Sukses

Mengungkap Nilai Historis dan Spiritual di Alas Ketonggo Ngawi

Alas Ketonggo berlokasi di Desa Babadan, Kecamatan Paron, Ngawi, Jawa Timur. Nama Alas Ketonggo berasal dari kata katon dan onggo.

Liputan6.com, Ngawi - Alas Ketonggo yang terletak di Ngawi, Jawa Timur, merupakan tempat istimewa dalam budaya Jawa. Tempat ini dianggap sebagai hutan keramat yang menyimpan nilai historis sekaligus kental akan nilai spiritual.

Alas Ketonggo berlokasi di Desa Babadan, Kecamatan Paron, Ngawi, Jawa Timur. Nama Alas Ketonggo berasal dari kata katon dan onggo.

Katon berarti terlihat, sedangkan onggo merujuk pada makhluk halus. Hal ini menunjuklan bahwa tempat tersebut memiliki dimensi supranatural yang cukup kuat.

Mengutip dari berbagai sumber, hutan ini menjadi saksi perjalanan sejarah Kerajaan Majapahit. Beberapa orang percaya bahwa Alas Ketonggo merupakan pasangan spiritual Alas Purwa. Keduanya diyakini memiliki peran penting dalam keseimbangan alam tanah Jawa.

Lahirnya Alas Ketonggo di Ngawi bermula dari masa kejatuhan Kerajaan Majapahit. Saat itu, Prabu Brawijaya V melarikan diri dari serangan pasukan Kerajaan Demak.

Raden Patah merupakan sosok yang saat itu memimpin Kerajaan Demak. Alas Ketonggo inilah yang menjadi salah satu tempat peristirahatan Prabu Brawijaya V sebelum melanjutkan perjalanan ke Gunung Lawu.

Saat di Gunung Lawu, Prabu Brawijaya V memilih menjalani akhir hayatnya dengan cara spiritual untuk memenuhi sumpahnya. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya petilasan Prabu Brawijaya V di Alas Ketonggo pada 1963.

Petilasan tersebut ditemukan oleh seorang mantan Kepala Desa Babadan, Sumo Darmojo. Melalui petilasan tersebut, jejak sejarah Majapahit pun terungkap. Selain itu, tempat tersebut juga akhirnya dikukuhkan sebagai lokasi penting dalam sejarah dan spiritualitas Jawa.

Pada 1974, Kunjungan Gusti Dorodjatun IX dari Kasunanan Surakarta ke lokasi menegaskan bahwa tempat tersebut memiliki kaitan erat dengan sejarah Majapahit. Nama baru pun diberikan, yakni Pesanggrahan Agung Srigati. Konon, pesanggrahan ini adalah pintu gerbang menuju alam gaib Gunung Lawu.

Pesanggrahan pun terus dibangun. Hingga pada 1981, dibangun pendopo untuk melindungi dan mempercantik area tersebut.

 

2 dari 2 halaman

Filosofi Spiritual

Selain menyimpan nilai historis, Alas Ketonggo juga menyimpan filosofi spiritual. Terdapat lebih dari 12 petilasan di tempat ini.

Salah satu petilasan tersebut adalah Kali Tempur yang menjadi pertemuan dua aliran sungai dari Gunung Lawu, yaitu Sungai Ketonggo dan Sungai Cangmalang. Kali Tempur diyakini sebagai tempat meditasi dengan energi spiritual tinggi.

Masyarakat setempat kerap menggelar upacara adat ganti langse setiap tahunnya. Upacara ini digelar pada bulan Muharram atau Suro.

Ganti langse dilakukan dengan cara mengganti kain putih yang membalut Pesanggrahan Agung Srigati. Ritual ini dilakukan sebagai simbol pembersihan diri sekaligus rasa syukur kepada Tuhan.

Dalam ritual tersebut, juga disediakan sesajen berisi bunga, kelapa, telur, dan bahan lainnya. Sesajen tersebut ditempatkan dalam wadah daun pisang.

Menyimpan berbagai nilai historis dan spiritual, Alas Ketonggo juga masih menjadi tujuan wisata bagi masyarakat sekitar. Para pengunjung biasanya datang untuk berdoa, bermeditasi, atau sekadar menikmati ketenangan.

Penulis: Resla

Video Terkini