Sukses

Ekonomi Lesu, Laju IHSG Tak Bergairah

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,20 persen secara year to date ke level 5.216,38 pada penutupan perdagangan saham Jumat pekan ini.

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung lesu hingga Mei 2015. Kebijakan kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) ditambah pelambatan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 berdampak negatif untuk laju IHSG.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pertumbuhan laju IHSG minus 0,20 persen secara year to date (Ytd) menjadi 5.216,38 pada penutupan perdagangan saham Jumat 29 Mei 2015. Penutupan level IHSG itu lebih rendah 10 poin dari penutupan perdagangan saham 2014 di kisaran 5.226,95.

Posisi pertumbuhan IHSG pun berada di urutan 12 dilihat dari acuan indeks saham di seluruh dunia. Posisi pertama dipegang oleh bursa saham China. Indeks saham China mencatatkan kenaikan pertumbuhan sebesar 42,57 persen. Lalu disusul indeks saham Jepang Nikkei dengan pertumbuhan indeks sahamnya naik 17,84 persen. Sementara itu, indeks saham Hong Kong Hang Seng berada di posisi ketiga dengan pertumbuhan indeks sahamnya mencapai 16,18 persen.

Investor asing pun masih cenderung melakukan aksi jual di pasar modal Indonesia sepanjang Mei 2015. Total aksi jual investor asing mencapai Rp 4,59 triliun. Adapun secara year to date, investor asing melakukan aksi beli bersih mencapai Rp 7,82 triliun.

"Kondisi makro ekonomi Indonesia dan ekonomi global terkait pelambatan ekonomi China dan rencana kenaikan suku bunga The Federal Reserve membuat pasar saham Indonesia jadi kurang bagus," ujar Kepala Riset PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Minggu (31/5/2015).

Reza mengatakan, realisasi anggaran pemerintah hanya terserap 16 persen-17 persen pada kuartal I 2015 berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal itu seiring proyek pemerintah belum banyak berjalan. Ditambah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga mempengaruhi daya beli masyarakat.

Hal senada dikatakan Direktur PT Investa Saran Mandi Hans Kwee. Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat ditambah laba emiten di bawah harapan pasar telah menekan IHSG.

Selain itu, Hans mengatakan, sentimen ekternal juga mempengaruhi laju IHSG. Sentimen itu mulai dari kekhawatiran kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS)/The Federal Rate, krisis utang Yunani, dan pelambatan ekonomi dunia. Hans mengatakan, dari sentimen eksternal itu, kenaikan suku bunga The Fed masih menjadi risiko utama di pasar saham. Hal itu mengingat ada potensi kenaikan suku bunga The Fed dilakukan pada September 2015.

Meski IHSG cenderung lesu, kinerja sektor saham di pasar modal Indonesia ada yang melebihi pertumbuhan kinerja IHSG. Adapun sektor saham yang menggerakkan indeks saham dan mencatatkan pertumbuhan positif hingga Mei 2015 antara lain sektor saham barang konsumsi yang tumbuh 7,48 persen, lalu disusul sektor saham perdagangan, jasa dan investasi menguat 7,22 persen, dan sektor saham keuangan mendaki 3,84 persen secara year to date.

Reza mengatakan, sektor saham keuangan dan barang konsumsi akan cenderung menopang pergerakan IHSG. Kebijakan Bank Indonesia melonggarkan aturan loan to value (LTV) untuk properti akan mendongkrak sektor saham keuangan dan properti.

2 dari 2 halaman

Prediksi IHSG pada Juni

Prediksi IHSG pada Juni

Hans mengatakan, laju IHSG masih konsolidasi dengan kecenderungan fluktuaktif pada Juni 2015. Sejumlah sentimen eksternal masih membayangi laju IHSG pada Juni 2015. Selain itu, tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga mewarnai laju IHSG. Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menunjukkan rupiah berada di kisaran 13.211 per dolar AS pada 29 Mei 2015.

Pada awal Juni 2015, pelaku pasar juga menanti rilis data inflasi dan neraca perdagangan yang merupakan indikasi awal pertumbuhan ekonomi.

"Yunani ada peluang gagal bayar pada Juni. Tekanan rupiah akibat kenaikan dolar Amerika Serikat  dan aliran dana asing keluar dari pasar modal juga masih mempengaruhi laju IHSG," kata Hans.

Hans memperkirakan, IHSG berfluktuasi di level 5.200-5.450. Sementara itu, Reza menuturkan, gerak IHSG juga cenderung masih lesu. Apalagi ada momen puasa pada Juni sehingga membuat volume perdagangan saham cenderung berkurang.

Reza pun merekomendasikan sejumlah saham yang dapat diperhatikan pelaku pasar. Saham-saham itu antara lain PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). (Ahm/)