Liputan6.com, Yogyakarta - Julukan Babu memang mendapatkan stigma negatif dari kalangan pribumi. Akan tetapi, sebenarnya Babu adalah ibu peri bagi anak-anak keturunan Eropa.
Mengutip dari berbagai sumber, Babu adalah julukan yang diberikan untuk seorang wanita pribumi yang bekerja sebagai pengasuh dan membesarkan anak-anak orang Eropa di masa kolonial Belanda. Babu tidak hanya mengasuh satu anak saja, melainkan bisa sampai dua atau bahkan tiga anak Eropa
Di kawasan elite tempat tinggal orang-orang Eropa di Batavia pada awal abad ke-20, kehadiran Babu menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Para wanita pribumi ini mengambil peran dalam membesarkan generasi muda Eropa.
Advertisement
Baca Juga
Fenomena ini menciptakan dinamika budaya yang unik dalam masyarakat kolonial. Seorang Babu biasanya bertanggung jawab mengasuh dua hingga tiga anak sekaligus.
Para Babu menghabiskan waktu lebih banyak dengan anak-anak tersebut dibandingkan orang tua kandung mereka. Interaksi ini membentuk ikatan emosional yang kuat, menjadikan Babu sebagai figur ibu kedua dalam kehidupan anak-anak Eropa.
Keterbatasan bahasa yang awalnya menjadi hambatan justru menciptakan fenomena budaya yang menarik. Anak-anak Eropa yang diasuh Babu tumbuh menjadi individu yang bisa berbahasa lokal berkat interaksi sehari-hari dengan pengasuh mereka.
Dampak pengasuhan Babu terhadap tumbuh kembang anak-anak Eropa melampaui aspek praktis semata. Nilai-nilai budaya lokal, seperti sopan santun, penghormatan kepada yang lebih tua, dan kehangatan dalam berinteraksi sosial, secara natural terinternalisasi dalam kepribadian anak-anak tersebut.
Para Babu menjalankan peran mereka dengan dedikasi penuh, memberikan perhatian dan kasih sayang tanpa membedakan status sosial. Meski bekerja dalam sistem kolonial yang hierarkis, mereka mampu menciptakan ruang intimate yang melampaui batasan kelas dan ras.
Warisan kultural dari hubungan ini tercermin dalam kenangan-kenangan masa kecil yang tersimpan dalam berbagai catatan sejarah kolonial. Banyak tokoh Eropa yang kemudian mencatat pengalaman mereka bersama Babu dalam memori pribadi.
Â
Penulis: Ade Yofi Faidzun