Sukses

ICDec Luncurkan Pelatihan Desain Chip, Cetak Talenta Unggul Industri Semikonduktor di Indonesia

Kolaborasi ini melibatkan Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, PT Hartono Istana Teknologi (Polytron) serta ICDeC

Liputan6.com, Kudus - Potensi besar komoditas pasir silica yang dimiliki Indonesia, tampaknya mulai digarap serius untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri semikonduktor di tanah air.

Sebab industri ini, memiliki prospek sebagai penghasil devisa dan pencipta lapangan kerja yang besar. Namun Indonesia kini dihadapkan pada kendala besar, yakni belum tersedianya sumber daya manusia dan tenaga ahli di bidang chip dan semikonduktor.

Prihatin atas kondisi tersebut, sejumlah akademisi dan pakar bidang chip dan semikonduktor dari belasan universitas negeri dan swasta ternama di Indonesia berkomitemen mendirikan Indonesia Chip Design Collaborative Center (ICDeC).

ICDeC adalah organisasi non profit untuk mengembangkan sumberdaya manusia dan teknologi dibidang Rangkaian Terintegrasi (Integrated Circuits) di Indonesia. Organisasi ini diinisiasi oleh 16 Universitas di Indonesia dan Polytron pada tahun 2023.

Untuk merealisasikan cita-cita besar menjadikan Indonesia sebagai negara berteknologi tinggi, ICDeC menggelar program bina talenta pelatihan desain chip di Indonesia.

Pelatihan angkatan pertama ini, diikuti 50 mahasiswa dari belasan perguruan tinggi di Indonesia. Para talenta muda Indonesia ini mendapatkan keahlian di bidang desain chip, usai mengikuti pelatihan selama 14 pekan di PT Hartono Istana Teknologi Kudus, Jawa Tengah.

"Program bina talenta ini merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah dan pihak swasta,” ujar Dirjen Riset dan Pengembangan Kemendikti Saintek, Dr Fauzan Adziman kepada Liputan6.com, usai Closing Ceremony Of MSIB 7th Batch in collaboration Between Polytron and ICDeC for Chip Design Program 1st Batch di Gedung Polytron Learning Center Kudus, Senin (23/12/2024).

Fauzan menyebut, kolaborasi ini melibatkan Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, PT Hartono Istana Teknologi (Polytron) serta ICDeC.

Tidak hanya itu, program bina talenta pelatihan desain chip tersebut, juga melibatkan berbagai pihak dari luar negeri. Yakni dari Taiwan hingga Belgia.

Bahkan sebelumnya, pihak Kemendikti Saintek juga mengirimkan mahasiswa Indonesia ke Belgia untuk belajar desain chip. Program ini telah terintegrasi, karena ada proses magang di luar negeri melalui program beasiswa LPDP di bidang chip dan semikonduktor.

Program pelatihan desain chip hasil kolaborasi dengan dunia industri ini, kata Fauzan, merupakan yang pertama kalinya digelar di Indonesia. Kedepan, program ini dilanjutkan untuk memperbanyak tenaga ahli di bidang desain chip. Tentunya guna memenuhi kekurangan talenta di industri semikonduktor.

"Targetnya, ketika sudah banyak talenta di bidang desain chip, Indonesia menjadi produsen bukan lagi menjadi konsumen. Hal ini menyusul perkembangan industri mobil listrik yang terus berkembang tentu membutuhkan perangkat chip dalam jumlah besar," terang Fauzan.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

SDM Semikonduktor Masih Terbatas

Di lain sisi, Joegianto, General Manager Business Development Specialist Polytron menambahkan, pihaknya ingin mengorganisasi anak muda Indonesia agar bisa lebih powerfull di bidang pendidikannya, khususnya dalam keahlian desain chip.

Menurut Joegianto, chip dibutuhkan di berbagai produk dan diberbagai bidang. Tentunya dengan kehadiran bina talenta ini, sebagai investasi jangka panjang untuk Indonesia 5 hingga 10 tahun ke depan.

“Indonesia tentu mempunyai peluang mengembangkan industry chip sebagai ibu dari segala teknologi," ujar Joegianto.

Joegianto mengaku bahwa perusahaan seperti Polytron, tidak bisa serta merta mengembangkan usahanya di bidang produksi chip tanpa ada dukungan sumber daya manusia (SDM).

“Karena saat ini, talenta (SDM) di industri semikonduktor masih terbatas. Sedangkan program pelatihan desain chip ini, merupakan bagian untuk memperbanyak tenaga ahli,” tukasnya.

Pihaknya berharap industri lain bisa melakukan hal serupa. Karena itu, perlunya kerja bersama seluruh industri untuk belajar desain chip, dengan memanfaatkan populasi jumlah penduduk di Indonesia yang cukup besar.

“Kami optimistis ketika satu persen penduduk di Indonesia ahli di bidang desain chip, maka bisa bersaing dengan Taiwan yang sudah lebih dahulu mengembangkan industri chip,” tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua ICDeC, Tria Adiana menjelaskan, program pelatihan desain chip bagi mahasiswa merupakan langkah awal.

“Tidak hanya menyiapkan talenta saja, namun secara bersamaan juga menyiapkan tempat kerjanya berupa industrinya di Indonesia. Hal ini juga sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai ekonomi baru di Indonesia di masa akan datang, yakni industri semikonduktor," tukas Adiana.

Adiana mengakui keberadaan ahli desain chip di Indonesia memang masih sporadic. Namun kehadiran ICDeC yang mengintegrasikan 16 perguruan tinggi dengan keahlian berbeda dalam bidang semikonduktor, bisa menghimpun kekuatan menghasilkan SDM unggul bagi Indonesia.

Untuk diketahui, ICDEC adalah organisasi non profit dalam mengembangkan sumberdaya manusia dan teknologi dibidang Rangkaian Terintegrasi (Integrated Circuits) di Indonesia.

Organisasi ini diinisiasi oleh 16 Universitas di Indonesia dan Polytron. Hannover Messe 2023 merupakan titik awal untuk membentuk Chips Design Foundation di Indonesia.

Dalam agenda kala itu, 13 universitas pakar desain chip di Indonesia berkumpul sebagai pendiri dan didukung oleh sejumlah kementerian terkait di Indonesia.

Sejumlah kementerian di Indonesia yang berkolabirasi, yakni Kemenko Perekonomian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Luar Negeri, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Program ini juga didukung oleh berbagai mitra global terkemuka di dunia. Termasuk IMEC Belgia, Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Urusan Komersial, Cadence Asia Pasifik.

(Arief Pramono)