Sukses

Kisah Eagle High Plantation dan Obligasi Rp 700 Miliar

PT Eagle High Plantation Tbk mencatatkan obligasi jatuh tempo pada 16 November 2015 senilai Rp 700 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) memiliki surat utang atau obligasi yang jatuh tempo pada 16 November 2015 senilai Rp 700 miliar. Akan tetapi, berdasarkan laporan keuangan Juni 2015, perseroan hanya mengantongi Rp 161,92 miliar.

Perseroan menerbitkan obligasi I saat masih bernama BW Plantation pada 16 November 2010. Obligasi ini memiliki tingkat bunga tetap sebesar 10,675 persen per tahun yang jatuh tempo pada 16 November 2015.

Eagle High Plantation membayar bunga obligasi secara triwulanan dengan pembayaran bunga pertama pada 16 Februari 2011. Obligasi ini pun dijamin dengan seluruh harta kekayaan perusahaan yang telah dimiliki dan yang akan dimiliki di kemudian hari, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak.

Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), perseroan aktif membayar bunga obligasi. Tercatat pembayaran bunga obligasi terbaru pada 11 Agustus 2015, yang didistribusikan pada 18 Agustus 2015. Pembayaran bunga obligasi itu telah dilakukan sebanyak 19 kali.

Namun masalahnya, sanggupkah perusahaan milik produsen minyak kelapa sawit milik grup Rajawali ini membayar utang yang segera jatuh tempo itu? Sebab, jika melihat kondisi kinerja keuangan perseroan memang kurang cemerlang hingga Juni 2015.

Meski pendapatan usaha Eagle High Plantation naik 20,57 persen (year on year/yoy) menjadi Rp 1,49 triliun hingga Juni 2015, namun laba bersih turun 92,08 persen menjadi Rp 12,99 miliar pada semester I 2015.

Untung perseroan tergerus beban usaha yang naik 48 persen menjadi Rp 216,7 miliar (yoy)pada semester I 2015 dan beban bunga yang meningkat menjadi Rp 238,11 miliar.

Tak hanya itu, kas perseroan juga tergerus Rp 16,6 miliar menjadi Rp 161,92 miliar sepanjang semester I 2015. Sedangkan total kewajiban utang perseroan saat ini sudah menembus Rp 9,67 triliun pada 30 Juni 2015, terus naik dari posisi 31 Desember 2015 sebesar Rp 9,43 triliun. Sedangkan ekuitas (modal) tercatat Rp 6,87 triliun pada 30 Juni 2015.

Berdasarkan data RTI, posisi debt to equity ratio (DER) atau rasio utang berbanding ekuitas cukup tinggi pada 30 Juni 2015. Tercatat DER perseroan mencapai 140,66 persen.

Bahkan Manajemen PT Bursa Efek Indonesia (BEI) juga pernah menanyakan perihal modal negatif sebesar Rp 1,84 triliun melalui surat kepada perseroan pada 12 Agustus 2015.

Sekretaris Perusahaan PT Eagle High Plantation Tbk, Rudy Suhendra menuturkan salah satu hal menyebabkan modal kerja perseroan terhitung negatif karena ada utang obligasi Rp 703 miliar yang akan jatuh tempo pada November 2015, dan utang jangka panjang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun sebesar Rp 620 miliar.

Rudy mengatakan, pihaknya telah siap melaksanakan rencana refinancing utang bank yang saat ini telah mendapatkan persetujuan direksi bank terkait dengan jumlah sebesar lebih dari Rp 2,5 triliun. Diharapkan modal kerja dapat meningkat dengan terlaksananya rencana refinancing.

"Kesiapan dana untuk melakukan pembayaran utang obligasi akan berasal dari dana kas internal perseroan ditambah dengan refinancing utang bank jika dibutuhkan," kata Rudy dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 18 Agustus 2015.

Saat diminta penjelasan perkembangan rencana pelunasan utang obligasi Rp 700 miliar yang jatuh tempo pada 16 November 2015, Rudy menuturkan, perseroan akan mengkombinasikan pelunasan obligasi dari kas internal dan pinjaman yang didapatkan dari Bank Negara Indonesia (BNI) sekitar Rp 2,7 triliun.

Emiten berkode BWPT juga akan mengandalkan operasional mengingat dolar Amerika Serikat (AS) cenderung menguat dan harga komoditas ada sedikit penguatan.

"Kami dapat pinjaman Rp 2,7 triliun. Untuk refinancing dan sisanya modal kerja untuk pengembangan usaha. Kami fleksibel melunasi utang bisa kombinasi daru kas internal, penjualan dan pinjaman yang dapat digunakan. Kami siap untuk melunasi obligasinya. Tidak perlu takut," kata Rudy saat dihubungi Liputan6.com.

Sebelumnya perseroan telah mendapatkan fasilitas kredit sekitar Rp 2,74 triliun dari PT Bank Negara Indonesia (BNI). Kredit itu digunakan untuk pembayaran utang perseroan kepada BNI yang masih terutang dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit dan entitas anak perseroan.

Jangka waktu kredit tersebut sekitar 84-96 bulan dari tanggal perjanjian kredit. Fasilitas kredit itu diberikan kepada sejumlah anak usaha antara lain PT Bumilanggeng Perdanatrada, PT Bumihutani Lestari, PT Adhyaksa Dharmasatya, PT Satria Manunggal Sejahtera, dan PT Prima Cipta Selaras. Perjanjian kredit itu ditandatangani pada 10 September 2015.

Direktur PT Avere Investama, Teguh Hidayat mengatakan pemegang saham PT Eagle High Plantation Tbk yaitu PT Rajawali Inti Corpora yang masuk grup Rajawali merupakan salah satu grup besar. Ia menilai, grup Rajawali pun akan memikirkan sejumlah cara untuk dapat melunasi utang obligasi tersebut, misalkan dengan menunda pembayaran obligasi, hingga memperpanjang pembayaran dengan opsi bunga lebih tinggi.

"Mereka juga dapat meminta perlindungan pengadilan untuk menghindari sejumlah tuntutan mengenai opsi pelunasan obligasi," ujar Teguh saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (1/10/2015).

Teguh mengatakan, saat ini harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) melemah telah menekan emiten perkebunan termasuk PT Eagle High Plantation. Hal itu berdampak terhadap kinerja perseroan.

Meski demikian, Teguh menilai, PT Eagle High Plantation masih bisa mendapatkan utang dengan pinjaman bank. Akan tetapi, sektor perkebunan cenderung lesu lantaran harga CPO tertekan sehingga jadi pertimbangan bank.

"Bank itu suka memberikan kredit ke grup besar dibandingkan grup kecil. Memang jaminan lebih tinggi. Selain itu, PT Eagle High Plantation termasuk emiten perkebunan keempat terbesar yang tercatat di pasar modal Indonesia dan memiliki banyak kebun," kata Teguh.

2 dari 2 halaman

Peringkat PT Eagle High Plantation Tbk oleh Pefindo

Peringkat PT Eagle High Plantation Tbk oleh Pefindo

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) juga memutuskan menetapkan kembali peringkat idBBB+ untuk perseroan dengan penempatan creditwatch implikasi negatif untuk periode 10 Agustus-10 November 2015.

Pefindo menyatakan peringkat itu diberikan berdasarkan data dan informasi perusahaan serta laporan keuangan tidak diaudit per 30 Juni 2015 dan laporan keuangan audit per 31 Desember 2014.

"Obligor dengan peringkat idBBB memiliki kemampuan yang memadai dibanding obligor Indonesia lainnya untuk memenuhi komitmen keuangannya. Walau demikian, kemampuan obligor lebih mungkin akan terpengaruh oleh perubahan buruk keadaan dan kondisi ekonomi," tulis Pefindo.

Sedangkan tanda plus menunjukkan kalau peringkat yang diberikan relatif kuat dan di atas rata-rata kategori yang bersangkutan. Untuk penempatan creditwatch dengan implikasi negatif sehubungan dengan ada risiko pembiayaan kembali utang yang akan jatuh tempo dan untuk mengantisipasi pelemahan proteksi arus kas dikarenakan potensi penurunan harga CPO dan tingginya posisi utang perseroan.

"Creditwatch ini akan ditinjau kembali selambat-lambatnya dalam waktu tiga bulan sesuai dengan perkembangan kondisi perusahaan dan ketersediaan data serta informasi dari perusahaan," jelas Pefindo.

Kalau melihat pergerakan harga saham PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) sepanjang 2015 cenderung tertekan. Saham PT Eagle High Plantation Tbk turun 49,50 persen. Harga saham BWPT pernah sentuh level tertinggi Rp 494 dan terendah Rp 198 pada 2015.

Pada penutupan perdagangan saham Kamis pekan ini, harga saham BWPT naik 2,48 persen menjadi Rp 207 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 2.759 kali dengan nilai transaksi Rp 10,3 miliar. (Ahm/Ndw)

Video Terkini