Liputan6.com, Kendari - Kasus seorang menantu bunuh mertua di Kendari membuat heboh pada awal tahun 2024. Pelaku bernama Novi (28), nekat menghabisi nyawa mertuanya. Korban diketahui bernama Mirna (51).
Pelaku merasa dendam, karena korban sering mencampuri urusan rumah tangganya. Novi mengaku di depan polisi, mertuanya pernah mengeluarkan kata-kata yang dianggap menghina. Novi mengaku pernah dihina hamil diluar nikah oleh mertuanya.
Selain itu, dia juga mengaku mendapat penghinaan tidak pernah membantu keluarga suaminya. Hal ini, menurut pelaku, bertolakbelakang dengan kejadian sebenarnya.
Advertisement
Apalagi, suami pelaku, dianggap tidak bisa menjadi penengah dan malah membela ibunya.
Novi Damayanti lalu menyewa rekan masa kecilnya untuk membunuh korban. Korban kemudian ditusuk oleh orang suruhan pelaku bernama Cimmank (21).
Mirna tewas di rumah sakit karena luka tusuk pada Minggu (7/4/2024). Untuk menutupi perbuatannya, Novi pura-pura menangis histeris di ruang RSUD Kota Kendari saat tahu sang mertua meninggal dunia. Kepada polisi, Novi mengaku mertuanya ditusuk oleh seorang begal
Kasus pembunuhan berawal saat Novi mengajak mertuanya, Mirna belanja Minggu (7/4/2024) sekitar pukul 08.00 Wita.
Mereka keluar berdua menggunakan mobil milik Novi. Suami dan anak dari Novi, berada di rumah mertua mereka di Kecamatan Sampara, Kabupaten Konawe.
Saat itu, Novi mengemudikan mobil ke arah arah kompleks kantor DPRD Kota Kendari, tepatnya di Jalan Madusila, Kecamatan Poasia, sekitar pukul 14.30 Wita. Tak lama kemudian, tidak jauh dari kantor DPRD Kota Kendari ada pelaku lelaki Muhammad Firmansyah alias Cimank (21) yang sudah menunggu mobil Novi.
Cimank kemudian membuka pintu dan masuk ke dalam mobil lalu ia menjerat leher korban dari arah belakang. Ia kemudian menusukkan pisau ke leher korban beberapa kali. Akibat perbuatannya, Novi pelaku menantu bunuh mertua di Kota Kendari dihukum penjara selama seumur hidup. Sementara eksekutor dihukum penjara selama 20 tahun.
Supriyani, Guru Honorer diperas Oknum Polisi
Seorang guru honorer Supriyani (36), ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara di Lapas Perempuan kelas II A Kendari. Supriyani dituduh menganiaya anak seorang oknum anggota polisi. Kasus ini menjadi heboh, sebab Supriyani masuk penjara dan ditahan selama 2 minggu oleh jaksa tanpa ada bukti sama sekali.
Awal kasus bermula, saat ibu dua anak yang sudah mengajar sejak 2009 di SDN 4 Baito Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, dipaksa mengakui telah menganiaya seorang bocah SD kelas 2. Supriyani mulai dipenjara pada Rabu (16/10/2024). Menurut orang tua bocah bernama Aipda Wibowo, kasus terjadi sekitar April 2024.
Kasus menjadi heboh, sebab kasus Supriyani menjadi viral di media sosial. Saat itu, kuasa hukum Supriyani dari LBH HAMI Kendari, Andre Darmawan dan rekan, ikut berperan penting membela kasusnya.
Kuasa hukum mencatat, ada lima sampai enam kali Supriyani berupaya berdamai dengan keluarga si bocah. Namun, upaya tersebut tidak berjalan lancar setelah pihak keluarga si bocah mengakui mengantongi bukti visum.
Supriyani mengaku, usai dituduh memukul anak oknum anggota polisi, orang tua si bocah meminta dia membayar Rp 50 juta. Namun, Supriyani tidak sanggup karena tidak memiliki duit sebanyak itu.
Supriyani mengakui hanya mampu membayar hingga Rp 10 juta. Belakangan, Supriyani menawarkan dan memberi uang Rp 2 juta. Namun, uang sebanyak ini kata Supriyani, bukan untuk mengakui kesalahan, namun hanya untuk membantu biaya beli obat si bocah yang mengaku dipukul.
Diketahui, Supriyani seorang guru honorer yang menerima insentif tiap tiga bulan sekali. Dia harus menghidupi dua orang anaknya. Sedangkan suaminya, seorang petani biasa di kampung.
Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, memilih menempuh jalur hukum hingga kasus selesai. Saat sidang sudah berjalan di PN Andoolo Konawe Selatan, terungkap, polisi melakukan berbagai kejanggalan prosedur penyidikan. Mulai dari proses visum, alat bukti yang berasal dari keterangan anak dibawah umur, saksi yang tidak cukup, hingga adanya pemerasan dari oknum anggota Polsek terhadap keluarga Supriyani.
Hal ini terkuak usai kuasa hukum menghadirkan dua saksi ahli bertaraf nasional di sidang kasus Supriyani di Konawe Selatan. Keduanya yakni, Susno Duadji sebagai saksi ahli pidana dan Reza Indragiri sebagai saksi ahli psikologi forensik. Selain itu, ahli forensik juga menghadirkan dokter forensik dari RS Bhayangkara Kota Kendari.
Karena polisi dan jaksa kurang saksi dan bukti, Hakim PN Andoolo membebaskan Supriyani dan meminta nama baiknya dipulihkan. Dua polisi di Polsek Baito, Kapolsek dan Kanit Reskrim dicopot dari jabatan dan menjalani demosi selama 2 tahun. Keduanya terbukti memeras Supriyni sebesar Rp 2 juta. Uang tersebut digunakan untuk merehabilitasi Bangunan Polsek Baito.
Advertisement
Santri Mengaku Disekap, Ternyata Sengaja Lari dari Pondok
Seorang santri Pondok Pesantren di Konawe Selatan, hilang dari pondok selama 6 bulan. Setelah berhasil ditemukan pada Agustus 2024, dia mengku kepada polisi sudah disekap pelaku yang diketahui sebagai pemulung.
Setelah diinterogasi, Agung yang sebelumnya mengaku telah disekap ternyata membuat pernyataan terbalik dengan peristiwa yang sebenarnya. Kenyataannya, usai sengaja lari dari pondok, Agung tinggal bersama seorang pemulung di kawasan Boulevard, Kelurahan Mokoau, Kecamatan Kambu, Kota Kendari.
Pemulung tersebut diketahui bernama Jusman (47). Dia bercerita, selama tinggal bersama Agung. Jusman mengaku tidak pernah tahu kalau santri asal Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Darul Raihanun itu hilang dan sedang dicari-cari. Sebab, ia hanya fokus bekerja dan mencari barang-barang bekas.
"Saya tidak tahu kalau dia hilang, saya fokus memulung," katanya.
Jusman menjelaskan awalnya ia bertemu Agung pada Februari 2024. Saat itu, Agung meminta tumpangan. Kemudian, Agung meminta tinggal bersama Jusman meskipun di rumah kumuh miliknya.
Setelah enam bulan tinggal, Jusman mengaku Agung melarikan diri dari rumah miliknya. Agung kemudian, ditemukan di sebuah masjid di Konawe.
Beli Kapal di Zaman Gubernur Ali Mazi Terungkap, Pemprov Rugi Rp8,9 Miliar
Menjelang akhir tahun 2024, BPKP mengungkap korupsi zaman Gubernur Ali Mazi dengan kerugian negara mencapai Rp 8,94 miliar di Pemprov Sulawesi Tenggara. Hal ini berdasarkan hasil audit atas pengadaan kapal jenis yacht merek Azimuth Atlantis pada tahun 2020 yang dibeli dengan anggaran Rp 9,8 miiar.
Seperti diberitakan sebelumnya di Liputan6.com, kapal ini diadakan atas inisiatif pihak Pemprov di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Mazi. Pemprov melakukan pembelian ini, melalui Biro Umum.
Masalah mulai datang, ketika terungkap berbagai kejanggalan atas barang yang berujung penyitaan oleh Bea Cukai Kendari. Tercatat, status kapal masih berbendera asing. Saat ditelusuri lebih jauh, kapal tersebut merupakan barang bekas pakai. Kemudian, diduga ada mark-up yng dilakukan antara pemilik kapal yang tinggal di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta dan kontraktror yang ada di Kota Kendari.
Karena kasus ini, ada pergantian Kasubdit Ditkrimsus Polda Sulawesi Tenggara sebanyak dua kali sebelum akhirnya audit BPKP keluar. Pertama, Kompol Honesto saat kasus muli bergulir. Kemudian, Kompol I Gde Pranata dan terakhir, AKBP Rico Fernanda.
Dirkrimsus Polda Sulawesi Tenggara Kombes Pol Bambang Widjanarko melalui Kasubdit Tipikor AKBP Rico Fernanda, Selasa (10/12/2024) mengatakan, lamanya penyelidikan atas kasus ini karena Polda harus koordinasi. Kata Rico, Polisi sudah menemukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum, namun memerlukan BPKP untuk membuktikan adanya perhitungan kerugian negara.
"Intinya, kerugian negara terjadi karena jual beli tidak sah secara administrasi. Seharusnya, Pemprov membeli kapal baru tapi ternyata bukan kapal baru (bekas)," ujar Rico Fernanda, via telepon seluler.
Kata Rico, pihaknya sudah memeriksa sebanyak 15 orang saksi mata. Mereka berasal dari kontraktor kapal, pihak penyedia, mantan Kepala Biro Umum dan staf Pemprov Sultra, Balai Lelang dan sejumlah pihak terkait.
Kata Rico, kapal ini tidak memiliki izin untuk berlayar di Indonesia. Sebab, diberitakan sebelumnya, kapal ini masih berbendera luar negeri.
"Hal penting lainnya, kapal ini memiliki jangka waktu untuk tinggal di Indonesia, ada perpanjangan surat adminstrasi yang harus di penuhi pemilik kapal dalam jangka waktu tertentu namun tidak diperpanjang," Jaga Rico.
Dia menjelaskan, dalam masa perpanjangan waktu kapal berbendera asing di Indonesia, Kapal harus balik ke negara asal. Namun, diduga hal ini diabaikan pemilik.
"Intinya, Pemprov membeli kapal kapal ini dari penyedia namun Pemprov tidak bisa memiliki," jelas Rico Fernanda.
Rico menegaskan, Dirkrimsus Polda Sulawesi Tenggara berusaha maksimal melakukan percepatan penyidikan tindak pidana korupsi. Namun, pada dasarnya, Polda tidak bisa bekerja sendiri menentukan kerugian negara sebab ada koordinasi dengan pihak lain.
"Dirkrimsus Polda sudah menemukan perbuatan melawan hukum. Namun, untuk menentukan kerugian negara memerlukan kerjasama BPKP," ujar Rico. Diketahui, terkait dugaan kasus korupsi kapal Azimuth Atlantis yang dibeli Pemprov Sultra pada 2020, Polda sudah meminta audit ke BPKP sejak September 2023. Namun, BPKP memerlukan waktu sekitar setahun dan baru mengeluarkan hasil audit pada Oktober 2024.
Pada proses penyidikan kasus ini di Polda Sultra, juga sudah terjadi pergantian Kasubdit sebanyak 2 kali. Saat kasus terjadi, Kasubdit Tipidkor dijabat oleh Kompol Honesto R Dasinglolo. Kemudian, Honesto digantikan oleh Kompol Gede Pranata. Terakhir, penyidikan kasus mulai mencapai titik terang saat Kasubdit AKBP Rico Fernanda menjabat.
Sebelumnya, Dirkrimsus Polda Sultra Kombes Bambang Widjanarko menegaskan akan serius menangani kasus korupsi di Sulawesi Tenggara. Namun, dia mengatakan, Polda dalam menangani kasus korupsi, bekerjasama dan koordinasi dengan Inspektorat dan BPKP Provinsi. Sehingga, hal ini memerlukan waktu meskipun pihak Dirkrimsus sudah menemukan perbuatan melawan hukum.
Advertisement
Banjir Terjang Kendari Usai Raih Adipura
Banjir menerjang Kota Kendari, Rabu (6/3/2024). Ribuan rumah terendam banjir usai hujan deras melanda sejak pukul 21.20 Wita. Kondisi ini miris, sebab, bulan sebelumnya, Kota Kendari baru saja meraih adipura. Adipura merupakan, salah satu penghargaan yng diberikan karena sebuah kota atau kabupaten, memiliki tata kota yang baik dari segi drainase dan kebersihan.
Ada tujuh kecamatan di Kota Kendari yang terendam banjir. Ketujuhnya yakni, Kecamatan Kendari, Kendari Barat, Wua-wua, Baruga, Mandonga, Kadia dan Poasia.
Dari ketujuhnya, sebagian besar rumah penduduk terendam banjir dan lumpur, sisanya hanyut dan rusak akibat tanah longsor.
Data Pemkot Kendari, ada sebanyak 2.198 unit rumah warga terdampak bencana alam banjir di Kota Kendari hingga Jumat (8/3/2024). Rinciannya, Kecamatan Kendari Barat terdapat sebanyak 563 rumah korban banjir. Lalu, Kecamatan Kendari terdapat 561 rumah. Kemudian, Kecamatan Mandonga 230 rumah.
Banjir ini menjadi salah satu terparah selama beberapa tahun. Pasalnya, selain merusak ribuan rumah, seorang anggota TNI tewas tersengat listrik saat banjir.
Selain itu, Pemkot kelabkan karena tak memiliki data pasti soal korban banjir selama beberapa hari. Tidak hanya itu, bantuan ke korban banjir juga sempat terhambat karena kurang data.
Penggusuran Ratusan Pedagang di Lokasi Tugu Eks MTQ
Pemkot Kendari menggusur ratusan pedagang kuliner di seputaran tugu Religi MTQ, 06/05/2024. Sebelum menggusur, Pemkot menyegel dan memutus aliran listrik yang menuju lapak pedagang.
Akibatnya, ratusan pemilik warung dan ratusan tenaga kerja di Kota Kendari, harus kehilangan pekerjaan. Mereka, diketahui sudah menjual di lokasi itu selama belasan tahun.
Namun, kemudian digusur Pemkot tanpa ada solusi jelas.Pihak Pemkot berencana, membangun area bagi pejalan kaki di wilayah eks MTQ. Pemkot juga berencana menata ulang kawasan menjadi pusat pedagang UMKM. Namun, sebelum itu terjadi, Pemkot harus menyingkirkan pedagang yang sudah menggantungkan hidup di wilayah itu.
Sebelumnya, Pj Walikota Kendari Muhammad Yusup akan memindahkan pedagang ke lokasi paddys market. Namun, usulan ini ditolak karena lokasi tersebut dianggap sunyi.
Salah seorang pedagang di Tugu religi MTQ , Harun mengaku pasrah. Dia harus rela lapak miliknya dibongkar Satpol PP.
“Kita sudah mendapatkan Surat Peringatan Ketiga (SP3 dan surat penyegelan untuk rencana penggusuran ini,” ungkap salah satu pemilik warkop ini, Senin(06/6/2024).
Advertisement