Liputan6.com, Bandung - Ratusan alumni angkatan 2021, Fakultas Kesehatan dan Teknik, Universitas Bandung, dikabarkan belum menerima ijazah. Itu membuat mereka kesulitan melamar kerja, membikin kian keruh krisis kampus swasta di bawah Yayasan Bina Administrasi (YBA) tersebut.
“Kami dari alumni, bertanya tentang ijazah. Kapan ijazah yang legal itu bisa dikeluarkan? Sudah 1 bulan lebih semenjak wisuda, ijazah itu belum kami terima. Secepatnya kami menginginkan ijazah di tangan kami, karena harus ada, kami itu butuh untuk melamar kerja”.
Baca Juga
Keluhan tadi diungkap salah satu alumni Prodi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK), Fakultas Kesehatan dan Teknik, yang menghadiri audiensi di Kampus 2 Universitas Bandung, Jalan Muararajeun, Kota Bandung, Senin (6/1/2025).
Advertisement
Dia mengaku jadi salah satu dari 191 alumni yang diwisuda pada 25 November 2024 lalu. Sebelumnya, perwakilan pegawai Riki Hardiansyah juga mengakui keterlambatan penerbitan ijazah ini. Meski, jumlah yang ia sebut berbeda, yakni sekitar 161 lulusan.
Selain itu, alumni juga diaku butuh Surat Tanda Registrasi (STR). Dokumen yang diberikan kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi. Diketahui, syarat lulus mahasiswa RMIK adalah mengikuti Uji Kompetensi Nasional (Ukomnas), bukan hanya tugas akhir.
Mengenai hal yang sama, Puspa (21), bercerita mewakili kakaknya yang baru lulus tahun kemarin. “Kakak saya juga alumni di sini, ijazahnya juga belum dapet,” katanya.
Kakaknya yang sejurusan dengan Puspa itu kini bekerja ojek online, belum bisa melamar kerja di tempat lain lantaran menunggu penerbitan ijazah. Kebanyakan tempat kerja yang coba dilamar, katanya, mensyaratkan penyertaan ijazah.
“Kakak dan saya beda satu tahun. Sidangnya harus dua kali, karena pas pertama pengujinya tidak hadir karena (penguji) sudah tidak dibayar. Allhamdulilah, sekarang sudah lulus tapi ijazahnya belum dapat,” aku Puspa. Kenapa Ijazah Belum Terbit?
Ketua Prodi D3 RMIK, Meira Hidayati, mengakui, terhambatnya penerbitan ijazah itu lantaran kampus belum memperpanjang akreditasi prodi tersebut. Bukan enggan mengurus, tapi diaku tak ada biaya.
Meira mengatakan, telah mengajukan perpanjangan akreditasi ke pihak YBA sebelum batas pendaftaran yakni 31 Desember 2024. Namun, hingga kini, anggaran tidak turun. Pihak prodi, diaku sudah siap secara teknis untuk mengurus, tapi mereka harus menunggu anggaran dari YBA.
“Jadi, daftarnya menggunakan apa? (Biaya akreditasi) satu prodi itu 75 juta, belum masuk operasional dan lain-lain,” kata dia dihadapan alumni, mahasiswa dan orang tua mahasiswa. “Saya hanya petugas pelaksana,” tegas dia.
Narasumber lain di tingkat fakultas, yang tak ingin identitasnya disebutkan, mengatakan, secara keseluruhan ada 4 prodi yang akreditasinya habis. Ia lalu membenarkan bahwa alur anggaran itu memang tersentralisasi di yayasan.
“Uang itu masuk ke yayasan. Fakultas itu dari sisi administrasinya saja, catatannya. Alurnya kami mengajukan kebutuhan ke rektorat, dari rektorat terus ke yayasan. baru nanti anggarannya turun,” katanya saat diwawancara.
“Kami inginnya akhir Januari ini bisa menerima ijazah. Tapi berarti kesimpulannya, ijazah belum tentu dikeluarkan akhir Januari ini?,” tanya mahasiswa.
“Kami tidak bisa janji, karena kembali lagi ke masalah uang,” jawab Meira.
Tak Bisa Ikut Ukomnas
Masalah akreditasi tidak hanya menghambat penerbitan ijazah bagi alumni, tapi juga berdampak serius terhadap mahasiswa tingkat akhir. Mereka terancam tak bisa mengikuti Ukomnas yang menjadi syarat kelulusan.
“(Kondisi ini) bagi mahasiswa semester 5 antara hidup dan mati, kenapa? karena kalau akreditasi tidak diperpanjang, kalian tidak bisa mengikuti Ukomnas. Sedangkan Ukomnas adalah syarat kelulusan,” disampikan Meira sambil tampak menahan tangis.
Merujuk Data Pelaporan Tahunan Semester Ganjil 2024, yang tercatat di Pangkalan Data Dikti, diakses Liputan6.com (6/1/2025), pukul 22.51, mayoritas mahasiswa di Fakultas Kesehatan dan Teknik berada di Program Studi Perekam dan Informasi Kesehatan yakni sebanyak 212 orang. Selanjutnya, Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan sebanyak 102.
Sementara, Berdasarkan informasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), dirujuk Liputan6.com Senin (6/1/2025), pukul 22.56, akreditasi dua program studi yang menampung ratusan mahasiswa itu tidak terkonfimasi aktif.
Puspa (21), adalah mahasiswa semester 5. Jika kakanya adalah alumni yang belum mendapatkan ijazah, maka Puspa adalah mahasiswa yang terancam tak bisa ikut Ukomnas.
Puspa jadi salah satu dari ratusan mahasiswa Universitas Bandung yang tengah gamang. Ingin bertahan di kampus yang sama, tapi samar melihat nasib kuliahnya disana. Beberapa temannya sudah minggat ke kampus lain. Namun, pilihan itupun, baginya, dirasa tak mudah jika mengingat biaya di kampus lain yang ternyata lebih mahal.
Banyak pihak yang dirugikan, kata dia, akibat kisruh yang terjadi di Universitas Bandung.
Advertisement
Janji Yayasan, Akankah Dipenuhi?
Ketua Yayasan Bina Administrasi, Uce Karna Suganda, menanggapi masalah akreditasi. Dia mengetahui bahwa akreditasi sejumlah prodi sudah habis, dan berjanji, akan membayarnya.
“Kita sedang siapkan untuk baru lagi,” katanya saat dihubungi, akhir Desember 2024 lalu.
Kiwari, sejumlah persoalan terjadi dari gaji pegawai yang belum dibayarkan lebih dari enam bulan, yang kemudian berdampak pada proses perkuliahan, hingga ijazah ratusan lulusan yang tertahan akibat habisnya akreditasi. Bahkan sebelumnya, satu fakultas ditutup usai rektor berinisial BR ditahan akibat dugaan korupsi dana Program Indonesia Pintar (PIP).
Uce mengakui ada krisis keuangan di Universitas Bandung. Pasca-penutupan Fakultas Administrasi Bisnis, pihak yayasan diaku kehilangan pendapatan. Ada tiga prodi yang ditutup yakni Prodi Administrasi Publik, Prodi Administrasi Bisnis, dan Magister Adnimistrasi Publik.
“Bayangkan 2.000 mahasiswa hilang, pendapatan dari mahasiswa tidak ada. Ditutup 2023,” katanya saat dihubungi, Senin, 30 Desember 2024 lalu.
Sementara di Fakultas Kesehatan Teknik, katanya, hanya tersisa sekitar 300 mahasiswa. Pendapatan yang didapat dari fakultas itu diaku tidak cukup membayar beban upah pegawai.
“Jadi, memang kita tidak bayar, ya, karena uangnya tidak ada,” aku Uce.
Uce mengklaim, pihak yayasan akan tetap membayarkan upah. Saat ini, yayasan tengah berupaya mencari uang dengan cara menjual aset yaitu bangunan Kampus 1 yang berlokasi di Jalan Cipagalo Girang No 24, Margasari, Kota Bandung.
"Tapi belum ada yang nawar. Kalau itu laku sudah beres semuanya,” katanya.
Selain menjual aset, aku Uce, solusi lain yang bakal ditempuh ialah membuka prodi baru dan menjaring investasi.
“Makanya saya balikan, ada tidak pemasukan, kan tidak ada? Nah, untuk mengatasi itu kita kerjasama, kita rencananya akan bangun prodi baru sehingga bisa menerima mahasiswa baru lagi. Semoga Januari ini, kalau mahasiswa sudah masuk, target dari tim kita sih 1000-an dulu. Di samping itu, kita mencari investasi, semoga bisa kerjasama, bisa stabil lagi, bisa membayar gaji,” katanya.