Sukses

Uniknya Ragam Tradisi Menyambut Idulfitri di Indonesia

Perayaan Idulfitri tak hanya diisi dengan tradisi mudik dan sungkeman. Di beberapa wilayah, akan digelar tradisi Lebaran yang sudah rutin dilaksanakan secara turun-temurun.

Liputan6.com, Yogyakarta - Sebagai negara yang kaya budaya, Indonesia selalu memiliki perayaan tradisi yang khusus dilaksanakan untuk menyambut berbagai perayaan penting, termasuk Idulfitri. Menjelang Lebaran, setiap wilayah di Indonesia akan menggelar ragam tradisi dengan keunikannya masing-masing.

Perayaan Idulfitri tak hanya diisi dengan tradisi mudik dan sungkeman. Di beberapa wilayah, akan digelar tradisi Lebaran yang sudah rutin dilaksanakan secara turun-temurun. Mengutip dari laman kemenparekraf, berikut ragam tradisi Idulfitri di Indonesia:

1. Binarundak (Sulawesi Utara)

Masyarakat Motoboi Besar di Sulawesi Utara memiliki tradisi menyambut Lebaran bernama binarundak. Tradisi ini telah menjadi warisan leluhur yang terus dilestarikan hingga sekarang.

Binarundak adalah tradisi membuat atau memasak nasi jaha secara bersama-sama selama tiga hari berturut-turut. Tradisi ini dilaksanakan setelah Idulfitri.

Nasi jaha adalah makanan khas Sulawesi Utara berupa beras yang dimasak dalam batang bambu. Sajian ini memiliki perpaduan rasa gurih dari santan dengan aroma jahe yang cukup kuat.

2. Festival Meriam Karbit (Kalimantan Barat)

Tradisi Lebaran di Kalimantan Barat dilaksanakan melalui Festival Meriam Karbit. Festival ini digelar selama tiga hari berturut-turut, mulai sebelum, sesaat, dan sesudah Lebaran.

Selain menjadi tradisi Lebaran, Festival Meriam Karbit juga menjadi warisan budaya yang kental dengan nilai historis. Konon, festival ini berkaitan dengan sejarah berdirinya Kota Pontianak.

3. Grebeg Syawal (Yogyakarta)

Grebeg Syawal adalah salah satu ritual rutin tahunan yang berasal dari Keraton Yogyakarta. Tradisi ini digelar setiap 1 Syawal sebagai wujud syukur setelah menjalankan ibadah puasa Ramadan.

Grebeg Syawal sudah dilaksanakan sejak abad ke-16. Salah satu yang menjadi daya tarik tradisi ini adalah keberadaan tujuh gunungan yang terdiri dari gunungan lanang (kakung) sebanyak tiga buah, gunungan wadon (estri), gunungan darat, gunungan gepak, dan gunungan pawuhan masing-masing satu buah.

Seluruh gunungan dibawa oleh abdi dalem dengan dikawal prajurit Bregodo dari Alun-Alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju Masjid Gedhe Kauman, Pura Pakualaman, dan Kantor Kepatihan. Gunungan tersebut akan didoakan, kemudian diperebutkan masyarakat yang hadir.

4. Perang Topat (Nusa Tenggara Barat)

Masyarakat Lombok di Nusa Tenggara Barat (NTB) menyambut Hari Raya dengan menggelar tradisi perang topat atau perang ketupat. Tradisi saling melempar ketupat ini merupakan simbol kerukunan antar umat Hindu dan Islam yang hidup berdampingan di Lombok.

Tradisi ini diawali dengan doa dan ziarah di Makam Loang Baloq dan Makam Bintaro. Makam Loang Baloq berada di kawasan Pantai Tanjung Karang, sedangkan Makam Bintaro berlokasi di kawasan Pantai Bintaro.

Setelahnya, para warga akan memulai 'perang'. Uniknya, ketupat-ketupat yang digunakan untuk berperang nantinya akan kembali diperebutkan karena dipercaya membawa kesuburan yang membuat panen melimpah.

5. Ronjok Sayak (Bengkulu)

Ronjok sayak adalah tradisi Lebaran yang berkembang di Bengkulu. Secara umum, kata sayak berarti batok kelapa.

Tradisi yang sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun lalu ini adalah tradisi membakar batok kelapa kering yang ditumpuk setinggi satu meter. Ronjok sayak umumnya dilaksanakan setelah salat Isya pada 1 Syawal.

Masyarakat Bengkulu percaya, api merupakan penghubung antara manusia dan leluhur. Tradisi ini juga dibarengi dengan doa selama proses pembakaran.

Penulis: Resla

Produksi Liputan6.com