Liputan6.com, Mamuju - Perahu sandeq atau lopi sandeq merupakan perahu tradisional Suku Mandar, suku yang mendiami wilayah pesisir Sulawesi Barat. Perahu ini digunakan oleh para nelayan yang mengarungi Laut Mandar.
Mengutip dari indonesiakaya.com, perahu sandeq memiliki bentuk ramping. Bentuk tersebut membuat perahu sandeq lebih leluasa dan dengan cepat menyusuri lautan.
Perahu sandeq memiliki layar putih berbentuk segitiga yang menjulang tinggi. Bentuk tersebut menandakan bahwa perahu ini bukanlah perahu modern yang digunakan nelayan masa kini.
Advertisement
Baca Juga
Masyarakat Suku Mandar memang dikenal sebagai pelaut ulung. Keunggulan mereka bukan berasal dari alat-alat canggih, melainkan dari kepiawaian dalam menciptakan teknologi perikanan lokal yang dikembangkan sendiri.
Perahu sandeq menjadi salah satu teknologi yang dikembangkan sendiri oleh masyarakat sekitar. Perahu sandeq merupakan hasil evolusi dari perahu-perahu tradisional, seperti baqgo, palari, lambo, dan pakur. Perahu-perahu tradisional itu telah lama digunakan masyarakat Suku Mandar untuk berlayar dan menangkap ikan di perairan Sulawesi Barat.
Perahu pakur yang merupakan warisan nenek moyang Suku Mandar (suku-suku Austronesia) yang memiliki cadik dan layar ini menjadi cikal bakal perahu sandeq. Dahulu, pakur digunakan oleh pelaut Mandar untuk mengangkut kopra, yakni daging buah kelapa yang dikeringkan, ke Pulau Jawa. Perahu ini memiliki bentuk lebih lebar daripada sandeq.
Adapun layar yang digunakan adalah sejenis tanjaq (segi empat) khas Suku Austronesia. Layar tersebut membuat pakur kurang lincah saat berlayar di lautan, sehingga mulai ditinggalkan oleh pelaut, nelayan, dan pembuat perahu Suku Mandar.
Pakur juga ditinggalkan karena masih kalah dengan teknologi pelayaran orang Eropa. Pada masa penjajahan, para pelaut Mandar melihat layar segitiga kapal-kapal Eropa saat berlayar hingga ke Makassar, Surabaya, dan Tumasik (Singapura).
Dari sana, mereka terinspirasi untuk membuat perahu dengan layar segitiga. Sekitar 1930-an, para pembuat perahu Mandar pun mulai menciptakan perahu sandeq dengan layar segitiga atau layar massandeq, yang berarti runcing. Sejak saat itu, muncul pusat pembuatan perahu sandeq di Desa Pambusuang (Kecamatan Balanipa) dan Desa Karama (Kecamatan Tinambung), Kabupaten Polewali Mandar.
Kata sandeq dalam bahasa Indonesia berarti runcing. Sesuai namanya, perahu sandeq memiliki bentuk haluan yang tajam.
Ciri khas perahu ini terletak pada dua cadik (baratang) atau sayapnya yang ditempatkan di bagian haluan dan tengah perahu. Cadik ini berfungsi menjaga keseimbangan perahu saat dihantam ombak.
Perahu sandeq memiliki panjang sekitar 8 meter dan lebar 70 sentimeter. Namun, kini ukurannya berkembang hingga memiliki panjang 11 meter dengan lebar 60 sentimeter.
Lambungnya yang runcing dan cadiknya yang melengkung ke atas, membuat perahu sandeq mampu menembus ombak dengan kecepatan 15–20 knot. Perahu ini pun menjadi perahu layar tercepat di Nusantara.
Terdapat tiga jenis utama perahu sandeq, yakni sandeq pangoli untuk kawasan pesisir, sandeq paroppo untuk laut lepas, dan sandeq potangnga untuk menangkap ikan terbang di laut lepas. Sayangnya, banyak nelayan yang mulai beralih ke kapal bermesin karena modernisasi.
Perahu sandeq terakhir yang digunakan untuk menangkap ikan dibuat pada 2000. Sebagai bentuk penghormatan, setiap tahun diadakan perlombaan sandeq dengan jarak tempuh 480 km yang diikuti masyarakat Mandar, Bugis, dan Bajau.
Â
Penulis: Resla