Sukses

PMK Hantam Peternakan Sapi Gunungkidul, Ekonomi Lokal Terpuruk

Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang melanda Kabupaten Gunungkidul dalam sebulan terakhir membuat para peternak sapi terpuruk. Harga sapi anjlok drastis, sementara permintaan dari pasar hewan turun tajam.

Liputan6.com, Gunungkidul - Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang melanda Kabupaten Gunungkidul selama sebulan terakhir membuat para peternak sapi menghadapi situasi sulit. Harga sapi merosot tajam, sementara permintaan di pasar hewan menurun drastis, memukul perekonomian lokal yang banyak bergantung pada sektor peternakan sapi.

Indra Setyawan, seorang peternak sapi sekaligus Dukuh Temu Ireng II, mengungkapkan bahwa harga sapi yang biasanya mencapai Rp15 juta per ekor kini hanya dihargai sekitar Rp11 juta. Penurunan drastis ini telah berlangsung dalam sepekan terakhir.

"Turunnya sangat drastis, mencapai Rp4 juta per ekor. Situasi ini membuat kami bingung karena harga jual jauh dari harapan," ujar Indra.

Tidak hanya soal harga, permintaan sapi dari peternak lokal juga ikut menurun. Para pengepul dan pedagang sapi berhati-hati dalam membeli hewan ternak karena takut penularan PMK yang semakin meluas.

"Juragan-juragan yang biasa jadi langganan sekarang tidak berani membeli sapi. Pasar hewan pun sepi pembeli," tambahnya.

Untuk menghadapi situasi ini, Indra memilih menahan sapinya agar tidak dijual dengan harga rendah. Ia juga meningkatkan pengawasan kesehatan ternaknya untuk mencegah penularan penyakit.

"Alhamdulillah, di wilayah kami masih aman dari PMK. Kami rutin memantau kondisi kesehatan ternak dan melakukan pengetatan terhadap lalu lintas sapi," jelasnya.

Kepala Dinas Perdagangan Gunungkidul, Kelik Yuniantoro, mencatat penurunan drastis dalam jumlah sapi yang diperjualbelikan di pasar hewan. Biasanya, pasar seperti Pasar Hewan Siyono dan Pasar Hewan Munggi dapat menjual hingga 400 ekor sapi per hari. Namun kini jumlahnya hanya sekitar 200 ekor.

"Penurunan ini akibat kekhawatiran peternak membawa sapinya ke pasar karena risiko PMK, sementara pembeli juga ragu untuk membeli sapi dalam situasi seperti ini," jelas Kelik.

Untuk menekan penyebaran wabah, Dinas Perdagangan Gunungkidul telah meningkatkan frekuensi penyemprotan disinfektan di pasar hewan.

"Pasar kami semprot disinfektan dua kali sehari, baik sebelum buka maupun setelah tutup. Hewan ternak yang masuk ke pasar juga disemprot sebagai langkah pencegahan," imbuhnya.

Di tengah kondisi yang sulit ini, para peternak berharap ada langkah konkret dari pemerintah untuk mengatasi penyebaran PMK sekaligus membantu pemulihan ekonomi peternakan. Wabah PMK bukan hanya menjadi ancaman kesehatan bagi ternak, tetapi juga menekan pendapatan masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor peternakan.

 

Simak Video Pilihan Ini: