Liputan6.com, Padang Pariaman - Ernawati (52) masih ingat ketika ia menghabiskan waktu mudanya di rumah yang katanya dahulu punya pemandangan indah. Ada sungai jernih dan hamparan sawah di belakang rumahnya.
Rumah itu, kini tinggal puing-puing akibat tergerus Sungai Batang Anai, di Jorong Lasuang Batu, Nagari Sungai Buluh Timur Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Baca Juga
Ernawati bercerita, jarak antara rumahnya dan Sungai Batang Anai ketika ia masih muda cukup jauh, sekitar 200 meter. Namun kemudian dari tahun ke tahun sempadan sungai terus berubah.
Advertisement
Sampai pada 2015 rumahnya hancur. Sejak itu satu per satu rumah di sekitar rumah Ernawati hancur. Total terdapat 14 rumah yang habis tergerus arus sungai di daerah itu.
"Terakhir 2022 itu rumah orang tua saya ini, pada 2015 rumah saya yang hancur," katanya, Jumat (13/12/2024).
Tak hanya rumah, lahan pertanian di lokasi itu, kata Ernawati juga turut habis tergerus air sungai. Sekitar 15 tahun yang lalu, katanya, panen padi masyarakat bisa mencapai tiga ton dibanding hari ini tersisa sekitar satu ton saja.
Sama halnya dengan Ernawati, warga lainnya di Batang Anai yang rumahnya juga hancur tergerus air sungai, Fatmawati (53) mengatakan hancurnya rumahnya merupakan kondisi yang memilukan sebab ia harus mencari tempat tinggal lain.
"Belum ada kejelasannya sampai sekarang dari pemerintah, apakah rumah kami akan diganti atau tidak," jelasnya.
Berubahnya alur sempadan Sungai Batang Anai, menurutnya mulai terjadi setelah maraknya aktivitas tambang galian C ilegal di sepanjang sungai di Kecamatan Batang Anai.
"Iya sejak ada yang mengambil pasir di sungai pakai alat berat ekskavator," ujarnya.
Dampak berubahnya alur Sungai Batang Anai tak hanya dirasakan warga Kecamatan Batang Anai, di Kecamatan Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman yang juga dilalui aliran sungai tersebut juga merasakan dampaknya saat ini.
Warga Jorong Gantiang Koto Buruak, Nagari Lubuk Alung, Kuslaini (52) mengatakan masifnya aktivitas pengambilan pasir menggunakan ekskavator di Sungai Batang Anai mulai terjadi pada 2005.
"Sejak itu terus berlanjut sampai sekarang, satu bulan ini berhenti karena ada razia dari Mabes Polri pada September 2024 dan tertangkap satu orang beserta satu ekskavatornya," katanya.
Ia menyebut dampak yang paling dirasakannya di lokasi itu adalah kerap terjadi kekeringan, terutama ketika kemarau air sumurnya turut kering.
"Sebelum ada tambang galian c ini kalaupun kemarau itu air bersih aman-aman saja," kata Kuslaini.
Warga lainnya, Darmawan (57) mengatakan hal yang sama. Kemudian ia juga menyinggung soal masifnya aktivitas galian C pada 2018.
"Informasi yang saya dapat, untuk jalan tol Padang-Sicincin itu mereka mengambil material pasir dan batu dari Sungai Batang Anai," katanya.
Â
Proyek Pemerintah dan Penderitaan Masyarakat
Bencana yang dirasakan Ernawati dan warga lainnya di kawasan Sungai Batang Anai, hanya dua dari sekian banyak dampak lingkungan dari tambang galian C ilegal di Kabupaten Padang Pariaman.
Tokoh Adat Kecamatan Lubuk Alung, Herik Rinal (40) yang vokal dalam upaya menghentikan aktivitas tambang galian c ilegal di Batang Anai mengatakan jika galian C ilegal ini dibiarkan maka bukan tidak mungkin bencana yang lebih besar menimpa masyarakat.
"Sumur-sumur warga mengering akibat turunnya dasar sungai yang terus dikeruk, lahan pertanian sampai ratusan hektar tidak bisa dialiri air, ini dampak lainnya yang sudah dirasakan masyarakat," kata Herik yang juga perwakilan dari Aliansi Masyarakat Menolak Perusak Lingkungan (AMMUAK) Padang Pariaman.
Ia memperkirakan jika dibandingkan 10 tahun lalu, penurunan dasar Sungai Batang Anai mencapai 10 meter.
Sebelum tambang marak, lanjutnya, di sungai itu warga dengan mudah mendapatkan ikan, ada dulu namanya ikan larangan yang sekali enam bulan dipanen dan hasilnya menjadi kas untuk nagari. Namun sekarang sudah tak ada lagi karena sungai mengering.
Ia tak menampik bahwa sejak lama akitivitas menambang galian C sudah ada di Batang Anai, namun dengan manual. Masyarakat mengambil material pasir menggunakan sekop.
"Masyarakat cukup untuk kebutuhan saja, yang jadi masalah mereka yang menggunakan ekskavator, dimodali pengusaha," katanya.
Ia merinci ekskavator mulai masuk di Sungai Batang Anai sekitar 2005 seiring meningkatnya pembangunan daerah.
Awalnya para pemodal memakai sistem bagi hasil dengan cara menyewa lahan masyarakat untuk diambil materialnya, kemudian dilakukan bagi hasil.
"Tetapi meski menyewa lahan masyarakat,para penambang juga mengambil material dari sungai terutama pada malam hari lalu materialnya diletakkan di lahan yang sudah disewa, ini hasil penelusuran kami," ujarnya.
Namun sekitar 2015 masyarakat tidak mau lagi menyewakan lahannya karena mereka sudah merasakan dampak buruk dari galian C, mulai dari berubahnya alur sungai, kekeringan, banjir dan terkikisnya daratan oleh arus sungai.
Lalu pada 2016 gabungan masyarakat Kecamatan Lubuk Alung melaporkan aktivitas tambang galian C ilegal ini ke Polres Padang Pariaman, namun tidak ada tanggapan.
Tak habis di sana, masyarakat kemudian melakukan aksi unjuk rasa pada 2017 ke Polda Sumbar. Demo tersebut cukup berdampak, aktivitas galian C di Lubuk Alung sempat berhenti sampai pada 2019 kembali aktif.
"Setelah ada PSN Tol Padang-Sicincin itu mulai lagi, bahkan di Kecamatan Lubuk Alung, puncaknya pernah alam satu hari 20 ekskavator yang beroperasi," kata Herik.
Herik menduga material galian C ini dipasok untuk kebutuhan Tol Padang-Sicincin, hal tersebut setelah ia melakukan penelusuran di lapangan.
Ia menjelaskan skema yang dilakukan dalam memasok material Tol Padang-Sicincin yakni perusahaan galian C yang berizin menampung material dari penambang galian C ilegal. Kemudian Hutama Karya Indonesia sebagai pihak yang membangun tol ini mengambil material dari perusahaan pasir dan batu berizin tersebut.
Advertisement
Beking-Membeking Tambang Galian C?
Hingga 2024, aktivitas tambang galian C ilegal masih bertahan di DAS Batang Anai. Pada tahun ini juga AMMUAK mengirim surat kepada presiden terkait tambang ilegal ini.
Aduan AMMUAK ini, katanya ditindaklanjuti dengan rapat koordinasi di tingkat Pemrpov Sumbar. Kemudian Pemprov Sumbar mendirikan papan imbauan pelarangan menambang galian C di Batang Anai.
Menurut Herik, maraknya aktivitas tambang galian C ilegal diduga berjalan mulus karena ada oknum aparat yang membekingi. Hal tersebut, lanjutnya sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat Kecamatan Lubuk Aluang.
Dugaan ini semakin kuat setelah kasus penembakan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Ryanto Ulil Amri oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang pada Jumat (22/11/2024) dini hari.
Kapolda Sumbar, Irjen Pol Suharyono mengatakan, kronologi kejadian polisi tembak polisi itu berawal saat Sat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Ryanto mengamankan pelaku tambang galian C.
Saat menuju Polres, Kasat Reskrim mendapat telepon dari Kabag Ops AKP Dadang Iskandar, terkait adanya penangkapan terhadap pelaku tambang galian C yang telah diamankan oleh personel Sat Reskrim Polres Solok Selatan.
AKP Dadang Iskandar diduga tidak senang dengan penangkapan yang dilakukan oleh Sat Reskrim Polres Solok Selatan Akp Ryanto, sehingga terjadi penembakan.
Sejak merebaknya kasus tersebut, aktivitas tambang galian C di Kecamatan Lubuk Alung berhenti beroperasi dan tak ada lagi ekskavator yang mengambil material pasir.
Herik berharap aktivitas galian C di Sungai Batang Anai benar-benar berhenti dan kerusakan yang ditimbulkan akibat tambang galian C ilegal selama ini dapat diperbaiki.
Sementara Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumbar, Wengki Purwanto mengatakan kejahatan tambang ilegal di Sumatera Barat tidak hanya berdampak pada lingkungan dan masyarakat kecil, tetapi juga kini menjadikan aparat kepolisian sebagai korban.
"Tambang ilegal merupakan kejahatan yang terbuka dan terang benderang, berbeda dengan kejahatan lain seperti narkotika atau terorisme yang memerlukan intelijen khusus," ujar Wengki.
Kemudian Wengki menyebut pertambangan ilegal menyebabkan perubahan bentang alam sudah semakin parah, buktinya rumah masyarakat sudah banyak yang hancur terkikis arus sungai di Kecamatan Batang Anai.
"Kami menantang Mabes Polri membersihkan semua jaringan aparat yang terlibat sebagai beking tambang ilegal ini," kata Wengki.
Â
Respon Pemerintah Provinsi Sumbar
Kepala Bidang Pertambangan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumatera Barat, Edral menyampaikan DAS Batang Anai memang memiliki potensi besar sumber daya alam pasir dan batu.
Namun, tingginya permintaan bahan tambang seiring dengan pembangunan infrastruktur ini juga memunculkan dinamika negatif, termasuk dugaan adanya aktivitas tambang emas ilegal di kawasan tersebut.
"Tingginya kebutuhan bahan baku sering kali tidak seimbang dengan proses perizinan yang memakan waktu, sehingga muncul fenomena tambang ilegal," katanya.
Edral menegaskan pentingnya kaidah tata kelola tambang yang baik, meliputi perizinan, teknis pertambangan yang sesuai aturan, hingga reklamasi pascatambang.
Ia juga menyebutkan bahwa beberapa tambang di sekitar Batang Anai telah memiliki izin resmi dan beroperasi sesuai ketentuan, yakni berjarak minimal 100 meter dari sungai.
Namun demikian, ia tak menampik bahwa ada laporan tambang galian C ilegal di Batang Anai, selain itu juga terdapat tambang galian C yang sudah berizin namun melakukan penambangan di luar izin usaha.
"Jika ada ekskavator yang mengambil material langsung dari sungai, itu jelas dikategorikan sebagai tambang ilegal," katanya.
Menurutnya siapa pun yang melakukan tambang ilegal, termasuk perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) tetapi beroperasi di luar wilayah IUP, dapat dikenakan sanksi oleh aparat penegak hukum.
"Kebutuhan sumber daya alam kita cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di Sumbar, tetapi pengambilannya harus melalui prosedur yang sesuai aturan. Kami terus mendorong pelaku usaha untuk segera mengurus perizinan tambang," jelasnya.
Menanggapi isu material ilegal yang disebut dialirkan ke proyek jalan tol, Edral menyerahkan proses pembuktiannya kepada aparat penegak hukum.
"Tambang ilegal adalah tindakan melawan hukum. Silakan pihak-pihak yang menemukan aktivitas tersebut segera melaporkannya, baik ke kami maupun langsung ke penegak hukum," ia menambahkan.
Â
Advertisement