Sukses

71 Ribu Perempuan Indonesia Ingin Menikah dan Tetap Childfree

Wihaji meyakini ‘keinginan’ itu hanya sebatas keinginan saja dan belum tentu dikerjakan. Menurutnya kultur masyarakat Indonesia berbeda. Belum lagi, jika sudah tahu nikmatnya menikah dan punya anak, mungkin itu juga menjadi pembeda.

Liputan6.com, Yogyakarta - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji menyatakan ada sebanyak 71 ribu perempuan Indonesia yang ingin menikah, tetapi tidak ingin punya anak (childfree).Selaku menteri, Ia menghormati keputusan itu dan mengajak pengantin muda merencanakan keluarganya. “71 ribu perempuan pingin childfree. Artinya pingin. Mereka pengen nikah tetapi tidak ingin punya anak. Ini baru keinginan,” ucap Mendukbangga Wihaji, Kamis (2/1/2025) di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Namun Wihaji meyakini ‘keinginan’ itu hanya sebatas keinginan saja dan belum tentu dikerjakan. Menurutnya kultur masyarakat Indonesia berbeda. Belum lagi, jika sudah tahu nikmatnya menikah dan punya anak, mungkin itu juga menjadi pembeda.

Mendukbangga Wihaji menyampaikan ada banyak penyebab kenapa 71 ribu perempuan tersebut ingin menikah tetapi tidak ingin punya anak. Dirinya menyebut ada ketakutan soal ekonomi, ketakutan terkait adat budaya yang berlaku dan ketiga masih fokus pada karier. “Kita edukasi, saya menghormati hak itu. Jika semisal ada yang menyatakan, pak saya ingin menikah tetapi tidak ingin punya anak, saya hormati,” tegasnya.

Dirinya menyatakan selaku Mendukbangga dan Kepala BKKBN, sepenuhnya memastikan akan meningkatkan edukasi dan mengajak pengantin baru untuk memikirkan serta membantu negara dalam hal kependudukan. Dirinya memastikan jika keluarga benar-benar direncanakan maka akan indah pada waktunya.

Di KUA Kecamatan Sewon, Bantul, Mendukbangga Wihaji menjadi saksi bagi 12 pasangan yang menikah lewat program ‘Sepekan Nikah Bareng’. Dalam arahannya Ia meminta pasangan pengantin untuk mewujudkan keluarga berencana. “Saya meminta pasangan untuk memperhatikan usia subur, masa kehamilan, dan pasca melahirkan dengan asupan gizi yang cukup dan diatur jaraknya. Prinsipnya tanggung jawab lebih besar setelah pasca nikah harus diseriusi agar tidak menjadi masalah baru,” paparnya.

Dengan angka prevalensi stunting di Indonesia 2024 di angka 21,6 persen. Wihaji menyatakan seribu hari pertama pasca kelahiran adalah masa-masa penting bagi pertumbuhan anak. Menurutnya mengatasi resiko stunting ada beberapa hal yang harus segera diperbaiki.

Video Terkini