Liputan6.com, Serang - Aksi penolakan aktivitas tambang tanah yang merusak alam dan fasilitas di Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, sebanyak tujuh warga diperiksa Polda Banten. Mereka dilaporkan oleh pengusaha tambang ke Polda Banten, kemudian diperiksa penyidik dengan alasan merusak fasilitas pertambangan dan penghasutan.Â
"Dalam aksi tersebut konon kata pemilik usaha ada peristiwa pengrusakan, ada peristiwa pengasutan, yang dilakukan oleh warga katanya untuk melakukan aksi demonstrasi itu karena tidak ada izin dari pihak kepolisian maka dianggap sebagai kegiatan yang ilegal," ujar Bahtiar Rifai, dari LBH Muhammadiyah Banten, yang mendampingi warga di Polda Banten, Jumat, (3/1/2025).
Baca Juga
Bahtiar memastikan tidak ada penghasutan, warga berdemonstrasi menolak pertambangan secara spontan, karena mereka sudah gerah dengan debu, kerusakan lingkungan serta tanah yang berceceran karena banyak warga terpeleset ketika hujan turun. Warga yang kesal melempari truk tanah dengan lumpur, kemudian membakar ban bekas dan terpal yang ada di sekitar lokasi tambang secara spontanitas, sebagian bentuk kekesalan mereka. "Apa yang terjadi terhadap warga tersebut terjadi secara spontan seperti itu, terkait ada aktivitas yang dianggap merusak gitu kan ya," terangnya.
Advertisement
Warga menyatakan bahwa telah melaporkan aktivitas tambang yang diduga ilegal itu ke Polres Lebak pada 3 Desember 2024, namun hingga kini belum ada pemeriksaan yang dilakukan kepolisian. Sementara peristiwa demonstrasi warga yang menolak pertambangan terjadi pada 17 Desember 2024.
Sedangkan pengusaha yang melapor ke Polda Banten dengan tudingan perusakan dan penghasutan, lebih dulu ditangani oleh polisi, sehingga masyarakat mempertanyakan kinerja Korps Bhayangkara. "Kami sudah membuat laporan melalui warga ke Polres Lebak. Kami menyayangkan laporan kami sampai dengan saat ini belum ada proses apapun dari Polres. Ketika mereka (pengusaha galian tanah) membuat laporan efek dari demo tanggal 17 Desember tersebut ini, kok responnya malah lebih cepat gitu kan ya, ini cukup aneh. Teman-teman dari Polda Banten dan Polres Lebak bisa bersikap profesional," jelasnya.
Diintimidasi
Tokoh masyarakat sekaligus Ketua RT setempat yang ikut diperiksa di Polda Banten, Tarmidi, mengaku warga sudah gerah dengan aktivitas galian tanah yang sudah beroperasi sejak 2018 silam. Dia bercerita ketika musim kemarau, debu mengotori rumah dan pandangan warga. Ketika musim hujan, ceceran tanah menjadi lumpur dan banyak warga yang terpeleset. Selain itu, jalanan di Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten rusak.
"Pada ada yang jatuh, ada yang anak sekolah pada jatuh pada kotor, orang-orang jadinya gerah gitu, jadi marah lah, apalagi ibu-ibu lebih pada marah-marah. Kami pihak masyarakat dari dulu sampai sekarang tuh minta diperbaiki jalan tidak minta apa-apa, tidak kok, cuma pengusahanya tidak ada yang mau itikad baik ke masyarakat," ujar Tarmidi, ditemui usai pemeriksaan di Polda Banten, Jumat, (3/1/2025).
Warga menyatakan merasa resah dengan intimidasi yang diduga dilakukan oleh preman bayaran pengusaha tambang. Sehingga kekesalan itu memuncak pada 17 Desember 2024, dengan melempari truk menggunakan lumpur dan tanah galian. "Malahan yang dikasih uang itu preman, jadi masyarakat mah ditutup aja sama preman-preman, akhirnya ujung-ujungnya masyarakat mah takut. Apalagi sekarang banyak yang satu kampung diintimidasi yang punya yang kepentingan," jelasnya.
Advertisement