Sukses

Bank BUMN Tetap Tangguh Hadapi Ekonomi Lesu

Tiga emiten bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih mampu mencatatkan kinerja positif hingga semester I 2015.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi melambat mempengaruhi laju penyaluran kredit di awal 2015. Hal itu berdampak terhadap kinerja emiten bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada semester I tahun ini.

Dari empat bank BUMN yang telah menyampaikan kinerjanya, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) membukukan pertumbuhan laba signifikan. Laba bersih PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) naik 54,25 persen menjadi Rp 831,16 miliar sepanjang semester I 2015 ketimbang periode sama tahun lalu sebesar Rp 538,85 miliar.  Kenaikan laba itu ditopang dari pendapatan bunga naik menjadi Rp 7,35 triliun. Penyaluran kredit tumbuh 18,55 persen menjadi Rp 115,95 triliun pada semester I 2015.

PT Bank Mandiri Tbk mencatatkan pertumbuhan laba bersih 3,5 persen menjadi Rp 9,92 triliun pada semester I 2015 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 9,58 triliun. Pendapatan bunga naik 13,82 persen menjadi Rp 21,19 triliun hingga semester I 2015.

Sementara itu, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) membukukan laba bersih naik tipis 2,18 persen menjadi Rp 11,94 triliun sepanjang semester I 2015. Kenaikan laba bersih diikuti kenaikan pendapatan sebesar 18,59 persen menjadi Rp 41,5 triliun.

Akan tetapi, kenaikan kinerja bank itu tidak diikuti oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk. Perseroan membukukan laba turun 50,77 persen menjadi sekitar Rp 2,43 triliun pada semester I 2015 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 4,93 triliun.

Direktur Utama BNI Achmad Baiquni menjelaskan, penurunan laba tersebut akibat meningkatnya beban‎ pencadangan perseroan (coverage ratio/CKPN) ‎sebesar 172,2 persen dari Rp 2,2 triliun di semester I-2014, menjadi Rp 6 triliun pada semester I tahun ini.

"Penurunan laba lebih dikarenakan adanya pembentukan CKPN yang sedang kita lakukan," kata Baiquni.

Terlepas dari penurunan laba bersih tersebut, di sisi lain pendapatan bunga bersih (NII) persero bertambah 14 persen. Hingga semester I-2015 NII persero mencapai Rp 12,3 triliun.

Baiquni menyebutkan pertumbuhan didukung naiknya pendapatan bunga sebesar 13,8 persen dari Rp 15,5 triliun menjadi Rp 17,7 triliun dan stabilnya biaya dana (cost of fund) di kisaran 3,2 persen.

Analis PT MNC Securities, Sharlita Malik mengatakan hasil kinerja keuangan empat bank BUMN itu di bawah harapan pelaku pasar. Kinerja bank BUMN melambat itu lantaran produk domestik bruto (PDB) turun menjadi 4,7 persen pada kuartal I 2015 dari periode sama tahun sebelumnya 5,2 persen.

"PDB turun berdampak terhadap daya beli masyarakat. Hal itu berpengaruh terhadap kinerja bank terutama kredit sehingga mengurangi potensi laba bank," ujar Sharlita saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (5/8/2015).

Analis PT First Asia Capital David Sutyanto menuturkan hal senada. Kinerja keuangan emiten bank BUMN kurang bergairah di semester I 2015. "Laba bank BUMN menurun, biasanya mencatatkan laba bersih dua digit," kata David.

Meski kinerja keuangan bank BUMN itu di bawah harapan, Sharlita optimitis sektor keuangan masih aman ditunjang dari kinerja tumbuh positif pada kuartal IV 2015. Hal itu didukung dengan kepastian kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat/The Federal Reserve.

Sedangkan David menilai, kinerja sektor keuangan masih melemah hingga akhir 2015. Ia memprediksi, PT Bank Tabungan Negara Tbk masih membukukan kinerja stabil. Di sisi lain, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk dan PT Bank Mandiri Tbk hanya mampu tumbuh single digit.  Akan tetapi, bank BUMN mampu bertahan karena memiliki modal besar sehingga lebih tahan krisis.

2 dari 2 halaman

Mencermati Langkah BNI Hadapi Ekonomi Melambat

Mencermati Langkah BNI Hadapi Ekonomi Melambat

Dampak ekonomi Indonesia melambat menjadi pertimbangan PT Bank Negara Indonesia Tbk untuk konservatif dan hati-hati menyalurkan kredit. Hal itu ditunjukkan dari hasil kinerja PT Bank Negara Indonesia Tbk pada semester I 2015. Perseroan membukukan kinerja kurang memuaskan dengan mencatatkan laba bersih turun 50,8 persen menjadi Rp 2,4 triliun jika dibandingkan periode sama 2014.

Penurunan laba itu akibat kenaikan beban pencadangan perseroan (coverage ratio/CKPN) sebesar 172,2 persen dari Rp 2,2 triliun pada semester I 2014 menjadi Rp 6 triliun pada semester I 2015.

Analis PT Sucorinvest Gani, Andy Gunawan menilai pelaku industri bank masih pesimistis melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Karena itu, PT Bank Negara Indonesia Tbk menambahkan lebih banyak pencadangan 172 persen pada semester I 2015.

Selain itu pertimbangan lain kalau cakupan penyediaan perseroan terendah di antara bank-bank besar seperti PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia dan PT Bank Central Asia Tbk.

Andy mengatakan, manajemen PT Bank Negara Indonesia Tbk telah menerapkan strategi konservatif dan proaktif untuk mendukung kinerja lebih baik. Hal itu juga sebagai konsekuensi dari antisipasi dampak perlambatan ekonomi. Langkah konservatif menandakan hati-hati untuk menyalurkan pinjaman. Sedangkan proaktif menyiratkan penambahan untuk pencadangan.

"Ini keputusan baik BNI untuk jangka panjang meski dampaknya akan memangkas target laba bersih pada 2015 dan 2016," ujar Andy.

PT Bank Negara Indonesia Tbk juga menghadapi masalah kualitas aset. Karena di bawah manajemen baru, manajemen akan melakukan aksi dengan melakukan restrukturisasi. Langkah restrukturisasi dengan mengidentifikasi sektor bermasalah, dan sebisa mungkin menghindari write off ketika debiturnya mendapatkan masalah. "Tahun ini anggaran write off sekitar Rp 3,2 triliun-Rp 3,3 triliun pada 2015, dan akan turun secara bertahap," kata Andy.

Andy menambahkan, PT Bank Negara Indonesia Tbk lebih disiplin menyalurkan kredit pada 2015.  Hal itu mengingat kualitas kredit BNI juga menurun yang ditunjukkan kenaikan NPL gross dari 2,2 persen pada semester pertama tahun lalu menjadi tiga persen. Sementara NPL nett naik dari 0,6 persen menjadi 0,8 persen.

Buruknya kualitas kredit tersebut tidak terlepas dari perlambatan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 dan diperkirakan masih akan berlanjut pada kuartal II tahun ini. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh 4,2 persen (yoy) menjadi Rp 327,26 triliun.

Dalam riset PT Sinarmas Sekuritas menyebutkan non performing loan atau rasio kredit macet PT Bank Negara Indonesia Tbk tidak lebih dari tiga persen hingga akhir tahun 2015. Hal itu didukung langkah perseroan untuk fokus terhadap pinjaman pegawai negeri sipil (PNS). Selain itu, perseroan juga memperoleh tambahan margin dari pembayaran gaji.

Perseroan akan fokus pada segmen kredit konsumsi antara lain KPR, kartu kredit dan pembayaran gaji. Meski pembayaran gaji hanya menyumbang sekitar 2,8 persen untuk kredit konsumer akan tetapi ini jadi potensi bagi perseroan.

Selain itu,  dengan ada kelonggaran loan to value juga membuat PT Bank Negara Indonesia Tbk yakin dapat menguntungkan pinjaman hipoteknya.

Rekomendasi Saham

Dengan melihat kondisi itu, Andy menyesuaikan laba bersih perseroan menjadi Rp 10,1 triliun pada 2015 dan Rp 12,7 triliun pada 2016. Ia pun meningkatkan rekomendasi dari hold menjadi beli dengan target harga saham PT Bank Negara Indonesia Tbk menjadi Rp 5.600 dari Rp 6.700 pada 2015. Sedangkan PT Sinarmas Sekuritas memberi rekomendasi netral dengan target harga Rp 5.490 dalam satu tahun. (Ilh/Ahm)

Video Terkini