Liputan6.com, Gunungkidul - Puluhan warga Kalurahan Kemadang, Kapanewon Tanjungsari, mendatangi kawasan Pantai Sanglen pada Sabtu (21/12/24) siang. Kedatangan mereka bertujuan menolak segala bentuk aktivitas pembangunan yang berlangsung di kawasan tersebut.
Pantai Sanglen sebelumnya telah ditutup oleh pihak Keraton beberapa bulan lalu, menyusul rencana pembangunan kawasan wisata Obelix. Namun, sekelompok orang yang menamakan diri "Sanglen Berdaulat" memulai pembangunan lapak di area itu, sehingga memicu protes dari warga Kemadang.
Baca Juga
Pamong Kalurahan Kemadang, Suminto, menjelaskan bahwa pada 2022, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pantai Sanglen secara resmi telah menandatangani MoU untuk pengembangan destinasi wisata. Berdasarkan kesepakatan tersebut, warga menerima kompensasi dengan syarat Pantai Sanglen harus steril dari segala aktivitas.
Advertisement
"Kalau ada yang mengaku dari paguyuban warga Sanglen, itu perlu dipertanyakan, karena negara ini negara hukum," tegas Suminto.
Ia menambahkan bahwa meskipun proses perizinan pembangunan kawasan masih berlangsung dan sidang ada di meja Gubernur, kelompok Sanglen Berdaulat tiba-tiba membangun lapak di pantai. Hal ini mendorong warga Kemadang menuntut penghentian aktivitas tersebut.
Menurut Suminto, pembangunan kawasan wisata di Pantai Sanglen akan dimulai pada 2025 jika proses perizinan selesai. Namun, kelompok Sanglen Berdaulat tetap bertahan dan mengklaim memiliki hak atas kawasan tersebut. Mereka menilai pengosongan pantai hanya dilakukan untuk memperlancar pembangunan Obelix.
Menanggapi konflik tersebut, Kapolres Gunungkidul, AKBP Ary Murtini, turun ke lokasi untuk menengahi. Ia meminta aktivitas pembangunan lapak dihentikan sementara waktu.
“Kami minta untuk dihentikan seluruh aktivitas sementara,” ujar AKBP Ary Murtini.
Setelah arahan diberikan, pihak Sanglen Berdaulat sepakat menghentikan pembangunan hingga musyawarah yang difasilitasi Polres Gunungkidul dilakukan. Dengan kesepakatan ini, diharapkan solusi terbaik dapat ditemukan untuk menyelesaikan konflik di Pantai Sanglen.
Bupati Gunungkidul, Sunaryanta, menyatakan telah mengetahui kejadian tersebut meski informasi yang diterimanya masih minim. Ia menegaskan bahwa pihaknya sudah memberikan rekomendasi pemanfaatan lahan untuk dilanjutkan ke proses perizinan Keraton Yogyakarta.
“Sudah kita beri rekomendasinya untuk dilanjutkan ke proses perizinan,” jelasnya.
Sunaryanta juga mengingatkan bahwa Kabupaten Gunungkidul memiliki kawasan yang sebagian besar atau sekitar 60% merupakan Kawasan Bentang Alam Karst Gunung Sewu yang ditetapkan oleh UNESCO. Oleh karena itu, pengembang harus memenuhi aturan yang berlaku.
“Terdapat tiga klaster yang diperbolehkan, yaitu pendidikan, ekonomi, dan konservasi. Selain itu, tidak diperbolehkan,” kata Sunaryanta.
Menurutnya, penutupan Pantai Sanglen telah melalui kesepakatan antara pihak Keraton Yogyakarta, Kalurahan Kemadang, dan Pokdarwis Pantai Sanglen. Langkah ini dilakukan untuk mencegah pembangunan liar yang telah terjadi selama bertahun-tahun di kawasan tersebut.
“Kami masih menunggu regulasi atau keputusan dari Keraton Yogyakarta. Jika izin sudah keluar, pembangunan akan tetap dilanjutkan,” pungkasnya.