Liputan6.com, Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan peringkat obligasi wajib konversi I PT Trikomsel Oke Tbk tahun 2012 senilai Rp 807,55 miliar dari idBB menjadi id CCC.
Peringkat itu untuk periode 27 Oktober 2015-15 Januari 2016. Direktur Pefindo Vonny Widjaja menuturkan peringkat tersebut diberikan berdasarkan data dan informasi dari perusahaan serta laporan keuangan yang tidak diaudit per 30 Juni 2015 dan laporan keuangan audit per 31 Desember 2014.
"Efek utang dengan peringkat id CCC pada saat ini rentan untuk gagal bayar dan tergantung kepada kondisi bisnis dan keuangan yang lebih menguntungkan untuk dapat memenuhi komitmen keuangan jangka panjangnya atas efek utang," kata Vonny dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti ditulis Kamis (29/10/2015).
Advertisement
Selain itu, Pefindo juga menurunkan peringkat dari idBB+ menjadi id CCC untuk PT Trikomsel Oke Tbk. Lembaga pemeringkat ini juga menempatkan creditwatch dengan implikasi negatif kepada perseroan. "Obligor dengan id CCC saat ini rentan dan tergantung kepada kondisi bisnis dan keuangan yang menguntungkan untuk memenuhi komitmen keuangannya," kata Vonny.
Adapun penempatan creditwatch dengan implikasi negatif itu terkait adanya pengumuman perusahaan usai pertemuan dengan para pemegang surat utang dolar Singapura pada 26 Oktober 2015 yang telah dikirimkan ke bursa Singapura.
PT Trikomsel Oke Tbk berada pada posisi sulit untuk melunasi bunga pinjaman dan membayar kembali utang yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat. Creditwatch ini akan ditinjau kembali selambat-lambatnya dalam waktu 3 bulan sesuai perkembangan kondisi perusahaan dan ketersediaan data serta informasi dari perusahaan.
Seperti diketahui, Trikomsel menerbitkan dua surat utang. Yang pertama sebesar 115 juta dolar Singapura dengan bunga 5,25 persen dan jatuh tempo pada Mei 2016. Yang kedua sebesar 100 juta dolar Singapura dengan bunga 7,875 persen yang jatuh tempo pada Juni 2017.
PT Trikomsel Oke Tbk terancam gagal membayar obligasi yang bakal jatuh tempo di 2016 dan 2017. Perusahaan kini berencana untuk merestrukturisasi utang perusahaan.
Dilansir dari Bloomberg, Rabu, 21 Oktober 2015 perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki Softbank Group Corp ini menyebut kemungkinan perusahaan tak bisa membayar utang dan mencoba untuk menghindari skenario terburuk serta mencari perlindungan dari pengadilan setempat. Hal ini belum pernah terjadi dalam 6 tahun terakhir yang melibatkan dolar Singapura.
"Peringkat atas perusahaan tidak berlaku untuk suatu efek utang tertentu yang dikeluarkan perusahaan karena tidak memperhitungkan struktur serta berbagai ketentuan dan efek utang tersebut, tingkat perlindungan dan posisi klaim dari pemegang efek utang bila emitennya alami likuidasi, serta legalitasnya. Peringkat atas perusahaan juga tidak memperhitungkan kemampuan penjamin, pemberi asuransi, dan penyedia credit enhancement lainnya yang ikut mendukung suatu efek tertentu, " kata Vonny. (Ahm/Igw)**