Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk berupaya melindungi dan meningkatkan industri dalam negeri. Di sisi lain juga ada kebijakan untuk meningkatkan konsumsi masyarakat.
Langkah dilakukan pemerintah seperti menyesuaikan tarif bea masuk barang impor terutama konsumsi dengan besaran kenaikan beragam. Kebijakan tersebut dinilai dapat meningkatkan daya saing untuk produk lokal.
Baca Juga
Kenaikan tarif bea masuk atau pajak impor untuk beberapa kategori produk konsumsi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.101/2015. Kebijakan itu diberlakukan pada 23 Juli 2015.
Advertisement
Namun sisi lain pemerintah menghapuskan pajak pertambahan nilai untuk barang mewah (PPnBM) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.101/2015.
Pengamat pasar modal, Edwin Sinaga menuturkan emiten mengandalkan bahan baku atau produk impor bakal terkena dampak negatif karena berimbas terhadap kenaikan harga produk. Selain itu, kebijakan itu dapat menurunkan penjualan mengingat tingkat daya beli masyarakat belum membaik.
"Kenaikan bea masuk impor kemungkinan besar berdampak terhadap penurunan penjualan dan margin pendapatan disebabkan daya beli masyarakat yang masih belum naik," ujar Edwin, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (29/7/2015).
Kepala Riset PT Bahana Securities, Harry Su mengatakan kebijakan penyesuaian tarif bea masuk impor dapat meningkatkan persaingan industri dalam negeri. Selain itu, barang impor lebih mahal juga dinilai akan menguntungkan produk domestik.
Dalam riset PT Henan Putihrai menyebutkan pemerintah mencoba menimbulkan multiplier effect dari pemberlakukan kebijakan tersebut antara lain:
Pertama, penghapusan PPnBM sempat dikhawatirkan akan mendorong terjadinya impor produk konsumsi secara masif, terlebih sebelumnya PPnBM digunakan sebagai buffer oleh pemerintah guna mencegah impor produk konsumsi secara berlebihan sehingga penerapan bea masuk untuk beberapa jenis barang konsumsi ini diharapkan mampu mencegah terjadinya impor barang konsumsi yang massif tersebut.
Kedua, penerapan aturan itu juga dimaksudkan untuk memaksimalkan penerimaan pajak oleh pemerintah. Penghapusan PPnBM menghilangkan potensi penerimaan negara hingga Rp 1 triliun, namun pemerintah menargetkan bea masuk secara keseluruhan pada 2015 mencapai Rp 37,2 triliun.
Ketiga mengurangi ketergantungan terhadap barang produksi impor, dan sekaligus mendorong pertumbuhan industri dalam negeri. Tak hanya itu, pemerintah juga berupata meningkatkan konsumsi masyarakat demi menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemerintah mengharapkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,2 persen hingga akhir 2015.
Sektor Kena Dampak Penyesuaian Aturan Bea Masuk Impor
Sektor Kena Dampak Penyesuaian Aturan Bea Masuk Impor
Dalam riset PT Henan Putihrai menyebutkan sejumlah sektor saham yang terkena dampak dari pemberlakukan peraturan itu seperti sektor konsumsi terutama ritel dan otomotif. Di riset itu disebutkan kalau dampak dari peraturan tersebut tidak akan terlalu signifikan untuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Unilever Indonesia Tbk, dan PT Nippon Indosari Tbk (ROTI). Hal itu lantaran minimnya tingkat bahan baku impor yang digunakan.
"Kami juga menilai dampak terhadap produsen konsumsi lokal cenderung positif akibat dari semakin tingginya spread harga jual untuk barang konsumsi lokal dengan produk impor," tulis riset tersebut.
Akan tetapi, dalam riset PT Sinarmas Sekuritas menyebutkan kebijakan penerapan kenaikan tarif bea masuk impor dapat berdampak ke ICBP dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI).
Di riset PT Henan Putihrai menjelaskan, kalau dampak bagi peritel dengan segmen menengah ke atas akan lebih signifikan seperti MAPI dan PT Ace Hardware Tbk (ACES). Kedua emiten ini punya porsi barang impor yang melebihi 50 persen dari total produk yang dijual. MAPI terkena dampak melalui impor pakaian, aksesoris, kopi dan juga makanan. Sedangkan ACES untuk kategori produk peralatan rumah tangga atau home improvement.
"Kami memperkirakan di tengah penguatan dolar Amerika Serikat juga berlanjut, tekanan terhadap ritel dengan komposisi impor yang tinggi akan semakin besar," tulis riset PT Henan Putihrai.
Sedangkan menurut Harry, kebijakan kenaikan bea masuk impor dapat memberikan potensial keuntungan bagi sejumlah emiten seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Ultra Jaya Milk Tbk (ULTJ), PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI), dan PT Delta Jakarta Tbk (DLTA). "Kebijakan penerapan bea impor ini menguntungkan untuk sejumlah emiten karena produk impor saingannya harganya naik," kata Harry.
Akan tetapi, sisi lain penerapan kebijakan ini merugikan emiten yang bahan bakunya impor sehingga harga meningkat. Emiten terkena dampak negatif penerapan kebijakan bea impor Harry menyebutkan antara lain PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Nippon Indosari Tbk (ROTI), PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), dan PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC).
Berdasarkan data RTI, saham MAPI cenderung tertekan pada 2015. Saham MAPI turun 8,87 persen secara year to date menjadi Rp 4.625 per saham pada Selasa 28 Juli 2015. Harga saham MAPI sempat berada di level tertinggi Rp 6.225 per saham dan terendah Rp 4.380 per saham pada 2015.
Sedangkan PT Ace Hardware Tbk (ACES) melemah 21,02 persen menjadi Rp 620 per saham pada penutupan perdagangan saham Selasa 28 Juli 2015. Harga saham ACES sempat berada di level tertinggi Rp 855 per saham dan terendah Rp 600 per saham.
Penyesuaian tarif cukup signifikan untuk mobil dan kendaraan bermotor sebesar 50 persen. Kebijakan itu dinilai tidak akan terlalu signifikan disebabkan tingginya komposisi produsen mobil yang sudah mulai memproduksi kendaraan secara lokal. Selain itu, kategori produsen Incompletely Knocked Down (IKD) tidak termasuk dalam kategori produk yang terkena kenaikan bea masuk.
Selanjutnya peraturan itu tidak berlaku untuk impor barang konsumsi dari negara tertentu seperti negara tergabung dalam AFTA, dan negara yang memiliki perjanjian bilateral dengan Indonesia seperti China dan Jepang.
Advertisement
Dampak Kebijakan Itu Terhadap Industri
Dampak Kebijakan itu Terhadap Industri
Riset PT Henan Putihrai menjelaskan kalau perubahan peraturan tarif tidak akan memberikan dampak terhadap pertumbuhan industri manufaktur domestik. Pihaknya menilai kalau katalis penggerak utama pertumbuhan industri manufaktur Indonesia adalah realisasi pembangunan infrastruktur yang dapat membantu mengurangi biaya transportasi para produsen, kepastian tarif buruh, kepastian perpajakan dan stabilitas nilai tukar rupiah yang dapat secara langsung menurunkan biaya para produsen.
Kebijakan itu dinilai malah diperkirakan dapat meningkatkan konsumsi jangka pendek. Hal itu juga memberikan sinyal kalau pemerintah fokus terhadap kepentingan jangka pendek dengan mengorbankan risiko utama seperti tingginya peluang arbitrage dan korupsi akibat dari regulasi kenaikan tarif impor.
Selain itu risikonya seperti memicu kenaikan harga karena kenaikan tarif impor dan inflasi. "Pertumbuhan inflasi di tengah potensi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat juga akan kembali memberikan ruang herak terbatas bagi Bank Indonesia menurunkan suku bunga, dan berpotensi memicu berlanjutnya pelemahan rupiah," tulis riset PT Henan Putihrai.
Kelompok Barang Kena Bea Impor
Adapun kelompok barang-barang impor yang dibebani kenaikan tarif bea masuk impor dalam PMK 132, di antaranya :
1. Kopi impor dengan tarif bea masuk menjadi 20 persen
2. Teh impor dikenakan bea masuk menjadi 20 persen
3. Sosis impor menjadi 30 persen
4. Daging-dagingan yang diolah atau diawetkan dengan bea masuk 30 persen
5. Ikan-ikanan dengan rata-rata bea masuk 15 persen-20 persen. Ikan sarden dan salmon 15 persen, sementara ikan tuna 20 persen
6. Kembang gula tidak mengandung kakao rata-rata bea masuk 15 perse-20 persen. Contohnya permen karet impor 20 persen Â
7. Roti, kue-kue kering, biskuit impor 20 persen
8. Sayuran yang diawetkan 20 persen
9. Es krim dan es lain yang dapat dimakan mengandung kakao maupun tidak 15 persen
10. Minuman fermentasi dari buah anggur segar termasuk minuman fermentasi yang diperkuat menjadi 90 persen
11. Minuman etil alkohol yang tidak di denaturasi dengan kadar alkohol kurang dari 80 persen dan menurut volume : alkohol dan minuman lainnya dengan bea masuk impor menjadi 150 persen
12. Alat kecantikan tubuh tarif bea masuk impornya menjadi 10-15 persen
13. Perlengkapan dapur, peralatan makan, peralatan rumah tangga lain dan peralatan toilet dari plastik menjadi 20 persen-22,5 persen
14. Tas dan aksesoris tas 15-20 persen
15. Pakaian dan aksesoris pakaian dari kulit samak 12,5 persen-15 persen, sedangkan dari kulit berbulu 15 persen-20 persen
16. T-Shirt, singlet, kaus kutang rajutan dan lainnya menjadi 25 persen
17. Pakaian bekas dan barang bekas lainnya menjadi 35 persen
18. Kutang, korset rajutan atau tidak bea impor menjadi 22,5 persen-25 persen
19. Wig, jenggot, alis, bulu mata palsu dan sejenisnya dari rambut manusia atau bulu hewan 15 persen
20. Barang higienis atau farmasi (termasuk dot) dari karet seperti kondom dan dot botol minuman impor menjadi 10 persen
21. Barang perhiasan dan bagiannya dari logam mulia atau dari logam yang dipalut dengan logam mulia impor dikenakan bea masuk menjadi 15 persen
22. Lemari pendingin, lemari pembeku impor menjadi 15 persen
22. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 orang atau lebih dikenakan bea masuk impor menjadi 20 persen-50 persen
23. Mobil dan kendaraan bermotor lainnya yang dirancang untuk pengangkutan orang dikenakan tarif bea masuk impor menjadi 50 persen
24. Barang impor lainnya.
Â
(Ilh/Ahm)
Advertisement