Sukses

Kaleidoskop Riau 2024: Dari Marisa Putri hingga Hanifah di Pusaran Korupsi

Sejumlah tindak pidana yang menyita perhatian masyarakat atau viral menghiasi Provinsi Riau, khususnya Pekanbaru selama tahun 2024.

Liputan6.com, Pekanbaru - Selama tahun 2024 banyak peristiwa terjadi di Kota Pekanbaru dan Riau secara umum. Ada sekadar lewat begitu saja, ada pula yang viral karena membuat heboh masyarakat. Liputan6.com merangkumnya dalam bentuk kaleidoskop 2024.

Seperti biasa, peristiwa pidana selalu mendominasi. Sebut saja misalnya korupsi, perundungan di lembaga pendidikan, kelakuan nakal oknum polisi hingga narkoba pemicu kecelakaan maut.

1. Marisa Putri

Kecelakaan dipicu narkoba ini menyeret seorang mahasiswi cantik asal Lipat Kain, Kabupaten Kampar. Dia adalah Marisa Putri, pengemudi Toyota Raize, penabrak emak-emak mengendarai sepeda motor, Renti Marningsih.

Ulah Marisa menyebabkan Renti tewas di Jakan Tuanku Tambusai pada 3 Agustus 2024 pagi. Korban sempat terseret pelaku beberapa meter di lokasi kejadian.

"Korban, Renti Marningsih meninggal dunia di lokasi kejadian dengan kondisi luka berat di bagian kepala," kata Kasat Lantas Polresta Pekanbaru Kompol Alvin Agung Wibawa.

Marisa berkendara dengan kecepatan tinggi. Hasil olah tempat kejadian perkara dan penyidikan Satuan Lalu Lintas Polresta Pekanbaru, Marisa berkendara hampir 80 kilometer per jam di jalanan perkotaan.

Melihat korbannya tergeletak, Marisa keluar dari mobil dan terlihat santai dikerubungi warga sekitar. Marisa bahkan sempat menghubungi sejumlah orang tanpa rasa bersalah menjadi pemicu hilangnya nyawa korban.

"Kendaraan pelaku menghantam sepeda motor korban dari belakang," jelas Alvin.

Marisa dibawa ke Polresta Pekanbaru. Urinenya dicek, hasilnya perempuan 23 tahun itu dinyatakan positif mengkonsumsi narkoba jenis sabu dan pil ekstasi.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 7 halaman

Pulang Dugem

Pengakuan Marisa, pagi itu dirinya baru pulang dari tempat hiburan malam bersama 6 rekannya di Sago KTV, Hotel Furaya. Usai dugem, Marisa masih di bawah pengaruh narkoba tapi nekat pulang berkendara.

"Ada 6 orang temannya," kata Direktur Reserse Narkoba Polda Riau Komisaris Besar Manang dalam konferensi pers hasil operasi anti narkoba, Senin pagi, 5 Agustus 2024.

Manang mengaku prihatin tempat hiburan malam masih dijadikan sejumlah kalangan untuk pesta narkoba dan minuman keras. Pihaknya sudah mengantisipasi dengan melakukan sejumlah razia.

"Kalau masih ada ini akan dievaluasi, ini wewenang pemerintah kota," ujar Manang.

Di sisi lain, Marisa Putri kepada Manang mengaku mengenal narkoba sejak punya kenalan orang Jakarta. Marisa mengaku pertama kali mencoba barang haram sewaktu liburan bersama temannya di Bali.

"Disuruh coba, saya tidak begitu suka," kata Marisa.

Marisa juga mengakui mengonsumsi pil ekstasi saat dugem di Pekanbaru. Marisa mengaku menyesal apalagi ulahnya itu membuat seorang ibu rumah tangga tewas.

Ulahnya kini membuat Marisa divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Marisa sepertinya tidak keberatan dengan vonis tersebut.

Marisa bersama kuasa hukumnya kompak tidak mengajukan banding sehingga vonisnya bisa berkekuatan hukum tetap dalam 14 hari ke depan.

Marisa juga mendapatkan vonis tambahan jika nantinya selesai menjalani hukuman pokok. Vonis itu berupa pencabutan hak mengemudi selama 2 tahun.

3 dari 7 halaman

2. OTT KPK

Setelah beberapa tahun tidak berurusan dengan pejabat di Riau, khususnya di Pekanbaru, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 2 Desember 2024. 

Penjabat Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa dan 9 orang lainnya terjaring OTT KPK dengan sangkaan menilap uang negara hingga Rp6,8 miliar. Usai ditangkap, mereka diperiksa secara maraton di Polresta Pekanbaru.

OTT KPK berlangsung di beberapa lokasi. Ada yang dijemput dari rumah dinas, di Komplek Perkantoran Pemerintah Kota Pekanbaru di Tenayan Raya dan di Jakarta.

Keesokan harinya Risnandar dibawa ke Jakarta bersama Sekretaris Daerah Indra Pomi Nasution dan Plt Kabag Umum Sekretariat Pemkot Pekanbaru Novin serta lainnya.

Tiba di Jakarta pada malam hari, ketiga nama tersebut ditetapkan sebagai tersangka. Mereka ditahan 20 hari ke depan di Rutan KPK.

Usai itu, kantor Pemkot Pekanbaru tidak pernah sepi kedatangan penyidik. Beberapa ruangan pejabat berdinas digeledah dan penyidik membawa sejumlah berkas sebagai barang bukti.

Adapun uang Rp6,8 miliar sitaan KPK rinciannya Rp1 miliar saat penangkapan Plt Kepala Bagian Umum Pemerintah Kota Pekanbaru, Novin Karmila di Pekanbaru. Selanjutnya, Rp1,39 miliar disita dari Rumah Dinas Wali Kota Pekanbaru ketika Risnandar ditangkap.

Selain itu, penyidik KPK menemukan Rp2 miliar di rumah pribadi Risnandar di Jakarta. Sebanyak Rp830 juta disita dalam penangkapan Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru, Indra Pomi Nasution, di rumahnya. Indra mengakui memiliki Rp1 miliar, tetapi Rp170 juta telah disebarkan kepada beberapa pihak.

Penyidik juga menangkap ajudan Risnandar, Nugroho Adi Triputranto, dan menyita Rp375,4 juta dari rekening Nugroho. Selain itu, Rp1 miliar ditemukan di tangan Fachrul Chacha, kakak Novin, dan Rp100 juta disita dari rumah dinas Pj Wali Kota. Sementara itu, Rp200 juta disita dari penggeledahan di sebuah kediaman di Ragunan, Jakarta Selatan.

Sebagai informasi, Risnandar ditunjuk Menteri Dalam Negeri Prof Dr Tito Karnavian menggantikan penjabat sebelumnya, Muflihun. Dia dilantik Penjabat Gubernur Riau kala itu, SF Hariyanto pada 22 Mei 2024.

Risnandar merupakan Praja IPDN angkatan 14 atau junior dari Penjabat Wali Kota sebelumnya, Muflihun, yang merupakan Praja IPDN angkatan 08.

Sebelum dilantik oleh SF Hariyanto di Balai Serindit Pekanbaru, Risnandar merupakan Direktur Organisasi Kemasyarakatan Kementerian Dalam Negeri. Kala itu, dia juga menjabat Plh Sekretaris Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum kementerian yang sama.

4 dari 7 halaman

3. Hana Hanifah di Pusaran Korupsi SPPD Sekretariat DPRD Riau

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau pada tahun 2024 mengusut dugaan korupsi SPPD di Sekretariat DPRD Riau. Ada puluhan miliar diduga dicairkan dengan pembuatan SPPD fiktif serta mengalir ke sejumlah orang.

Penyidik juga menyita sejumlah bangunan, mulai dari rumah, apartemen, home stay atas nama pejabat tinggi di Sekretariat DPRD Riau serta pegawai lainnya. Bahkan penyidik juga menyita sejumlah barang mewah dari tenaga harian lepas perempuan di DPRD yang menerima aliran dari pejabat sekretariat.

Terbaru, artis film televisi (FTV) dan selebgram Hana Hanifah mencuat sebagai penikmat aliran SPPD fiktif. Hana diduga punya hubungan khusus dengan seorang petinggi di Sekretariat DPRD Riau.

Hana sudah diminta keterangan oleh penyidik. Keterangan sebagai saksi diambil penyidik dengan memakan waktu hingga 9 jam.

Pemeriksaan Hana ini disinyalir bukan terakhir kalinya. Informasinya, penyidik menjadwal ulang pemeriksaan Hana tapi tidak di Polda Riau lagi melainkan di Jakarta.

Kabid Humas Polda Riau Komisaris Besar Anom Karibianto saat dikonfirmasi terkait kedatangan Hana, membenarkan pemeriksaannya terkait korupsi SPPD di DPRD Riau.

"Dia baru sempat hadir hari ini, pemanggilan sebelumnya ia beralasan sakit," kata Anom.

Anom tidak menampik adanya aliran dana ratusan juta yang diduga dinikmati Hana. Uang itu mengalir pada tahun 2021 ketika SPPD fiktif dibuat oleh pejabat di Sekretariat DPRD Riau.

"Ada dugaan aliran dana dari kasus tersebut yang mengalir pada saksi (Hana), jumlah ratusan juta," kata Anom, Kamis malam, (6/12/2024).

Anom mengutarakan, aliran dana ke Hana dimulai dari November 2021. Nominal transfernya beragam dari seseorang yang punya jabatan di Sekretariat DPRD Riau.

"Jadi masih dikonfirmasi aliran dananya, tidak hanya sekali, dari seseorang di Setwan DPRD Riau," katanya.

Jika dugaan aliran dana memang pernah diterima atau dinikmati Hana, penyidik meminta uang dikembalikan ke negara.

"Uang diminta dikembalikan, karena uang tersebut hasil tindak pidana, maka diwajibkan yang bersangkutan mengembalikannya," kata Anom.

5 dari 7 halaman

4. Perundungan di Pesantren

Perundungan atau perpeloncoan di dunia pendidikan di Indonesia sepertinya tidak dapat dihilangkan. Seperti yang dialami santri salah satu pondok pesantren di Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau, berinisial FA.

Akibat perundungan ini, korban mengalami depresi serta trauma berat karena penganiayaan yang dilakukan sejumlah kakak kelas. Korban sempat beberapa hari diopname di rumah sakit dengan diagnosis memar otak.

Ibu korban, Shinta, menyebut kejadian ini telah dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau pada 5 Agustus 2024. Penyelidikan dilakukan dengan meminta keterangan saksi dan terduga pelaku.

Shinta menceritakan, penganiayaan santri ini terjadi pada 31 Juli 2024. Sebelum kejadian, korban yang duduk di kelas 2 Madrasah Tsaniwiyah bermain tirai jendela dalam kelas.

Korban dihardik seniornya yang melintas di depan kelas. Korban keluar dari kelas menuju masjid untuk melaksanakan salat Zuhur berjemaah.

Tak lama kemudian, terduga pelaku berinisial R masuk dan menendang korban. Korban lari keluar masjid selanjutnya didatangi sekitar 10 orang kakak kelasnya.

"Mereka menggertak dan menyatakan kalau kurang senang," kata ibu korban, Rabu siang, 4 Agustus 2024.

Belum sempat menjawab, tiba-tiba terduga pelaku A memukul kepala korban hingga korban jatuh ke lantai. Perundungan berlanjut dan diduga dilakukan bersama-sama oleh kakak kelas lainnya.

"Di situlah kepala anak saya diinjak-injak," kata ibu korban.

Akibat penganiayaan itu, korban dirawat selama 3 hari di rumah sakit di Pekanbaru. Serangkaian pemeriksaan medis dilakukan dan dokter mendiagnosis otak korban mengalami memar.

"Dampak dari itu anak saya trauma dan depresi berat hingga terganggu kejiwaannya karena berhalusinasi ingin menyakiti diri sendiri," ungkap ibu korban.

Ibu korban berkonsultasi dengan Unit Pelayanan Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Kampar. Korban diarahkan diperiksa ke psikiater untuk mengetahui kondisi kejiwaannya.

"Katanya kalau terlambat akan buruk dampaknya, kami melakukan pemeriksaan di RSJ Tampan," tuturnya. 

Ibu korban berharap para terduga pelaku ditangkap. Ibu korban juga meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Anak Indonesia yang dipimpin Kak Seto. 

"Pas Kak Seto datang ke Pekanbaru anak saya lagi di rumah sakit, harapan saya pelakunya segera ditangkap dan oknum-oknum di belakangnya juga diproses," tegasnya. 

Ibu korban sempat mengunggah kondisi anaknya ke media sosial. Seketika curhatan ibu korban langsung viral.

Dugaan perundungan santri ini dibantah oleh pimpinan Ponpes Ustaz Kariman Ibrahim. Kariman menyebut apa yang dialami FA merupakan tunjuk ajar yang dilakukan kakak kelas bermain ketika Salat Zuhur berjemaah.

6 dari 7 halaman

5. Penganiayaan Anak di Daycare

Masyarakat Indonesia pernah heboh dengan penganiayaan di tempat penitipan anak atau daycare. Di Pekanbaru, penganiayaan anak pernah menyeret pemilik Early Steps Daycare Pekanbaru berinisial WF.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Pekanbaru Komisaris Bery Juana Putra menjelaskan, WF ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan pemeriksaan sejumlah saksi dan alat bukti lainnya.

"Penetapan dilakukan pada 7 Agustus," kata mantan Kasat Reskrim Polres Kampar itu, Kamis siang, 8 Agustus 2024. 

Bery menjelaskan, tersangka dijerat dengan Pasal 80 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI nomor 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.

Bery mengatakan, Polresta Pekanbaru menerima laporan pada 31 Mei 2024 dari ibu korban Aya Sofia (41). Perempuan ini menduga anaknya yang masih berumur 4 tahun mengalami kekerasan fisik dari WF.

Aya menyertakan bukti video serta foto-foto penganiayaan yang dialami a anaknya. Kejadian ini viral setelah Aya mengunggah bukti penganiayaan ke media sosial.

Kepolisian memastikan menangani laporan ini secara profesional. Tersangka begitu menyandang status tersangka juga ditahan untuk penyidikan lebih lanjut.

Sebelumnya video penganiayaan korban diunggah akun Instagram @kabarpekanbaru. Dalam akun itu ditayangkan slide video dan foto terjadinya kekerasan terhadap anak.

Dalam postingan terlihat seorang anak dipaksa duduk di kursi oleh seorang perempuan. Kaki dan tangannya dilakban serta tidak dikasih makan dengan alasan agar korban tidak buang air besar.

7 dari 7 halaman

6. Polisi Bunuh Warga

Perilaku personel kepolisian tidak pernah lepas dari sorotan publik. Dalam beberapa tahun belakangan, ada saja ulah penegak hukum berseragam cokelat ini, seperti penganiayaan, terlibat jaringan narkoba hingga turut serta menyebabkan kematian warga.

Seperti penangkapan yang dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau bersama Satuan Reserse Kriminal Polres Kampar terhadap Bripka Antoni. Personel Pelayanan Markas (Yanma) Polda Riau bersama 4 teman sipilnya menganiaya seorang warga, Jamal.

Sebelum itu, korban dijemput Bripka Antoni di Desa Kuala Nanas bersama 4 teman sipilnya, salah satunya Yudi. Nama tersebut mengaku punya urusan dengan Jamal.

Kepada Antoni, Yudi mengaku benda miliknya telah dicuri oleh Jamal sehingga harus diambil. Tidak diketahui benda apa yang dicuri, apakah sepeda motor atau perhiasan.

"Y yang tahu, saat ini masih buronan, kalau tertangkap akan tahu," kata Anom, Kamis siang, 12 September 2024.

Ke desa itu, Bripka Antoni dibonceng memakai sepeda motor, diikuti 3 pria lainnya. Jamal akhirnya ketemu di sebuah lokasi dan terjadi penganiayaan. Korban dipukul berulang kali oleh Yudi dan Antoni sementara 3 orang lainnya hanya menyaksikan.

"Korban selanjutnya diajak naik sepeda motor ke sebuah kebun sawit di Desa Durian Tandan, jaraknya 15 menit pakai sepeda motor dari lokasi pertama," jelas Anom.

Penganiayaan terjadi lagi di kebun sawit dimaksud. Aktor utama penganiayaan masih Yudi bersama Antoni, sementara 3 pria lainnya menjaga jarak sekitar 20 meter untuk mengamankan lokasi.

Beberapa menit kemudian, Yudi pergi memakai sepeda motor meninggalkan lokasi dan kembali lagi menggunakan mobil. Jamal sudah babak belur, dimasukkan ke mobil lalu dibawa ke rumah neneknya.

"Rumah nenek korban diperiksa mencari barang yang dicuri, korban lemas, dibawa ke klinik," ujar Anom.

Pihak klinik menyatakan tidak sanggup menangani korban hingga dirujuk ke Rumah Sakit Sansani lalu ke Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Ahmad. Keesokan harinya, korban dinyatakan meninggal dunia.

"Korban diserahkan ke dokter lalu ditinggal di rumah sakit, dari semua pelaku, hanya A yang anggota Polri," kata Anom.

Anom menyatakan motif perbuatan Yudi dan Antoni kepada Jamal masih belum terungkap. Kepolisian masih mencari keberadaan Yudi dan pria lainnya yang mengetahui peristiwa ini.

Anom menyebut Antoni tidak punya wewenang menjemput Jamal karena bukan tugasnya. Antoni juga tidak dilengkapi surat perintah penangkapan dan murni untuk urusan pribadinya antara Yudi dengan Jamal.

Terkait adanya barang tersangka utama yang dicuri oleh korban, Anom menyebut masih penyelidikan. Termasuk kabar korban mencuri narkoba milik tersangka Yudi.

"Terkait barang yang disampaikan yang diduga narkoba, saat ini bekerja sama dengan Satuan Narkoba dan Direktorat Narkoba menyelidiki, apakah yang bersangkutan (Y) benar-benar bandar," kata Anom, Rabu siang, 18 September 2024.