ujar dia menegaskan.
Simak Video Pilihan Ini:
Alternatif, Nutrisi Esok Hari Berbasis Nabati
Dalam penelitian lebih lanjut, virus H5N1 memiliki tingkat kematian 50 persen pada manusia, jauh lebih mematikan dibandingkan COVID-19 yang hanya 1,7 persen.
“PBB dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah mengeluarkan peringatan mengenai potensi bahaya ini,” ujar Among mengingatkan.
Bahkan dalam studi terbaru Universitas Harvard mengungkapkan, adanya kaitan erat antara peternakan industri dan risiko penyakit zoonotik (penyakit yang dapat berpindah dari hewan ke manusia).
“Laporan tersebut merekomendasikan pengurangan industri peternakan hewan intensif secara global sebagai langkah penting untuk mengurangi ancaman pandemi di masa depan,” ujar dia.
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) juga mengonfirmasi hal ini, menegaskan bahwa peternakan industri intensif berpotensi memicu pandemi berikutnya jika tidak ada perubahan signifikan dalam praktik-praktik tersebut.
Melihat ancaman itu, AFFA menyatakan solusi untuk menghentikan krisis H5N1 yakni mengakhiri praktik peternakan industri intensif.
“Solusi ini bukan hanya lebih sehat untuk manusia, tetapi juga lebih ramah bagi bumi yang kita tinggali bersama,” kata dia.
Khusus Indonesia,salah satu inisiatif untuk mempromosikan makanan berbasis nabati dan pola hidup sehat adalah Nutrisi Esok Hari. Sejak inisiasi ini di mulai di tahun 2021, Nutrisi Esok Hari telah bekerjasama dengan 16 institusi di Indonesia.
“Krisis flu burung ini adalah bukti nyata bahaya dari pola hidup yang tidak berkelanjutan serta industri peternakan intensif,” ujar Among. Cari tahu lebih lanjut mengenai inisiatif berkelanjutan di nutrisiesokhari.org.
Advertisement