Liputan6.com, Gunungkidul - Wabah Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) kembali merebak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) setelah dua tahun tanpa laporan kasus baru. Pemerintah dinilai lengah dalam mengantisipasi kemunculan kembali penyakit ini, yang sebelumnya menjadi perhatian nasional.
Akibatnya, Satgas Penanganan PMK yang sempat vakum selama dua tahun kini diaktifkan kembali untuk menangani penyebaran virus yang mulai meluas. Ketua Satgas Penanganan PMK Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. drh. Aris Haryanto, mengingatkan bahwa Indonesia sebenarnya belum sepenuhnya bebas dari PMK.
Ia menekankan pentingnya vaksinasi berkelanjutan untuk mencegah wabah kembali terjadi. "Setelah vaksin diberikan, perlu dilakukan pengulangan setiap enam bulan. Sistem antibodi hewan menurun seiring waktu, sehingga tanpa refaksinasi, risiko infeksi ulang meningkat," jelasnya.
Advertisement
Baca Juga
Prof. Aris juga menyebutkan bahwa hewan yang pernah terpapar virus dua tahun lalu tetap berisiko tinggi jika tidak divaksinasi ulang. Selain itu, langkah cepat seperti memisahkan hewan yang sakit, memberikan terapi, dan memperkuat biosecurity di area kandang menjadi langkah krusial untuk menghentikan penyebaran virus.
Meskipun Indonesia telah mampu memproduksi vaksin PMK, kapasitas produksi yang terbatas menjadi kendala utama. Distribusi vaksin untuk DIY dilakukan oleh pemerintah pusat, dan UGM telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Peternakan, dokter hewan, dan Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).
"Jika diperlukan, mahasiswa UGM siap diterjunkan untuk membantu mempercepat proses vaksinasi," ujar Prof. Aris.
Namun, ia mengakui bahwa pelaksanaan biosecurity di kalangan peternak tradisional menghadapi tantangan besar. Rendahnya pemahaman peternak tentang pentingnya sterilisasi sering kali memperburuk penyebaran virus.
"Edukasi kepada peternak tradisional sangat penting. Mereka harus memahami risiko penularan yang bisa terjadi melalui kontak langsung atau alat yang tidak disterilkan," tambahnya.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Penanganan Lanjutan
Selain vaksinasi, upaya terapi bagi hewan yang terinfeksi, seperti pemberian obat anti-radang dan antibiotik, menjadi bagian dari strategi penanganan. Penyemprotan disinfektan secara rutin di area kandang juga harus dilakukan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.
Prof. Aris juga menyoroti pentingnya pembatasan lalu lintas hewan dan manusia dari wilayah terdampak ke wilayah bebas PMK.
"Hewan yang terinfeksi harus diisolasi, dan orang yang keluar masuk kandang harus melalui proses sterilisasi," tegasnya.
Meski menghadapi tantangan dalam penerapan biosecurity, Satgas PMK, Fakultas Kedokteran Hewan UGM, dan 300 dokter hewan dari PDHI siap terlibat aktif dalam penanganan wabah ini. Dengan ketersediaan vaksin yang memadai dan dukungan penuh dari pemerintah, pelaksanaan vaksinasi massal secara bertahap diharapkan dapat segera dilakukan.
Melalui langkah-langkah terpadu, diharapkan wabah PMK di DIY dapat terkendali dalam waktu dekat, sehingga kerugian yang dialami peternak dapat diminimalkan. Pemerintah pun diimbau untuk tidak lagi lengah dan memastikan sistem pencegahan yang berkelanjutan agar wabah serupa tidak kembali terulang.
Advertisement