Sukses

Pemprov Jabar Siapkan Pergub Larangan Alih Fungsi Lahan untuk Cegah Bencana    

Pergub ini sedang dikonsultasikan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memastikan kesesuaiannya dengan regulasi yang lebih tinggi.

Liputan6.com, Bandung - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengungkapkan saat ini Pemprov Jawa Barat (Jabar) tengah menyiapkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang larangan alih fungsi lahan.

Bertujuan mencegah terjadinya bencana banjir dan longsor yang kerap disebabkan oleh perubahan fungsi lahan yang tidak terkendali, pergub itu akan mencakup sektor perkebunan, kehutanan, dan pertanian.

"Saya sedang menyiapkan peraturan Gubernur yaitu larangan alih fungsi lahan perkebunan, kehutanan, dan pertanian," ujarnya, dikutip dari keterangan pers, (12/3/2025).

Lebih lanjut, ia menjelaskan rancangan Pergub ini sedang dikonsultasikan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memastikan kesesuaiannya dengan regulasi yang lebih tinggi.

"Sedang dikonsultasikan dengan Kemendagri dan saya sudah kontak Pak Mendagri nanti kita kaji bertentangan tidak dengan Undang-undang diatasnya," ungkap Dedi.

Dedi berharap Pergub larangan alih fungsi lahan ini dapat segera disahkan dan diterapkan secara efektif untuk menghentikan seluruh aktivitas perubahan fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya di Jawa Barat.

"Mudah-mudahan saja direkomendir sehingga ini akan menghentikan seluruh alih fungsi di Jabar," katanya.

Sebelumnya, Direktur Walhi Jabar Wahyudin Iwang menyebutkan, faktor alam bukan satu-satunya penyebab banjir. Iwang mengatakan, deforestasi dan alih fungsi lahan di kawasan Puncak Bogor menjadi penyebab utama banjir, dan itu sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

"Hutan dan lahan resapan air yang seharusnya menjadi benteng alami terhadap banjir telah berubah menjadi vila, hotel, perumahan, dan pengembangan wisata yang berkedok ramah lingkungan," katanya, Rabu (5/3/2025).

Iwang juga menyebutkan, yang ironis alih fungsi lahan tersebut kebanyakan berada di kawasan perkebunan yang pengelolaannya di bawah PTPN VIII.

"Dalam kurun waktu lima tahun ke belakang Walhi telah menduga kurang lebih hampir 45 persen kerusakan di kawasan Puncak Bogor drastis hal ini meningkat, sehingga jika di hitung per hari ini, kerusakan akibat alih fungsi kawasan dapat di perkirakan menjadi 65 persen atau setara dengan setengah lebih luas kawasan Puncak Bogor telah mengalami kerusakan yang serius. Akibatnya, kemampuan tanah untuk menyerap air hujan berkurang drastis," jelasnya.

Alih fungsi lahan itu, kata Iwang, didominasi properti dan fasilitas pariwisata yang tak terkendali. Banyak pengembang yang diduga sengaja telah mengabaikan analisis dampak lingkungan demi mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek. Dokumen Amdal, UKL/UPL, terkesan hanya dijadikan prasyarat bagi para pengembang untuk mendapatkan izin berusaha semata, sehingga kepatuhan serta ketaatan sebagian banyak pengusaha abai dengan kewajiban yang harus ditaati.

Bukan cuma itu, Iwang juga menjelaskan, ada faktor lainnya yang menyebabkan banjir, yaitu maraknya aktivitas pertambangan pasir dan batu ilegal. Aktivitas ekstraktif itu jika dibiarkan terlalu lama tentu berdampak pada struktur tanah yang semakin rusak dan rentan erosi, sehingga bisa mendatangkan bencana turunan seperti longsor, tanah bergerak, hingga banjir bandang.

"Potret lain, Walhi menilai ada dugaan kesengajaan Pemerintah yang secara sengaja mengeluarkan terus izin-izin berusaha di kawasan Puncak, hal tersebut hanya sekadar dilihat dari aspek peningkatan pendapatan daerah, sementara alam digadaikan secara sengaja untuk terus dirusak," katanya.

EnamPlus