Sukses

Penghargaan ZAHF, Penegasan Kiprah NU dalam Isu Agama dan Lingkungan

NU ditetapkan sebagai salah satu penerima ZAHF dalam upayanya mempromosikan perdamaian dan solidaritas. Melalui seminar ini, NU menegaskan kiprahnya dalam isu agama dan lingkungan, mengingat mayoritas warganya adalah petani dan terkait langsung dengan keberlanjutan alam dan lingkungan.

Liputan6.com, Yogyakarta - Terpilih sebagai penerima penghargaan Zayed Award for Human Fraternity (ZAHF) pada Februari 2024 lalu, menjadikan Nahdlatul Ulama (NU) berupaya menarasikan kembali kiprahnya dalam isu agama dan lingkungan. Menggandeng komunitas dari berbagai agama berbeda, NU ingin membangun konsensus dan pemikiran bersama terkait ekologi dan lingkungan hidup.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf saat pembukaan seminar internasional ‘Fostering the Ties between Faith and Ecological Resilience’, di Kampus Terpadu UNU Yogyakarta, Kamis (12/12/2024). “Seminar ini mengangkat peran masyarakat lintas agama dalam melestarikan lingkungan sekaligus juga menjadi salah satu simbol persahabatan Indonesia melalui NU dan Uni Emirat Arab (UEA),” katanya dalam keterangan tertulis.

Dalam jalinan persahabatan tersebut, NU ditetapkan sebagai salah satu penerima ZAHF dalam upayanya mempromosikan perdamaian dan solidaritas. Melalui seminar ini, NU menegaskan kiprahnya dalam isu agama dan lingkungan, mengingat mayoritas warganya adalah petani dan terkait langsung dengan keberlanjutan alam dan lingkungan.

2 dari 3 halaman

Gerakan Kepedulian Lingkungan

Gus Yahya memaparkan dengan jaringan pesantren, sekolah-sekolah, madrasah dan perguruan tinggi. NU berupaya menggulirkan gerakan kepedulian lingkungan dengan mengupgrade permasalahan sosial terkait dengan persampahan dan penurunan kualitas lingkungan hidup. “Kemudian juga dengan model tata kelola pertanian yang lebih ramah lingkungan dan lain-lain,” ucapnya.

Kehadiran pembicara lintas agama di seminar ini, menurut Gus Yahya sebagai implementasi nilai-nilai ‘Piagam Persaudaraan Kemanusiaan untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama’ yang ditandatangani Paus Gereja Katolik Yang Mulia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Ahmed al-Tayyib di Abu Dhabi, Februari lalu.

Gus Yahya menyatakan piagam itu merupakan telah memenuhi aspirasi warga NU yang diambil dalam Muktamar 1987 yang meletakkan kerangka keagamaan dalam trilogi persaudaraan dalam keagamaan, persaudaraan kebangsaan dan persaudaraan kemanusiaan. “Seminar ini juga sebagai wujud komitmen kami menyalurkan bantuan dana dari penghargaan tersebut ke berbagai titik dalam kegiatan kemanusiaan dan lingkungan hidup. Seperti konsep pertanian organic di Magelang dan penangganan ODGJ di Bantul,” paparnya.

3 dari 3 halaman

UNU Yogyakarta Merasa Terhormat

Rektor UNU Yogyakarta Widya Priyahita Pudjibudojo, menyebut pihaknya merasa terhormat dapat menjadi tuan rumah seminar ini. “Seminar ini menjadi momentum untuk menghubungkan nilai-nilai spiritual dengan aksi nyata dalam menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan,” katanya.

Sebagai organisasi Islam terbesar di dunia dengan lebih dari 100 juta jemaah. Selama 101 tahun berdiri, NU telah memberikan kontribusi luar biasa bagi Indonesia. “Memasuki abad kedua, NU berkomitmen memperluas kontribusinya melalui akselerasi pendidikan tinggi berbasis Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM), dengan UNU Yogyakarta sebagai pionir yang diharapkan memimpin transformasi ini,” ujarnya.

Widya menyatakan, kampus dengan visi menjadi professional hub and future-oriented university tak hanya berupaya mencetak talenta-talenta unggul. UNU Yogyakarta juga menunjukkan komitmennya terhadap keberlanjutan dengan mengusung konsep green building dalam infrastruktur kampus. Seminar ini menjadi wujud nyata dari misi UNU Yogyakarta menghubungkan nilai-nilai agama, pendidikan, dan keberlanjutan demi masa depan Indonesia dan dunia yang lebih hijau serta inklusif.

Video Terkini