Liputan6.com, Yogyakarta - Keris Puputan Klungkung adalah keris pusaka yang menyimpan sejarah Peristiwa Puputan Klungkung, yaitu perang antara Kerajaan Klungkung dan Hindia Belanda pada 28 April 1908. Keris ini dipercaya sebagai senjata terakhir yang digunakan oleh Raja Dewa Agung Jambe, raja terakhir Klungkung.
Di balik kemegahan fisiknya yang bertabur permata dan berlapis emas, Keris Pusaka Klungkung menyimpan kisah kelam yang membekas dalam sejarah perlawanan Bali terhadap kolonialisme. Senjata pusaka ini menjadi saksi bisu tragedi Puputan Klungkung pada 28 April 1908, sebuah pertempuran heroik yang mengorbankan ribuan nyawa demi mempertahankan kedaulatan.
Konflik yang berujung pada Puputan Klungkung bermula dari ambisi Belanda untuk memonopoli perdagangan opium di wilayah tersebut. Kebijakan ini mendapat perlawanan keras dari Kerajaan Klungkung di bawah kepemimpinan Dewa Agung Jambe II.
Advertisement
Baca Juga
Peristiwa ini berujung pada konfrontasi militer dengan pasukan KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger). Keris berbalut emas dan permata ini, yang berbahan dasar nikel dengan gagang bertahtakan batu mulia.
Keris ini awalnya merupakan pusaka milik salah seorang bangsawan Kerajaan Klungkung. Dalam chaos Puputan 1908, ketika pasukan KNIL menyerbu istana, keris ini menjadi salah satu dari sekian banyak pusaka kerajaan yang dirampas oleh pasukan kolonial.
Peristiwa Puputan sendiri merupakan manifestasi perlawanan total masyarakat Klungkung. Istilah puputan dalam bahasa Bali berarti penghabisan atau bertempur hingga titik darah penghabisan.
Pertempuran ini mencapai puncaknya dengan gugurnya Dewa Agung Jambe II bersama para pengikutnya. Setelah penyerbuan tersebut, Keris Pusaka Klungkung dibawa ke Belanda pada tahun 1909.
Selama lebih dari satu abad, pusaka ini mengalami perpindahan dari satu institusi ke institusi lain. Awalnya menjadi bagian dari koleksi etnografi Akademi Militer Belanda, kemudian dipindahkan ke Museum Volkenkunde, tempat ia disimpan hingga proses repatriasi.
Setelah 115 tahun berada di pengasingan, pada tahun 2023 Keris Pusaka Klungkung akhirnya kembali ke tanah air. Kepulangannya merupakan bagian dari program repatriasi besar-besaran yang melibatkan lebih dari 400 artefak Indonesia lainnya dari Belanda.
Saat ini, masyarakat Indonesia berkesempatan menyaksikan langsung Keris Pusaka Klungkung dalam Pameran Repatriasi 2024 di Museum Nasional Indonesia. Kehadiran Keris Pusaka Klungkung di Museum Nasional bukan sekadar pameran benda bersejarah. Ia menjadi pengingat akan semangat perlawanan rakyat Klungkung, sekaligus simbol pulihnya martabat sebuah warisan budaya yang sempat terampas.
Â
Penulis: Ade Yofi Faidzun