Sukses

Cocos (Keeling) Islands, Pulau Australia yang Penduduknya Berbahasa Betawi

Musik, tarian, dan kuliner Melayu masih menjadi bagian penting dari identitas mereka, menjadikan Cocos (Keeling) Islands sebagai miniatur keragaman budaya di kawasan Samudra Hindia.

Liputan6.com, Yogyakarta - Cocos Island merupakan sebuah wilayah luar Australia yang terletak di Samudera Hindia, tepatnya sekitar 2.750 kilometer di barat daya Perth. Kepulauan ini terdiri dari dua atol dengan enam pulau berpenghuni, yang pertama kali ditemukan pada tahun 1609 oleh seorang kapten Inggris bernama William Keeling.

Mengutip dari berbagai sumber, sejarah kepulauan ini mulai berubah drastis pada awal abad ke-19 ketika John Clunies-Ross, seorang warga Skotlandia, mulai mengembangkan perkebunan kelapa dan membawa pekerja dari berbagai daerah di Asia Tenggara. Penduduk Pulau Cocos memiliki keunikan dalam berkomunikasi, yaitu menggunakan bahasa campuran yang mencakup Bahasa Indonesia, Melayu, dan juga unsur-unsur bahasa Betawi.

Sejarah migrasi mereka memang beragam, dengan leluhur yang berasal dari Jawa, Sulawesi, Malaysia, dan wilayah nusantara lainnya yang dibawa untuk bekerja di perkebunan kelapa pada abad ke-19. Meskipun secara administratif adalah bagian dari Australia, mereka mempertahankan identitas budaya Melayu yang kuat melalui tradisi, musik, dan praktik sosial yang diwariskan turun-temurun.

Kepulauan ini memiliki luas daratan sekitar 14 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 593 orang berdasarkan sensus 2021. Struktur ekonomi mereka sangat bergantung pada pariwisata, perikanan, dan subsidi dari pemerintah Australia.

Masyarakat Cocos Malays hidup di dua pulau utama, yaitu West Island dan Home Island, dengan pola kehidupan yang masih erat dengan tradisi kelautan dan pertanian kelapa. geografis, Cocos (Keeling) Islands memiliki karakteristik alam yang unik dengan terumbu karang, laguna dangkal, dan ekosistem pulau tropis yang masih terjaga.

Kepulauan ini memiliki lokasi strategis, pernah menjadi lokasi pertempuran naval pada Perang Dunia I ketika kapal perang Jerman SMS Emden diserang oleh HMAS Sydney. Status hukum mereka sebagai wilayah luar Australia memberikan kekhususan dalam hal pemerintahan dan status kewarganegaraan.

Sistem pemerintahan di Cocos (Keeling) Islands dijalankan dengan model administrasi yang unik, dengan penduduk setempat memiliki representasi dalam pemerintahan lokal namun tetap di bawah kedaulatan Australia. Kehidupan sosial mereka mencerminkan perpaduan antara tradisi Melayu, warisan kolonial Inggris, dan nilai-nilai modern Australia.

Aspek pendidikan dan kesehatan di kepulauan ini sepenuhnya terintegrasi dengan sistem Australia, dengan fasilitas dasar yang disediakan untuk mendukung kualitas hidup penduduk. Meskipun jumlah penduduk relatif kecil, masyarakat Cocos Malays memiliki semangat gotong royong dan kebersamaan yang tinggi, yang menjadi modal sosial dalam menghadapi tantangan hidup di pulau terpencil.

Warisan budaya mereka terus dijaga melalui festival, pertunjukan seni, dan praktik tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi. Musik, tarian, dan kuliner Melayu masih menjadi bagian penting dari identitas mereka, menjadikan Cocos (Keeling) Islands sebagai miniatur keragaman budaya di kawasan Samudra Hindia.

 

Penulis: Ade Yofi Faidzun

Video Terkini