Liputan6.com, Jakarta - Total dana kelolaan industri reksa dana naik tipis sekitar Rp 900 miliar menjadi Rp 209,50 triliun pada 27 Juni 2014 dari periode 30 Mei 2014 sebesar Rp 208,69 triliun.
Demikian mengutip dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Senin (7/7/2014). Kenaikan dana kelolaan tersebut cenderung tipis. Adapun komposisi total dana kelolaan itu antara lain reksa dana pasar uang tumbuh dari Rp 14,47 triliun pada 30 Mei 2014 menjadi Rp 16,10 triliun pada 27 Juni 2014.
Baca Juga
Reksa dana indeks naik menjadi Rp 591 miliar pada 27 Juni 2014. Dana kelolaan reksa dana syariah tumbuh menjadi Rp 9,17 triliun pada 27 Juni 2014. Adapun ETF naik menjadi Rp 2,13 triliun pada 27 Juni 2014.
Advertisement
Lalu reksa dana pendapatan tetap turun menjadi Rp 30,20 triliun pada 27 Juni 2014 dari periode 30 Mei 2014 sebesar Rp 30,85 triliun. Lalu reksa dana saham turun menjadi Rp 90,16 triliun. Penurunan dana kelolaan itu juga diikuti dana kelolaan reksa dana campuran turun menjadi Rp 18,34 triliun.
Analis PT AAA Asset Management, Akuntino menilai, pertumbuhan dana kelolaan reksa dana itu cenderung tidak banyak. Hal itu karena pelaku pasar terutama investor instituasi cenderung wait and see terhadap situasi politik.
Apalagi pada tahun sebelumnya, portofolio saham dan obligasi cenderung turun pada semester II 2013. Selain itu, pelaku pasar juga merealisasikan keuntungannya sehingga mempengaruhi dana kelolaan reksa dana. Meski demikian, Akuntino optimistis, dana kelolaan reksa dana tetap tumbuh pada 2014.
"Investor masih wait and see. Namun investor terutama institusi memiliki kas yang harus dianggarkan setiap bulan untuk investasi," kata Akuntino, saat dihubungi Liputan6.com.
Hal senada dikatakan, Analis PT Mega Capital Investama Arifin Hasudungan. Menurut Arifin, dana kelolaan cenderung kurang baik karena manajer investasi cenderung menempatkan investasinya yaitu di pasar saham dan obligasi cenderung kurang kondusif. IHSG turun tipis 0,3 persen menjadi 4.878 pada 30 Juni 2014 dari periode 30 Mei 2014 di kisaran 4.893.
"Penyebab penurunan pasar saham dan obligasi sepanjang Juni karena sentimen dari dalam negeri berupa rilis data ekonomi yang kurang kondusif bagi investor kala itu," ujar Arifin.
Arifin menuturkan, rilis data ekonomi itu seperti tingkat inflasi Mei dan neraca perdagangan April 2014. Tingkat inflasi Mei mengalami kenaikan menjadi 1,56 persen year to date dari 1,39 persen. Sedangkan neraca perdagangan mengalami defisit US$ 1,9 miliar pada April.
"Penyebab itu semua adalah akibat tindakan pemerintah berupa impor barang kebutuhan dalam mengantisipasi gejolak harga menjelang puasa dan Lebaran," kata Arifin. (Ahm/)