Liputan6.com, Jakarta - Ketahanan pangan adalah salah satu isu global yang semakin relevan di tengah tantangan perubahan iklim, pertumbuhan populasi, dan gangguan rantai pasok. Dalam kerangka menjaga stabilitas sistem pangan, hadir formulasi baru Indeks Kerentanan Ketersediaan Pangan (IKKP). Indeks ini dirancang untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang risiko ketersediaan pangan suatu wilayah dengan mengintegrasikan empat dimensi utama: produksi pangan, cadangan pangan, ketergantungan terhadap impor, dan efektivitas distribusi.
Pendekatan ini memungkinkan analisis kerentanan yang lebih terperinci dan adaptif terhadap kondisi lokal, sekaligus memberikan landasan yang kuat untuk kebijakan berbasis bukti.
Landasan filosofis ilmiah dari formulasi IKKP berakar pada teori ketahanan sistem kompleks dan prinsip keberlanjutan pangan. Teori sistem kompleks menyatakan bahwa ketersediaan pangan tidak dapat dipisahkan dari interaksi dinamis antara faktor produksi, distribusi, dan konsumsi. Dalam hal ini, IKKP didesain untuk menangkap kerentanan sistem pangan secara holistik, menggambarkan keseimbangan antara ketersediaan sumber daya dan kapasitas distribusi.Â
Advertisement
Baca Juga
Prinsip keberlanjutan pangan, sebagaimana diuraikan dalam Sustainable Development Goals (SDGs), juga menjadi acuan utama, khususnya dalam tujuan untuk mengakhiri kelaparan (SDG 2). Dengan memastikan keberlanjutan di semua dimensi ketersediaan pangan, IKKP menjadi alat strategis untuk memitigasi risiko dalam jangka panjang.
Formulasi Indeks Kerentanan Ketersediaan Pangan (IKKP) menggunakan logika matematika berbasis rasio, bobot, dan normalisasi untuk mengukur tingkat kerentanan secara komprehensif. Setiap dimensi produksi pangan, cadangan pangan, ketergantungan impor, dan distribusi pangan dihitung menggunakan rasio antara nilai aktual dan nilai referensi, yang mencerminkan tingkat risiko.Â
Bobot diberikan untuk mencerminkan pentingnya setiap dimensi, dengan total bobot sebesar 1. Pendekatan agregasi linier memungkinkan kontribusi setiap dimensi digabungkan menjadi satu indeks dalam skala 0 hingga 1, di mana nilai mendekati 0 menunjukkan kerentanan rendah, dan nilai mendekati 1 menunjukkan kerentanan tinggi. Normalisasi memastikan hasil yang objektif dan dapat dibandingkan antarwilayah atau periode waktu. Logika ini dirancang untuk menyederhanakan pengukuran, tetap fleksibel sesuai konteks, dan berbasis data kuantitatif, menjadikannya alat strategis dalam kebijakan ketahanan pangan.
IKKP dihitung menggunakan formula berbasis bobot, yaitu IKKP = (W1 x Pm/Pt) + (W2 x Cm/Ct) + (W3 x Im/It) + (W4 x Dt/Ds). Dimana dalam formula ini, produksi minimum (Pm​) dibandingkan dengan total produksi (Pt​), cadangan pangan minimum (Cm​) dibandingkan dengan total cadangan (Ct​), impor pangan (Im​) dibandingkan dengan total kebutuhan (It​), dan waktu distribusi aktual (Dt​) dibandingkan dengan waktu distribusi ideal (Ds​). Bobot (W1​, W2​, W3​, W4​) dapat disesuaikan berdasarkan prioritas lokal, memberikan fleksibilitas dalam penerapan.
Keunggulan IKKP terletak pada pendekatannya yang komprehensif dan multidimensional. Indeks ini mencakup berbagai aspek yang saling berkaitan dalam sistem pangan, sehingga hasilnya lebih representatif dibandingkan metode yang hanya berfokus pada satu faktor, seperti produksi. Pendekatan berbasis data dalam IKKP memastikan hasil yang objektif dan dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan strategis.Â
Selain itu, indeks ini adaptif karena bobot tiap dimensi dapat disesuaikan sesuai konteks lokal atau regional. Dalam hal ini, pendekatan ilmiah IKKP didasarkan pada prinsip bahwa ketersediaan pangan adalah interaksi yang saling tergantung antara sumber daya alam, infrastruktur sosial, dan kebijakan ekonomi.
Fungsi utama IKKP adalah sebagai alat deteksi dini terhadap risiko kekurangan pangan. Pemerintah dan pemangku kepentingan dapat menggunakan indeks ini untuk mengidentifikasi wilayah yang rentan dan menetapkan prioritas intervensi. Selain itu, IKKP menjadi panduan dalam alokasi sumber daya, seperti penguatan infrastruktur logistik di wilayah terpencil atau peningkatan kapasitas produksi pangan lokal.Â
Indeks ini juga berfungsi sebagai alat evaluasi untuk menilai efektivitas program ketahanan pangan yang telah diterapkan, serta sebagai dasar untuk membangun kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga internasional.
Formulasi ini memberikan harapan baru untuk menciptakan sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan. Dengan landasan ilmiah yang kuat dan kemampuan untuk memetakan risiko secara akurat, IKKP memungkinkan langkah mitigasi yang lebih terarah dan efisien. Inovasi ini bukan hanya alat ukur, tetapi juga strategi integral dalam mewujudkan ketahanan pangan di tengah dinamika global yang semakin kompleks.
Â
(Penulis: Dr. Dani Lukman Hakim, SP.
Penemu Rumus Indeks Kerentanan Ketersediaan Pangan (IKKP)
Dosen Agribisnis, Fakultas Bisnis, President University