Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan meroket jika tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) turun. Kebijakan tersebut sangat diharapkan pelaku pasar modal, di samping realisasi janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memacu penyerapan belanja pemerintah sampai 92 persen sampai akhir tahun ini.
Direktur Utama BEI, Tito Sulistio mengungkapkan, data-data ekonomi Indonesia saat ini menunjukkan perbaikan, termasuk kinerja 75 persen perusahaan terbuka (emiten) yang tercatat di BEI masih mendulang keuntungan.
Baca Juga
"Saya percaya IHSG mulai Oktober ini akan creeping up selama spending pemerintah bagus seperti yang dijanjikan Jokowi 90-92 persen, pilkada aman dan hasil realisasi kinerja emiten masih bagus atau untung," terang dia saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (15/10/2015).
Advertisement
Menurut Tito, dari hasil diskusi dengan para analis pasar modal, potensi IHSG menantikan kepercayaan dari investor terhadap pemerintah. Indeks saham diprediksi bakal terbang jika otoritas moneter mau menurunkan BI Rate.
"Apalagi kata BI turunkan suku bunga acuan, maka IHSG makin creeping up. Karena gap antara BI Rate 7,5 persen dengan inflasi 4-4,7 persen saat ini sebesar 3 persen terlampau besar. Negara lain saja gapnya negatif. Kalau BI Rate diturunkan, bursa senang sekali," jelas dia.
Saat ditanyakan mengenai level optimistis IHSG di akhir tahun, Tito enggan memprediksinya. "BEI tidak boleh memprediksi. Kalau saya tahu mau ke level berapa, saya bisa jadi orang paling kaya," pungkas Tito.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI Rate di level 7,5 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang diadakan pada Kamis 15 Oktober 2015. Suku bunga tetap 7,5 persen itu telah berlangsung selama sembilan bulan.
Secara year to date (Ytd), IHSG turun 13,77 persen ke level 4.507,20 pada penutupan perdagangan saham Kamis 15 Oktober 2015. Sepuluh sektor saham tertekan pada 2015. Sektor saham tambang dan industri dasar kimia mencatatkan penurunan terbesar masing-masing 27,69 persen dan 30,65 persen. Investor asing telah melakukan aksi jual sekitar Rp 11 triliun. (Fik/Ahm)