Sukses

Goldman Sachs: Ada Pemulihan Global di Kuartal II 2014

Goldman Sachs, perusahaan investasi global memprediksikan, pertumbuhan ekonomi global akan membaik sehingga berdampak ke bursa saham.

Liputan6.com, New York Bursa saham global tidak terlalu bergairah pada awal 2014. Akan tetapi, Goldman Sachs memprediksikan, pertumbuhan global akan membaik sehingga diikuti bursa saham pada kuartal II 2014.

"Kami berpikir bahwa beberapa bulan ke depan ada pemulihan setelah pertumbuhan kuartal pertama cenderung melemah," tulis Kepala Peneliti Goldman Sachs Dominic Wilson dalam laporannya, yang dikutip dari CNBC, Jumat (4/4/2014).

Dalam laporan itu menyebutkan, ada percepatan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global tidak termasuk Jepang. Ekonomi Amerika Serikat (AS) akan kembali pulih dari pelemahan yang terjadi karena musim dingin. Selain itu, ekonomiChina akan terus membaik dengan didorong stimulus ekonomi.

Prediksi itu datang setelah melihat optimisme di bursa saham global setelah reli menjanjikan pada 2013. Adapun bursa AS sedang merjuang untuk mengikuti pergerakan indeks saham acuan Eropa yang positif.

Goldman Sachs percaya, kondisi keuangan AS lebih mudah setelah krisis. Hal ini mendukung bursa saham. Namun imbal hasil obligasi tetap lebih tinggi.

Selain itu, perusahaan investasi ini juga mempertahankan posisi jangka panjang untuk indeks saham Jerman DAX yang naik tipis 0,75% pada 2014. Goldman Sachs melihat, langkah-langkah pelonggaran sederhana dari bank sentral Eropa dipandang sebagai pendorong utama untuk bursa saham Eropa.

Kebijakan moneter yang longgar dan meningkatkan lingkungan eksternal memadai dapat mengatasi pertumbuhan ekonomi melemah pada kuartal I 2014 di China.

Namun Jepang diperkirakan mendapatkan tekanan dari pajak penjualan yang naik. Pajak penjualan itu dapat menghalang pertumbuhan ekonomi Jepang.

Lalu Goldman Sachs melihat, pasar negara berkembang akan pulih pada 2014 setelah tertekan akibat pengurangan stimulus moneter bank sentral Amerika Serikat (AS)/tapering off. Akan tetapi, pihaknya menyarankan untuk tetap hati-hati di pasar negara berkembang.

"Pasar negara berkembang bisa siap untuk bangkit kembali setelah terpukul tapering dan kekhawatiran pertumbuhan ekonomi China," tutur Wilson.