Sukses

Wabah PMK Menyerang Hewan Ternak di Gunungkidul, Warga Diminta Waspada

Gunungkidul dilanda wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Awalnya terdeteksi di Polaman, seekor anak sapi mati mendadak setelah menunjukkan gejala khas. Hingga kini, 17 sapi diduga terinfeksi, 7 di antaranya mati.

Liputan6.com, Gunungkidul - Gunungkidul digemparkan oleh kematian mendadak seekor anak sapi jenis simental di Padukuhan Polaman, Kalurahan Pampang, Kapanewon Paliyan, pada Minggu (22/12/2024). Anak sapi berusia 2,5 bulan milik Samiasri (79) itu sempat mengeluarkan jeritan keras sebanyak lima kali sebelum akhirnya mati. Kejadian ini memicu kekhawatiran di kalangan peternak setempat.

Sebelumnya, sapi tersebut diketahui menerima suntikan pada Jumat (20/12/2024), dua hari sebelum kematian. Pasca kejadian, warga segera mengubur sapi tersebut di sekitar kandangnya untuk mencegah penyebaran penyakit.

Menurut Kepala Dukuh Polaman, Heru Lawan, kasus ini bukanlah yang pertama. Hingga saat ini, sebanyak 17 ekor sapi di Polaman diduga terinfeksi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), dengan tujuh di antaranya dilaporkan mati. Penyebaran kasus bahkan mulai meluas ke Kalurahan Sodo, di mana dua sapi lainnya menunjukkan gejala serupa.

PMK merupakan penyakit menular akut yang menyerang hewan berkuku belah seperti sapi, kambing, dan kerbau. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus Aphthovirus, yang menyebar melalui udara, kontak langsung, atau benda yang terkontaminasi. Gejalanya meliputi demam tinggi, lepuh di mulut dan kaki, air liur berlebihan, hingga kematian mendadak pada pedet.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul, Wibawanti Wulandari, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan investigasi di lokasi. Meski belum menerima laporan resmi, ia mengimbau masyarakat untuk menjaga kebersihan kandang dan menghindari pembelian sapi dari luar tanpa pemeriksaan kesehatan.

“Kami meminta warga tetap waspada, tetapi tidak perlu panik. Kebersihan kandang dan penerapan biosecurity menjadi langkah penting dalam mencegah penyebaran penyakit ini,” ujarnya.

Sebagai langkah awal, pemerintah setempat telah melakukan penyemprotan disinfektan di area terdampak. Upaya ini diharapkan dapat menekan risiko penyebaran lebih lanjut. Namun, dengan kerugian ekonomi yang mencapai Rp15 hingga Rp16 juta per ekor, peternak berharap pemerintah sigap menangani wabah ini agar tidak semakin meluas.