Liputan6.com, Gorontalo - Memiliki rumah pribadi adalah impian banyak orang. Demi mewujudkannya, banyak yang rela bekerja keras untuk membeli atau membangun rumah sesuai keinginan.
Di Gorontalo, pembangunan rumah tidak hanya soal fisik, tetapi juga erat kaitannya dengan tradisi dan budaya lokal.
Baca Juga
Dalam masyarakat Gorontalo, rumah bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga produk budaya yang mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal.
Advertisement
Salah satu tradisi yang masih dilestarikan adalah prosesi payango atau momayango, yang berarti memetakan.
Tradisi ini menjadi langkah wajib dalam menentukan tata letak dan struktur rumah, termasuk arah pintu utama.
Menurut Rostin Tanip, seorang tokoh adat Gorontalo mengatakan, tradisi payango sangat berpengaruh terhadap kesehatan, rezeki, dan keharmonisan penghuni rumah.
"Jika salah dalam melakukan tradisi payango, hal ini bisa berdampak buruk bagi penghuni rumah. Maka, membangun rumah di Gorontalo tidak boleh sembarangan," kata Rostin.
Prosesi payango dimulai dengan momatoo atau pematukan titik utama rumah. Pemangku adat akan menancapkan tiang pertama menggunakan sebilah bambu yang telah diukur sesuai tinggi badan pemilik rumah.
Bambu tersebut dipukulkan ke tanah beberapa kali hingga mencapai titik akhir yang dianggap ideal.
Setelah titik utama ditentukan, pasangan suami istri meletakkan batu secara bersamaan pada titik tersebut. Filosofinya, batu melambangkan kekuatan dan kekekalan hubungan rumah tangga.
"Batu itu akan kokoh, sama seperti harapan agar rumah tangga pemilik rumah juga kokoh dan langgeng," jelas pria yang diakrab Opa Kasatu.
Simak juga video pilihan berikut:
Bahan Ritual
Selain batu, bahan-bahan seperti gula merah, gabah padi, parutan kelapa, jagung, dan pecahan belanga diletakkan dalam pondasi rumah.
Setiap bahan memiliki makna filosofis. Misalnya, gula merah, gabah, dan jagung melambangkan kelimpahan rezeki, sementara parutan kelapa mencerminkan harapan agar penghuni rumah tidak pernah kekurangan.
Setelah ritual selesai, pembangunan rumah dilanjutkan secara bergotong royong atau mohuyula. Tradisi ini melibatkan masyarakat sekitar, yang bersama-sama membantu proses pembangunan rumah.
"Momayango tidak hanya memperkuat hubungan spiritual, tetapi juga menumbuhkan kebersamaan antarwarga," tuturnya.
Payango bukan sekadar prosesi adat, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap kearifan lokal Gorontalo. Di tengah derasnya arus modernisasi, melestarikan tradisi ini menjadi tanggung jawab bersama agar nilai-nilai budaya tidak hilang ditelan zaman.
"Dengan menjaga tradisi ini, masyarakat Gorontalo tidak hanya membangun rumah, tetapi juga mewariskan identitas budaya kepada generasi mendatang," ia menandaskan.
Advertisement