Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) menyerukan kepada seluruh broker saham, perusahaan sekuritas sampai investor supaya menjaga pasar modal Indonesia di tengah sulitnya kondisi perekonomian. Hal ini untuk menghindari kejatuhan pasar saham yang lebih dalam.
"Jangan coba-coba memanfaatkan keuntungan dari situasi ini di Indonesia. Jangan rusak pasar kita, dan diimbau untuk broker dan sekuritas untuk menjaga pasar, jangan cari untung saja," ujar Direktur Utama BEI, Tito Sulistio di Jakarta, Kamis (27/8/2015).
Lebih jauh katanya, Indonesia tentu tidak ingin mengulangi krisis 1998 di mana para spekulator meraup untung miliaran dolar AS dari gejolak rupiah dan IHSG. Penyebabnya, sambung dia, karena ada konglomerat dunia yang berusaha menjatuhkan kurs rupiah.
"Spekulan ini sudah mengincar Indonesia, makanya kita mau tahan. Kalau mau jaga pasar kita, kita bantu, tapi kalau mau rusak pasar saya stop. Jangan sampai kita memfasilitasi spekulan yang mau spekulasi," ucap dia. Â
Dilihat dari fundamental ekonomi saat ini dibandingkan krisis 1998 dan 2008, kata dia berbeda. Indonesia masih mencetak pertumbuhan ekonomi positif meski melambat di level 4,67 persen. Sementara di tahun 1998 dan 2008 masing-masing minus 13,1 persen dan 4,12 persen.
Indikator inflasi, menurutnya masih terjaga di angka 7,26 persen. Sementara di periode 1998 dan 2008, masing-masing 82,40 persen dan 12,14 persen. Cadangan devisa berada di angka terkuat senilai US$ 107 miliar, sedangkan di periode krisis 1998 dan 2008, masing-masing US$ 17,40 miliar dan US$ 50,2 miliar.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mencapai 14.123 atau melemah 14,03 persen atau lebih baik dibanding periode krisis sebelumnya yang terdepresiasi 197 persen dan 34,86 persen.
"Angka kurs Rp 14 ribu per dolar AS ya tidak happy, tapi hanya terdepresiasi 14 persen lho. Posisi kredit macet (Non Performing Loan/NPL) perbankan kita kuat 2,6 persen, rasio utang pemerintah paling aman 24,7 persen dari PDB, sementara Yunani sampai 150 persen," jelas Tito.
Bagaimana kinerja emiten atau perusahaan terbuka yang mencatatkan saham di BEI?
Tito mengatakan, dari 20 emiten berkapitalisasi besar, 18 emiten diantaranya masih mencetak keuntungan di paruh pertama tahun ini. Berdasarkan dari seluruh laporan keuangan emiten di semester I 2015, sebanyak 329 emiten atau 73 persen dari total emiten membukukan laba positif.
"Memang ada penurunan omzet, tapi 73 persen masih mencetak laba bersih. Sedangkan di periode krisis 1998, 70 persen emiten mengalami rugi. Jadi kita masih yakin bahwa pasar saham serta fundamental ekonomi kita kuat dan sehat," jelas Tito. (Fik/Ndw)
Bos BEI: Broker Saham Jangan Rusak Pasar RI
Hal ini untuk menghindari kejatuhan pasar saham yang lebih dalam.
Advertisement