Sukses

Sentimen China Tak Lagi Bayangi Wall Street

Indeks S&P 500 naik 1,98 poin atau 0,10 persen ke level 2.086,05.

Liputan6.com, New York - Saham-saham di bursa Amerika (Wall Street) mampu ditutup menguat pada penutupan perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta). Saham-saham di sektor energi dan juga saham-saham  teknologi terutama saham Apple mampu rebound sehingga mendorong Wall Street ke zona hijau.

Mengutip Reuters, Kamis (13/8/2015), Indeks S&P 500 naik 1,98 poin atau 0,10 persen ke level 2.086,05. Sedangkan Indeks Nasdaq juga menguat 7,60 poin atau 0,15 persen ke level 5.044,39. Namun berbeda, Indeks Dow Jones Industrial Averange melemah tipis 0,33 poin ke level 17.402,51.

Para pelaku pasar kembali akumulasi saham terutama untuk saham-saham energi yang sebelumnya sempat terpukul keras karena kekhawatiran penurunan pertumbuhan ekonomi China yang akan menyeret harga-harga kommoditas dalam beberapa pekan terakhir.

Selain saham-saham energi, saham Apple juga berbalik arah. Sebelumnya, saham teknologi tersebut sempat jatuh lebih dari 3 persen ke level terendah sejak Januari 2015. Saham Apple ditutup naik 1,5 persen ke level US$ 115,24. Kenaikan Saham Apple ini merupakan faktor positif terbesar yang mendorong ketiga indeks patokan utama mampu berakhir di zona hijau.

Di awal perdagangan, Wall Street sempat turun tajam karena adanya kekhawatiran Yuan mencapai titik terendah dalam empat tahun terakhir. Nilai tukar Yuan memang terus tertekan sejak pemerintah China mendevaluasi mata uangnya. Langkah tersebut telah memperburuk kekhawatiran mengenai prospek ekonomi China dan dampaknya kepada seluruh dunia.

"China menjadi kartu liar baik dari sisi perlambatan ekonomi maupun dari sisi bagaimana pemerintah di sana menangani perlambatan tersebut," jelas Wakil Direktur Utama BB&T Wealth Management, Birmingham, Alabama, Bucky Hellwig.

Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat untuk wilayah New York William Dudley mengatakan bahwa devaluasi Yuan memiliki implikasi besar bagi permintaan di seluruh dunia, terutama untuk harga-harga komoditas. Tetapi memang saat ini terlalu dini untuk menilai apa yang akan terjadi dengan kebijakan mata uang tersebut. (Gdn/Ndw)

Video Terkini