Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sedang berada dalam tahap konsolidasi. Geraknya diperkirakan terus menanjak, bahkan mampu menjebol level resisten. Dengan pertumbuhan ini, diharapkan minat investor saham di pasar modal semakin tinggi.
Gairah IHSG menyodorkan keuntungan bagi para pemain saham di pasar modal. Sebut saja salah satu investor, Ellen May yang telah menikmati manisnya menjadi pemodal pada portofolio saham. Untung berkali-kali lipat tanpa perlu banting tulang merupakan kelebihan sebagai trader saham.
Dalam kesempatan ajang Investor Summit 2014 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, sarjana IT jebolan Universitas Bina Nusantara itu memulai trading saham pada 2006 sebagai gambler bukan investor jangka panjang. Ellen mengaku, investasi saham tak perlu merogoh kocek dalam. Cukup sediakan uang Rp 100 ribu, lalu mulai trading.
"Jangan pakai alasan mahal, wong investasi saham bisa kok cuma uang Rp 100 ribu. Jika finansial sudah kuat, maka bisa jadi investor jangka panjang," ucapnya, Kamis (18/9/2014).
Diakui Ibu dua anak ini, saat pertama bermain saham, dirinya tak memahami apapun soal investasi tersebut. Bagaimana harus jual beli saham, teknikal analisis karena dia hanya mengandalkan feeling dalam bertransaksi.
"Saat pertama kali saya investasi di 2006, saya dapat keuntungan dari saham pertambangan dan terus untung di 2007. Namun saat krisis di 2008, saya kena imbasnya. Keuntungan dalam dua tahun raib begitu saja hingga sempat vakum selama enam bulan," jelasnya.
Dari sini Ellen menyadari kesalahannya saat itu serakah. Akhirnya dia mulai belajar mematok harga jual beli saham dan menerapkan secara disiplin. Inilah yang kerap dilakukan trader pemula terlalu berharap mengejar untung besar.
"Kebanyakan orang trading maunya dapat profit instan. Lebih baik untung sedikit sedikit tapi konsisten daripada untung 100 persen tapi hilang dengan cepat," ujarnya.
Mengulang kisah di 2008, dirinya sempat merasa sakit hati terhadap saham BUMI yang justru menenggelamkannya dalam kebangkrutan. Akhirnya tanpa pikir panjang, Ellen mulai mengalihkan ke saham lain emiten berkode CTRA yang dia beli dengan harga awal Rp 100- Rp 300 per lembar.
"Dan sekarang harganya Rp 1.100 per lembar bahkan sempat mencapai level tertinggi Rp 1.500-Rp 1.600 dalam kurun waktu 4-5 tahun. Untungnya berkali-kali lipat sambil tidur, enak tenan," tawa dia.
Dia juga mengoleksi saham PT Astra Internasional Tbk (ASII) yang dibelinya seharga Rp 7 ribu-Rp 10 ribu bahkan Rp 21 ribu per lembar saham. Tapi pernah berada di harga tertinggi Rp 80 ribu per lembar saham.
"Jadi trading saham itu bisa melipatgandakan aset. Kita tinggal beli, lalu tidur. Tidur di sini maksudnya belajar, tinggal klik dan menunggu timing yang tepat," papar Ellen. (Fik/Ahm)
Â
*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!
Advertisement